Kasus Tanpa Kewarganegaraan di Sumbar

Kasus WNA Didetensi di Imigrasi Agam, Akan Dipulangkan ke Malaysia dengan Pertimbangan HAM

Kepala Kantor Imigrasi Agam, Budiman Hadiwasito mengaku sudah berkoordinasi dengan Kakanwil Sumbar dan Ombudsman terkait

Penulis: Muhammad Iqbal | Editor: Mona Triana
Ist
KASUS TANPA KEWARGANEGARAAN: Salah satu dokumen Nur Amira yang dikeluarkan Konsulat Jeneral Malaysia Medan terkait kasus tanpa kewarganegaraan. Kepala Kantor Imigrasi Agam sebut akan memulangkan NA ke Malaysia. 

TRIBUNPADANG.COM, AGAM - Kepala Kantor Imigrasi Agam, Budiman Hadiwasito mengaku sudah berkoordinasi dengan Kakanwil Sumbar dan Ombudsman terkait kasus detensi seorang Warga Negara Asing (WNA) berinisial NA.

Koordinasi itu juga dilakukan pasca pihak Imigrasi Agam menerima surat dari anak WNA tersebut yang bernama Zahira.

Menanggapi surat tersebut, Budiman mengatakan bahwa pihaknya langsung berkoordinasi dengan Kakanwil Sumbar dan Ombudsman.

“Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Kakanwil Imigrasi Sumbar, setelah melakukan klarifikasi Ke Ombudsman Sumbar, bahwa ibu anak tersebut yaitu NA adalah murni orang asing," kata Budiman.

Ia mengatakan berdasarkan dokumen yang ada, ayah dari NA terdaftar sebagai berkewarganegaraan Malaysia sedangkan ibunya Singapura.

"Sehingga tidak ada garis keturunan Indonesia, baik dari ayah maupun ibunya. Jadi, NA ini adalah orang asing murni," sebutnya.

Budiman menuturkan, Kakanwil Sumbar juga menjelaskan bahwa NA akan dipulangkan ke negara asalnya, yakni Malaysia.

Namun kata Budiman, pihak Imigrasi tetap mempertimbangkan aspek Hak Asasi Manusia (HAM), di mana NA tidak akan dilakukan penangkalan sehingga dapat masuk kembali ke Indonesia untuk bertemu dan berkumpul dengan anaknya.

"Tentu dengan prosedur yang benar yaitu menggunakan paspor Malaysia dan menggunakan visa," kata Budiman.

Sementara itu, Budiman menegaskan NA memang telah tinggal puluhan tahun di Indonesia, namun hal tersebut tidak otomatis menjadikan dia sebagai Warga Negara Indonesia.

"NA tinggal tanpa izin resmi selama puluhan tahun, NA tidak pernah melapor ke kantor imigrasi, dan bahkan NA memiliki KTP yang bukan haknya," katanya.

Ia melanjutkan bahwa pada tahun 2024 lalu, NA sudah dideportasi ke Malaysia dengan menggunakan travel dokumen dalam bentuk Surat Pengakuan Cemas yang dikeluarkan Kantor Perwakilan Malaysia yang berada di Indonesia.

Menurut Budiman, dokumen kependudukan yang dimiliki NA seperti KTP, telah diserahkan kembali ke Disdukcapil Payakumbuh.

"Namun ketika berada di Malaysia, NA kembali bermasalah karena mengaku sebagai WNI dengan memperlihatkan foto KTP yang ada di handphone-nya," pungkas Budiman.

Atas dasar itulah kata Budiman, NA memperoleh Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) dan dipulangkan ke Indonesia.

“Kasus ini tentu menjadi pelajaran untuk kita semua bagaimana kita harus menghormati dan menaati prosedur hukum keimigrasian di suatu negara. Sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi," tambah Budiman.

Sementara itu dalam berita sebelumnya, Zahira, tertunduk lesu saat menjenguk sang ibu yang didetensi di Imgirasi Agam, Jumat (26/9/2025).

Detensi merupakan proses penahanan sementara terhadap orang asing (Warga Negara Asing) yang melanggar peraturan keimigrasian.

Zahira merupakan siswi kelas tiga Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Situjuah Limo Nagari yang berjuang seorang diri agar ibunya tak dideportasi ke Malaysia.

Tribunpadang.com menemui Zahira saat di Kantor Imigrasi Agam pada Jumat (26/9/2025) sore, ia tertunduk lesu dan matanya berkaca-kaca.

Baca juga: Siswi SMP di Payakumbuh Mohon Ibunya Tak Dideportasi Lagi ke Malaysia, Ombudsman Sumbar Turun Tangan

Zahira yang saat itu menemui sang ibu dari balik jeruji besi berwarna biru, berbalik arah saat Tribunpadang.com menemuinya.

Ia terlihat mengenakan pakaian berwarna krem dan jilbab pink.

Dengan wajah yang lesu, Zahira lalu bercerita dari awal ibunya dideportasi hingga akhirnya menyurati Kantor Imigrasi Agam dan Ombudsman.

Surat tersebut menjadi titik awal perjuangan Zahira agar ibunya tidak dideportasi dan tetap tinggal bersamanya di Indonesia.

KRONOLOGI

Kisah ini bermula pada Oktober 2024 lalu, saat Nur Amira dideportasi ke Malaysia lantaran memiliki paspor dan akta kelahiran Negeri Jiran.

Namun, saat mengurus dokumen di Jabatan Pendaftaran Negara (JPN) Malaysia, data identitas ibunya tidak ditemukan.

Baca juga: Nasib Pilu Wanita Sumbar Nur Amira: Tak Diakui WNI, Dideportasi Malah Dipenjara di Malaysia

Karena sudah lebih dari 30 tahun meninggalkan Malaysia, Nur Amira tidak lagi terdaftar sebagai warga di sana.

Akibatnya, ia sempat ditangkap otoritas imigrasi Malaysia dan dipenjara selama dua bulan di Penjara Kajang.

Setelah bebas, Nur Amira akhirnya dipulangkan ke Indonesia menggunakan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) yang diterbitkan KJRI Johor Bahru.

Selama lima bulan terakhir, ia kembali tinggal bersama Zahira di Lima Puluh Kota.

Namun, ketika hendak mengaktifkan KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Nur Amira diminta membawa Surat Keterangan WNI dari Kantor Imigrasi Agam. Proses inilah yang membuat kasus baru muncul.

Zahira menuturkan, ibunya sempat dimintai keterangan oleh pejabat Imigrasi Agam. SPLP yang dimiliki Nur Amira disebut perlu diverifikasi ke KJRI Johor Bahru.

Baca juga: Kasus Stateless di Sumbar, Ombudsman Sebut Rumit: Nur Amira Terancam Dipenjara Lagi di Malaysia

Setelah hampir dua minggu, keluar surat pembatalan SPLP dari KJRI, dan saat itu juga Nur Amira langsung ditahan di ruang detensi Imigrasi Agam.

“Yang saya tahu, ibu saya ditahan tanpa ada surat berita acara penahanan. Sampai sekarang ibu masih di dalam, sementara saya sangat membutuhkan beliau untuk sekolah dan kehidupan sehari-hari,” kata Zahira sembari mengingat kejadiannya ketika ditemui di Kantor Imigrasi Agam, Jumat (26/9/2025).

NUR AMIRA DIDETENSI IMIGRASI AGAM

Sudah sepekan lamanya, Nur Amira masih didetensi di Imigrasi Agam lantaran adanya pembatalan SPLP dari KJRI oleh Imigrasi Agam.

Selama sepekan itu juga, Zahira sudah mengunjungi ibunya sebanyak 2 kali, yaitu pada Rabu (24/9/2025) dan Jumat (26/9/2025) kemarin.

Pada Jumat kemarin juga, Zahira mengaku telah membuat janji kepada pihak Imigrasi Agam.

"Selain menjenguk ibu, saya buat janji dengan bagian intel di Imigrasi Agam. Saya sudah darang sejak pukul 09:00 WIB, tapi bapaknya ada acara di Payakumbuh, lalu dijanjikan bertemu pukul 14:00 WIB namun tidak jadi juga," ungkap Zahira saat ditemui di Imigrasi Agam.

Meski begitu, ia tetap menjenguk sang ibu dari balik jeruji di Imigrasi Agam.

Baca juga: Kurir Paket di Bekasi Dibacok Pelanggan Saat Tagih COD Rp30 Ribu, Pelaku Pernah Ancam Kurir Lain

PERJUANGAN ZAHIRA MENEMUI SANG IBU

Meski seorang diri dan tidak memiliki kendaraan, Zahira tetap menemui sang dengan menaiki kendaraan umum.

Dari Nagari Situjuah Batua, Kecamatan Situjuah Limo Nagari, Kabupaten Limapuluh Kota, tempat ia menetap sementara di rumah bos ibunya bekerja, Zahira menaiki ojek ke Jalan Lintas Payakumbuh-Bukittinggi.

Lalu, dari jalan lintas tersebut ia menyambung langkahnya dengan menaiki angkutan umum ke kantor Imigrasi Agam untuk menjenguk sang ibu.

"Saya datang sendiri, tidak ada keluarga menemani. Tadi juga naik ojek lalu disambung dengan angkutan umum ke sini," ujar Zahira saat menceritakan perjalanannya.

Zahira mengaku, ia diberi ongkos oleh bos dari sang ibu untuk sampai ke Imigrasi Agam.

Meski bos sang ibu tak bisa menemani karena ada urusan penting yang tak dapat ditinggalkan, hal itu tidak menyurutkan niat Zahira.

Bahkan, Zahira mengaku rela libur sekolah demi bisa menjenguk sang ibu.

"Demi ibu, apapun akan Zahira lakukan, termasuk cuti sekolah, agar Zahira bisa bersama ibu lagi. Namun setelah itu, Zahira akan rajin belajar lagi," pungkasnya kepada Tribunpadang.com.

LANGKAH PERJUANGAN ZAHIRA DEMI KEBEBASAN SANG IBU

Sudah didetensi selama sepekan, Zahira mengkhawatirkan ibunya akan dideportasi lagi ke Malaysia.

Pihak Imigrasi Agam kata Zahira melakukan detensi terhadap ibunya lantaran SPLP yang didapat perlu diverifikasi lagi.

Tentu hal itu akan memisahkan Zahira dengan Nur Amira, sosok yang sangat dibutuhkannya saat sekarang di sisinya.

Lalu, merasa ibunya bakal dideportasi lagi ke Malaysia lantaran SPLP yang dimiliki Nur Amira disebut perlu diverifikasi ke KJRI Johor Bahru oleh Imigrasi Agam, Zahira memulai langkah perjuangannya.

Ia bercerita kepada wali kelas dan beberapa guru lain di sekolahnya mengenai nasib sang ibu.

"Saat tahu ibu saya ditahan oleh Imigrasi Agam, saya takut kembali dideportasi, sementara saya sangat membutuhkan ibu. Saya lalu menceritakan kepada wali kelas dan beberapa guru di sekolah dan mereka menyarankan menyurati Ombudsman," kata Zahira.

Tak langsung menyurati Ombudsman, ia meminjam gawai bos sang ibu untuk mencari tahu mengenai lembaga tersebut.

Setelah itu, ia meminta bantuan bos sang ibu dalam menulis pesan yang hendak disampaikan.

"Saya minta saran juga sebelum menulis surat kepada bos ibu saya, setelah itu baru menulis sendiri," ucap Zahira, saat ditemui Tribunpadang.com kembali di kediaman bos ibunya, Jumat (26/9/2025) malam.

Di rumah kediaman ibunya, ia menceritakan tulisan yang ia kirim ke Ombudsman agar dapat didengar dan ibunya tidak lagi dideportasi lagi ke Malaysia.

Selain itu, Zahira juga mengirim surat untuk Kantor Imigrasi Agam agar ibunya tidak dideportasi.

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved