Menyapa Nusantara

Pemuda Lumajang olah Limbah MBG Jadi Produk Ramah Lingkungan

Limbah makanan dari program makan bergizi gratis di Lumajang disulap pemuda jadi eco enzyme yang bermanfaat dan bernilai ekonomi.

Editor: Emil Mahmud
DOK: ANTARA
Salah satu Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menyediakan menu MBG di Lumajang. ANTARA/HO-Diskominfo Lumajang 

Asriafi berharap program seperti itu bisa direplikasi di seluruh Lumajang. Dengan sinergi antara pemerintah, komunitas muda, dan penggiat inovasi, maka limbah makanan bisa menjadi sumber daya ekonomi dan edukasi lingkungan.

Menurutnya potensi ekonomi dari eco enzyme cukup menjanjikan. Satu liter eco enzyme bisa dijual dengan harga yang kompetitif, sementara pupuk cair atau pakan magot juga memiliki pasar tersendiri, baik untuk petani maupun pengusaha kecil.

Lebih dari itu, program itu menumbuhkan jiwa wirausaha hijau generasi muda dengan belajar mengelola bisnis sambil peduli lingkungan. Eco enzyme menjadi simbol bagaimana kreativitas bisa mengubah masalah menjadi solusi bernilai.

Asrofi yang juga founder Waroeng Domba 99 dan Rumah Muda Berdaya itu mengajak para pemuda di Lumajang untuk ikut mengolah limbah MBG menjadi peluang usaha yang menjanjikan.

Kompos dan pupuk cair

Ide mengolah limbah MBG juga dipraktikkan seorang petani muda yang juga aktif di komunitas lingkungan, Dzaki Fahruddin, yang mengumpulkan sisa makanan dari dapur umum MBG di SPPG Yosowilangun untuk diolah menjadi eco enzyme yang kemudian dijadikan  kompos dan pupuk cair.

Selain mengurangi sampah, hasilnya juga bermanfaat untuk pertanian. Ia juga kini sedang mengembangkan limbah itu menjadi produk inovasi lain yang bernilai tinggi

Menurutnya, proses pembuatan eco enzyme sederhana, tapi membutuhkan disiplin.

Baca juga: Jadwal Kapal KM Sabuk Nusantara 37 Oktober 2025: Hari Ini Berangkat dari Sikabaluan ke Siberut

"Limbah makanan dicacah kecil, dicampur gula merah dan air, kemudian difermentasi selama tiga bulan sebelum menjadi eco enzyme yang siap digunakan," katanya menjelaskan.

Pengolahan limbah MBG bukan sekadar inovasi individu, tapi itu adalah gerakan kolektif yang bisa menginspirasi desa lain untuk memanfaatkan limbah, mengurangi sampah, dan menciptakan peluang ekonomi baru.

Dzaki membuktikan bahwa inovasi sederhana bisa berdampak besar karena limbah MBG bukan lagi sampah, tapi modal untuk masa depan yang lebih hijau, kreatif, dan mandiri.

Limbah MBG itu juga bisa diolah menjadi pupuk cair. Awalnya sebagian petani ragu menggunakannya, tapi setelah melihat hasilnya dengan pemakaian pupuk cair itu lahan jadi lebih subur daripada dengan pupuk yang biasa dipakai, maka para petani pun antusias. Apalagi setelah melihat tanaman tumbuh lebih sehat dan bisa menghemat biaya.

Keberhasilan para pemuda untuk mengolah limbah menjadi peluang usaha patut diapresiasi semua pihak karena berdampak pada sektor pertumbuhan ekonomi sekaligus kesehatan lingkungan. (ANTARA)

Oleh Zumrotun Solichah

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved