Pemilu 2019

KPU Sumbar: Hitung Cepat, Jajak Pendapat, dan Hasil Survei Adalah Bentuk Partisipasi Masyarakat

Banyaknya hitung cepat, jajak pendapat, hasil survei pada Pemilu 2019 merupakan bentuk partisipasi masyarakat menegakkan proses demokrasi Indonesia

Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: Saridal Maijar
TRIBUNPADANG.COM/RIZKA DESRI YUSFITA
Komisioner KPU Sumatera Barat, Gebril Daulay 

Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rizka Desri Yusfita

TRIBUNPADANG.COM, PADANG – Banyaknya hitung cepat, jajak pendapat, dan hasil survei pada Pemilu 2019 merupakan bentuk partisipasi masyarakat menegakkan proses demokrasi di Indonesia.

Komisioner KPU Sumbar, Gebril Daulay mengungkapkan, proses itu dibolehkan, asalkan lembaga tersebut memenuhi syarat-syarat yang sudah tertera di KPU RI.

"Yang jelas lembaga tersebut mendaftar ke KPU RI 30 hari sebelum pemungutan suara serta memiliki badan hukum dan pengurus yang jelas," kata Gebril Daulay, Selasa (30/4/2019).

Ia menjelaskan, hasil survei, hitung cepat, dan jajak pendapat diatur dalam undang-undang Pemilu.

Puas Mendengar Aspirasi Emak-emak, Ini Tanggapan Ketua KPU Sumbar

Emak-emak Kaitkan Puting Beliung di Sumbar dengan Salah Input Data C1, KPU: Karena Faktor Kelelahan

"Mereka boleh melakukan sepanjang mereka mengikuti peraturan.

Di antaranya tidak boleh mengumumkan hasil survei pada masa tenang dan hanya boleh mengumumkan hasil survei dua jam setelah proses pemungutan suara dilakukan," jelas Gebril Daulay.

Ada hal yang lebih penting, kata Gebril Daulay, lembaga tersebut juga harus menyampaikan kepada publik bahwa hasil itu bukan hasil resmi KPU.

"Serta mereka juga harus menyampaikan meteodologi yang digunakan," jelasnya.

Jika melanggar, lembaga tersebut akan diproses oleh Bawaslu karena bisa jadi itu mengarah kepada dugaan pelanggaran.

Emak-emak Sebut Ada Orang yang Sudah Meninggal Ikut Mencoblos di Sumbar, Ini Kata KPU

Demo di KPU Sumbar, Puluhan Emak-emak Dijaga Ketat 127 Personel Kepolisian

"KPU juga dapat membentuk dewan etik. Dewan etik bisa berasal dari dua akademisi, dua orang profesional atau ahli lembaga survei, dan satu orang anggota KPU," jelas Gebril Daulay.

Biasanya, kata Gebril, kalau melanggar akan ada pengumuman bahwa lembaga survei tersebut tidak kredibel.

Akan tetapi kalau lembaga tersebut dikenai sanksi pidana oleh Bawaslu karena tidak memberitahukan bahwa prakiraan bukan hasil resmi Pemilu, dipidana dengan kurungan penjara satu tahun enam bulan dan denda paling banyak Rp 18 juta.

"Kalau mengumumkan sebelum dua jam setelah pemungutan suara, pidana 1 tahun 6 bulan dan denda paling banyak Rp 18 juta," tutup Gebril Daulay.(*)

Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved