Pilpres 2024

Diskusi DPD PDIP Sumbar: Basuki Hadimoeljono, Saldi Isra, dan Puan Maharani Masuk, Bursa Bacawapres

Editor: Emil Mahmud
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sekjen DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto dan Ketua DPD PDIP Sumatera Barat, Alex Indra Lukman, dan Pengurus seorang pengurus lainnya, Yogi Yolanda, dalam satu agenda beberapa waktu lalu.

 

Enam tokoh lainnya: Soekarno, Ahmad Subardjo, KH Wahid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir dan Abikusno Tjokrosuyoso.

 

Fatwa jihad yang fenomenal dari KH Hasyim Asy’ari pada tanggal 22 Oktober 1945, salah satu substansinya adalah penegasan bagi umat Islam Indonesia untuk mempertahankan proklamasi kemerdekaan RI.

Sosok KH Hasyim Asy’ari tidak bisa dipisahkan dengan “Tanah Minang”. Bersama KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari adalah murid dari Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, ulama besar asal Minang yang jadi guru di Mekkah.

 

Dampak dari Fatwa Jihad KH Hasyim Asy’ari sangatlah besar. Ketika itu, selain sebagai Rois Aam NU, KH Hasyim Asy’ari juga merupakan pemimpin tertinggi umat Islam Indonesia. Beliau adalah Ketua Majelis Syuro Masyumi, dengan wakilnya, Ki Bagus Hadikusumo, Ketua Muhammadiyah.

 

Alhasil, wajarlah fatwa jihad Kyai Hasyim Asy’ari itu mendapat sambutan luas dari seluruh kaum muslimin Indonesia.

 

Pada masa demokrasi terpimpin tahun 1945-1957, terdapat empat Perdana Menteri Indonesia asal Minang berkiprah dalam perkembangan sistem pemerintahan di Indonesia. Mereka yakni Mohammad Hatta, Abdul Halim, Sutan Sjahrir dan Mohammad Natsir.

 

Selanjutnya, jika ditarik lebih ke depan, juga ada nama Buya Hamka, tokoh informal yang tak kalah mewarnai perjalanan bangsa Indonesia.

 

Memasuki era orde baru, tokoh Minang juga terus berkontribusi. Jenderal Polisi (Purn) Prof Awaludin Djamin, Azwar Anas, Sjahril Sabirin dan Bustanil Arifin, di antar sedikit nama yang berkontribusi bagi bangsa ini.

 

Setelah reformasi, nama-nama yang berkaitan dengan Tanah Minang, juga terus mendermakan baktinya untuk bangsa. HM Jusuf Kalla, bisa dikatakan puncaknya.

 

Sebagai semenda Minang, Jusuf Kalla meraih posisi wakil presiden dengan dua presiden dan periode berbeda. Soesilo Bambang Yudhyono (periode 204-2009) dan Joko Widodo di periode pertamanya, periode 2014-2019.

 

Pada perhelatan Pemilu 2024 mendatang, Puan Maharani, Saldi Isra maupun Mochamad Basuki Hadimoeljono, memiliki kapasitas yang telah teruji dalam mendermakan bakti terbaiknya bagi bangsa, sebagaimana telah dibuktikan para pendahulunya dari tanah Minang.

 

Apakah sejarah, akan mengulang takdirnya bagi tokoh berdarah Minang di Pemilu 2024? Kesempatannya masih terbuka lebar. (Rel/*)

Berita Terkini