JEJAK - ISIS di Filipina, Kerusakan Marawi Sama Parahnya dengan Kota Raqqa di Suriah
Norodin Lucman berasal dari sebuah keluarga dengan pengaruh Muslim yang kuat di Kota Marawi, kota berkibarnya bendera hitam ISIS
"Marawi adalah sebuah contoh diskriminasi, dengan tidak mengizinkan sistem mediasi penduduk asli melakukannya”.
Dia percaya Duterte telah salah dengan menolak negosiasi dengan ISIS.
Pemerintah Filipina sebetulnya juga telah bernegosiasi dengan Moro Islamic Liberation Front atau MILF.
MILF adalah kelompok Muslim pemberontak terbesar di Mindanao, banyak anggotanya membelot ke ISIS.
Sudah puluhan tahun kelompok ini berjuang untuk merdeka sebagai negara Muslim.
Tetapi setelah bertahun-tahun negosiasi, ia telah memoderasi tuntutannya dan sekarang berkampanye untuk wilayah Muslim dengan otonomi yang luas, yakni di kota Bangsamoro.
Jika niatnya tercapai, maka Bangsamoro akan memiliki parlemen, anggaran, dan hukum Islam sendiri.
Bencana Marawi telah mempercepat dorongan untuk perubahan, Presiden Duterte, yang terkenal dengan perang anti-narkoba brutalnya punya argumen persuasif dalam upayanya meyakinkan mayoritas Kristen untuk menerima Bangsamoro menjadi daerah otonomi.
Duterte sendiri berasal dari Mindanao - Presiden Filipina pertama dari kawasan itu. Para pemimpin MILF mengatakan kepada DW bahwa mereka "percaya ketulusannya."
"Saya tahu Duterte punya reputasi yang buruk di Jerman”, kata ahli politik Richard Heydarian kepada DW.
Tapi, setidaknya kita harus akui bahwa ia pantas mendapat pujian atas upaya yang diusahakannya di Mindanao.
"Dia telah menggunakan kekuasaannya untuk menekan dan meyakinkan elit politik Filipina untuk proyek otonomi Bangsamoro ini”.
Banyak orang Muslim di Mindanao menyebut ibukota sebagai "imperial Manila”.
Bangsamoro dijanjikan akan menjadi daerah otonomi dalam tiga tahun mendatang.
Akhirnya kami melihat "sebuah mekanisme dari penduduk asli dalam pemecahan masalah,” kata calon anggota senat Samira Gutoc.