Gempa 30 September

16 Tahun Gempa Sumbar 2009: Kisah Zuraida Lawan Puing dan Lumpur Demi Selamatkan Keluarga

Hari sudah beranjak ke senja, jarum jam menunjuk pukul 17.15 WIB. Zuraida baru saja kembali dari sawah, debu dan keringat masih

Penulis: Panji Rahmat | Editor: Mona Triana
TribunPadang.com/Panji Rahmat
GEMPA 30 SEPTEMBER: Zuraida penyintas gempa 30 September saat menunjukan rumah tempat ibu nenek dan bibinya terperangkap. 16 tahun sejak kejadian berlangsung trauma masih menyelimutinya. 

Bukan air sungai biasa. Itu adalah tanah merah pekat, mengalir seperti banjir bah kecil, berbusa, dan membawa bau lumpur tajam.

Zuraida tersentak. Aliran itu adalah air mata dari bukit yang runtuh, longsoran yang telah menimbun Korong Lubuk Laweh dan Lareh Nan Panjang.

Lumpur itu menyumbat aliran sungai di hulu, memicu banjir bandang dadakan yang tiba-tiba melahap desa.

Rasa terkejut Zuraida berubah menjadi kengerian ketika ia menoleh ke arah Korong Lubuk Laweh.

Sekolah dasar yang biasanya menjadi penanda pemukiman, sore itu lenyap. Hilang, ditelan gabungan kekuatan gempa, longsor, dan air bah.

Peristiwa 16 tahun silam itu belum sedikit pun beranjak, rasa takut itu masih hidup. Ia mengenang percakapan hatinya, sebuah bisikan pilu yang merangkum seluruh kehancuran yang ia saksikan:

“Ondeh lai ndak habis dunsanak wak di sinan sadonyo ko ya allah,” (Ya Tuhan, jangan-jangan semua saudara saya lenyap di sana).

Pilihan Tersulit dalam Kegelapan

Sekitar pukul 18.30 WIB, suami dan anaknya kembali ke rumah. Mereka mendapati kampung sudah diselimuti hujan deras, lampu padam, dan udara yang dingin mencengkam.

Suami Zuraida bersyukur melihat istrinya selamat, tetapi keadaan belum selesai.

Warga yang lebih dulu berhasil menyelamatkan diri sudah menyebar kabar peringatan banjir bah susulan dan gempa lanjutan masih mungkin terjadi. Kampung itu harus segera ditinggalkan.

Malam itu, keputusan Zuraida adalah yang tersulit. Di tengah evakuasi massal yang membuat kampung kosong melompong, ia melihat neneknya dan adik ibunya (bibinya) yang terbaring tak berdaya.

Dalam kondisi luka memar dan dugaan tulang patah, mereka mustahil bisa digotong menempuh jarak aman.

Zuraida tahu, kunci keselamatan mereka adalah kendaraan roda empat.

Di tengah kepanikan dan kegelapan, ia berjuang mencari mobil milik warga.

Sumber: Tribun Padang
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved