Kisah Wan Abak, 42 Tahun Bekerja di Rumah Sakit, Begini Suka Duka yang Dilaluinya

Mardiswan yang akrab disapa Wan Abak sudah 42 tahun bekerja di rumah sakit umum Kota Padang. Wan Abak mulai masuk menjadi pegawai honor di rumah saki

Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: Mona Triana
TribunPadang.com/Rizka Desri Yusfita
Mardiswan akrab dipanggil Wan Abak sehari hari bekerja melayani pengaduan pasien.jpg 

Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rizka Desri Yusfita

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Mardiswan yang akrab disapa Wan Abak sudah 42 tahun bekerja di rumah sakit umum Kota Padang.

Wan Abak mulai masuk menjadi pegawai honor di rumah sakit M Djamil Padang pada 1 Februari 1977.

Faktor ekonomi membuat Wan Abak harus bekerja serta meninggalkan pendidikan yang sedang dijalaninya.

Padahal saat itu ia hampir menyelesaikan studinya di bangku SLTP.

Kemudian ia mencoba mengadu nasib ke Kota Padang.

Dengan niat ingin mengubah kehidupan dan kembali melanjutkan sekolah menggunakan biaya sendiri.

Bekerja sebagai pegawai honor petugas pelaksana pembantu perawat di bangsal bedah di Rumah Sakit M Djamil Padang, Wan Abak saat itu menerima honor sebesar Rp 3.500 hingga Rp 4.000.

Satu Jam Terakhir Ani Yudhoyono Sebelum Menghadap Khalik, Air Mata SBY Jatuh Di Kening Ibu Ani

Liverpool Berhasil Meraih Gelar Juara Liga Champions Musim 2018-2019, Ikuti Jejak Bayern Muenchen

VIDEO-RAMALAN ZODIAK KESEHATAN 2 Juni 2019, Taurus Mulai Mengatur Pola Makan, Cancer Kurang Energik

Pekerjaan itu dilakoni Wan Abak, pria yang lahir pada 8 Agustus 1961 ini selama tiga tahun.

Pekerjaan pembantu perawat seperti mengobservasi keadaan pasien dari waktu ke waktu, membantu perawat saat melakukan tindakan awal bagi pasien yang membutuhkan, serta memastikan pasien meminum obat yang diberi oleh dokter telah dilakukannya.

"Di sana saya diberi amanah memberi nasi dan air minum pasien. Kemudian membersihkan ruangan seperti menyapu dan mengepel. Kadang juga saya diminta menjemput obat pasien ke apotek," jelas pria berusia 58 tahun ini.

Wan Abak juga sempat bertugas mengantar pasien ke kamar operasi hingga ke kamar mayat.

Berhadapan dengan jenazah pun telah biasa dilakukannya.

Mulai dari jenazah yang tubuhnya masih utuh maupun tidak lengkap anggota tubuhnya.

Pernah melihat jenazah korban pembunuhan dengan kondisi menggenaskan dan ada juga korban kecelakaan rel kereta api.

"Awalnya mendengar sirine ambulan saja saya takut tetapi lama kelamaan saya biasa menghadapi itu," ujar pria asal Tiakar Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh ini.

Wan Abak mengaku banyak merasakan suka dan duka selama bekerja di bangsal bedah.

Setelah setahun lamanya ia bekerja, kecelakaan bus terjadi di Sitinjau Lauik, Sumbar.

Seluruh korban dibawa ke rumah sakit M Djamil.

Semua staf rumah sakit saat itu turun membantu.

HASIL Kualifikasi MotoGP Italia 2019: Valentino Rossi Jadi Pembalap Yamaha Paling Belakang

ZODIAK CINTA Minggu 2 Juni 2019: Virgo Patah Hati, Taurus Menerima Kasih Sayang, Libra Tertekan

LIVE STREAMING Kompas TV: Jenazah Ani Yudhoyono Tiba di Tanah Air, Besok Sore Dimakamkan

"Saya saat itu membantu dokter melakukan investigasi. Saya merasa kasihan melihat para korban. Tapi saya juga kasihan kepada diri saya sendiri.

Para korban sudah jelas kematiannya dan ada yang menyelamatkan. Sementara saya sendiri belum jelas," ucapnya pada TribunPadang.com.

Wan Abak juga menuturkan bahwa dirinya pernah dikeroyok keluarga pasien.

"Saat itu disiplin ruangan bangsal sangat tinggi. Keluarga pasien yang bertamu di luar jam tamu dilarang masuk demi menjaga kesehatan dan kenyaman pasien.

Namun, setelah diberi tahu, keluarga pasien menolak. Kemudian saya dihadang oleh lima anggota keluarga pasien. Cekcok pun terjadi. Itu membuat saya luka-luka," cerita Wan Abak.

Kejadian tersebut sempat membuat keluarga pasien ditahan.

Tetapi Wan Abak memaafkan perlakuan tersebut dan mengeluarkan mereka dari tahanan.

Wan Abak paham, keluarga pasien tersebut tengah berada dalam kondisi panik dan stres.

Di bangsal bedah membuat ia harus tabah dan semangat menjalani pekerjaannya.

"Menegakkan suatu aturan itu tentu ada risiko. Di sana saya belajar memahami pola pikir orang lain. Saya yakin keluarga pasien saat itu pikirannya sedang kacau. Pikirannya bergejolak dan emosinya sedang tinggi," jelas Wan Abak.

Tahun 1980, Wan Abak dipindahkan ke bagian staf keperawatan.

Di sana ia bekerja membuat daftar pasien, blangko pasien, dan mengantar undangan rapat.

"Kalau ada rapat di bidang keperawatan, saya standby di sana untuk mengantar surat undangan. Pekerjaan itu bertahan hingga lima tahun lamanya," ucap pria tiga anak ini.

Kemudian sejak Mei 1985 ia dipindahkan ke bagian operator telepon.

Tugasnya mengangkat telepon seluruh kepala rumah sakit baik tingkat nasional maupun mancanegara.

Serta menyambungkan panggilan telepon dari bangsal bangsal yang ada di rumah sakit.

Menjalani pekerjaan sebagai operator telepon, ada kejadian aneh yang dialami Wan Abak.

Saat itu, nomor tak dikenal menghubungi pihak rumah sakit.

Ramalan Zodiak Bulan Juni 2019: Cinta Scorpio Bergelora, Aquarius Tebar Pesona, Libra Bereksplorasi

Ani Yudhoyono Meninggal di Bulan Ramadan, Gubernur Sumbar: Insyaallah Beliau Husnul Khotimah

Ivan Kolev Didesak Mundur dari Persija Jakarta, Barito Putera dan Persebaya Juga Pernah Mengalaminya

Sebagai operator telepon Wan Abak mengangkatnya, lalu ia mendapat kabar bahwa telah terjadi kecelakaan di suatu tempat dan dibutuhkan ambulan untuk didatangkan ke lokasi tersebut.

"Sudah kami kirim ambulah, eh ternyata tidak ada peristiwa kecelakaan di lokasi tersebut. Ternyata itu hoaks," ucap Wan Abak sembari ketawa menceritakan kejadian tersebut.

Singkat cerita, pada 2009 pernah terjadi gempa dahsyat mengguncang Kota Padang.

Wan Abak bercerita gempa tersebut membuat alat operator yang digunakannya untuk berkomunikasi sempat rusak.

Untuk sementara waktu tidak bisa dipakai.

Semua alat komunikasi terputus.

"Namun, Alhamdulillah saat itu pihak telkomsel membantu. Flexi dipasang di tempat strategis sehingga bisa memulihkan komunikasi kembali," syukur Wan Abak.

Dua puluh empat tahun bekerja sebagai operator telepon membuat wawasan Wan Abak bertambah, lancar berkomunikasi dan dikenal oleh banyak orang.

3 Kali Perubahan Jadwal Persib Bandung, Robert Rene Alberts: Ini Melanggar Regulasi Sepak Bola

Personel Polres Padang Pariaman Bagi-bagi Takjil Gratis, Anak Yatim Diberi Amplop dan Bingkisan

HASIL Kualifikasi MotoGP Italia 2019, Marc Marquez Start Terdepan, Valentino Rossi Posisi ke-18

Kini Wan Abak diamanahkan sebagai staf humas Rumah Sakit M Djamil Padang.

Ia bertugas melayani pasien, keluarga pasien, mendampingi media, dan lainnya.

Banyak pengaduan pasien yang ia terima.

Mulai pasien masuk rumah sakit tanpa BPJS hingga pasien kurang mampu.

"Kami pihak rumah sakit berusaha membantu pasien yang kurang mampu. Kami berusaha mencarikan bantuan dengan bekerja sama dengan dinas sosial dan Baznas," terang Wan Abak.

Ditemui di ruang Humas Rumah Sakit M Djamil Padang, pria tiga anak ini menunjukan wajah cerianya.

Seperti biasa ia memperlakukan orang lain sama tanpa pandang bulu.

Bisa bekerja di rumah sakit karena saat itu dia memang butuh uang untuk melanjutkan pendidikannya ke bangku menengah atas.

"Di samping kerja memang butuh uang, saya juga ingin membantu orang lain," ujar pria yang gegas ketika berjalan ini.

Bagi Wan Abak kenal dengan orang lain bisa dilihat dari cara berkomunikasi dengan seseorang.

Jika komunikasi seseorang itu baik, maka sebaliknya perlakuan lawan bicara juga akan baik.

"Kalau orang butuh informasi, kita sampaikan. Kalau saya tidak mampu membantu, saya terus terang saja kalau saya tidak bisa," ucapnya.

Dalam menjalani hidup, Wan Abak berpedoman kepada yang sudah-sudah hingga termotivasi untuk bekerja.

"Saya bawakan ke diri saya. Bagaimana jika saya berada di posisi orang tersebut. Ditambah saya juga berasal dari keluarga susah," kata Wan Abak, anak dari pasangan buruh bangunan dan pedagang buah ini.

Jika tak ada kendala apapun, Wan Abak bertekad ingin mengabdi dan menolong orang lain sepanjang hidupnya.

Ia ingin menolong orang lain sesuai kemampuannya.

Ia sungguh-sungguh ingin meringankan beban seseorang.

Jika beban seseorang berkurang, ada kepuasan tersendiri bagi dirinya.

Orang tuanya pernah berpesan kepadanya.

"Senangkanlah orang lain, kamu pasti akan merasa senang sendiri. Menolong orang lain jangan mengharapkan imbalan, harus ikhlas," kenang Wan Abak menirukan ucapan orang tuanya.

Pria yang memiliki nilai ilmu komunikasi tinggi saat SMA ini memiliki hobi sebagai penyiar.

Hobi itu membawanya menjadi penyiar radio di RRI tanpa honor.

Tapi itu tak masalah baginya. Ia hanya sekadar melepas hobi, menambah wawasan, dan pergaulannya.

Semua ilmu Wan Abak didapatkan secara otodidak.

Wan Abak berpesan jika ada orang yang membutuhkan bantuan, maka posisikan diri sama seperti orang tersebut.

"Bawakan ke diri kita penderitaan orang lain. Jika kita sudah merasakan, akan muncul jiwa sosial dan empati terhadap orang lain dengan mudah," tutup Wan Abak. (*)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved