Profil dan Biodata

Profil dan Biodata Arief Hidayat, Hakim MK yang Punya Pendapat Berbeda soal Sistem Pemilu 2024

Editor: Rizka Desri Yusfita
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Profil dan Biodata Arief Hidayat (tengah), Hakim MK yang mempunyai pendapat berbeda soal Sistem Pemilu 2024. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sistem proporsional terbuka digunakan untuk Pemilu 2024 dalam sidang pleno yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6/2023).

TRIBUNPADANG.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sistem proporsional terbuka digunakan untuk Pemilu 2024 dalam sidang pleno yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6/2023).

Seorang hakim Arief Hidayat memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion.

Menurutnya, perlu ada peralihan sistem Pemilu dari sistem proporsional terbuka ke sistem proporsional terbuka terbatas.

"Setelah lima kali penyelenggaraan Pemilu, diperlukan evaluasi, perbaikan, dan perubahan pada sistem proporsional terbuka yang telah empat kali diterapkan, yakni pada Pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019. Peralihan sistem Pemilu dari sistem proporsional terbuka ke sistem proporsional terbuka terbatas diperlukan," kata Arief dalam persidangan.

Lantas siapa hakim Arief Hidayat? Simak profil dan biodatanya!

Arief Hidayat dilantik oleh Presiden Joko Widodo menjadi Hakim Konstitusi periode 2018-2023 di Istana Negara pada 27 Maret 2018.

Arief Hidayat pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pada periode 2013-2016.

Setelah itu, Arief Hidayat menggantikan Hamdan Zoelva sebagai Ketua MK pada periode 2015-2017.

Ketua MK Hamdan Zoelva mengakhiri jabatannya pada 7 Januari 2015.

Baca juga: MK Tolak Permohonan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Salah Satu Hakim Punya Pendapat Berbeda

Dilansir MKRI Arief Hidayat tak pernah membayangkan untuk menjabat sebagai hakim konstitusi.

Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro tersebut mengisahkan tak pernah sekalipun terlintas dalam pikirannya untuk duduk dalam posisinya sekarang sebagai seorang hakim konstitusi.

Sedari kecil, ia hanya memiliki satu cita-cita, yakni menjadi seorang pengajar.

Namun ketika ditanya alasannya mendalami ilmu hukum, Arief mengungkapkan sejak SMU, kecenderungan dalam dirinya tertarik pada pelajaran ilmu pengetahuan sosial.

“Saya selalu tertarik pada kasus-kasus penegakan hukum terutama karena saat itu masih ada rezim otoriter. Nama-nama seperti Yap Thiam Hien, Suardi Tasrif dan Adnan Buyung menginspirasi saya untuk kuliah fakultas hukum, padahal tadinya saya berniat untuk kuliah di fakultas ilmu politik. Tapi setelah menjadi guru besar, saya memahami kalau ilmu hukum tidak bisa terlepas dari ilmu politik,” kenang pria kelahiran 3 Februari 1956.

Arief mengisahkan, lima tahun lalu mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, pernah mendorongnya untuk maju sebagai hakim konstitusi.

Namun, karena saat itu dia masih memegang jabatan sebagai dekan, maka dorongan itu tak bisa dipenuhinya.

“Menjadi seorang hakim konstitusi merupakan posisi yang mulia dan waktu itu saya belum berani mengambil posisi mulia itu,” ujarnya.

Pendidik yang Terjun Menjadi Hakim Konstitusi

Sepanjang kariernya, Arief fokus di dunia pendidikan dengan tujuan untuk mencerdaskan generasi muda. Tak hanya itu, ia bercita-cita untuk menyebarkan virus-virus penegakan hukum kepada generasi muda.

“Saya memiliki tujuan menyebarkan virus-virus bagaimana mengelola Indonesia dengan baik terutama dalam bidang penegakan hukum, tapi ketika itu saya belum berani menjadi hakim,” terangnya.

Dikisahkan Arief bahwa suatu kali ia pernah dipesankan oleh Prof. Satjipto Rahardjo, jabatan yang telah dipilihnya sebagai dosen memiliki konsekuensi sebagai profesi yang tidak mungkin kaya secara materiil.

Namun, lanjut Arief, meski tidak kaya secara materiil, tetapi kaya akan lmu dan penghargaan serta penghormatan dari para mahasiswa.

“Dari situ, Prof. Satjipto menjelaskan karier puncak yang harus saya raih adalah menjadi guru besar. Dan saya memperoleh (gelar) Guru Besar dari UNDIP pada 2008, selain itu menjadi Dekan adalah jabatan puncak lainnya. Amanah yang harus saya lakukan sebaik-baiknya,” tuturnya.

Kemudian, setelah selesai menjabat dekan, dia pun memberanikan diri mendaftar sebagai hakim MK melalui jalur DPR. Keberanian ini diperolehnya berkat dukungan dari berbagai pihak terutama para guru besar Ilmu Hukum Tata Negara, seperti Guru Besar HTN Universitas Andalas Saldi Isra.

“Makanya ketika saya mendaftar ke DPR untuk fit and proper test, yang saya bawa adalah dukungan dari fakultas hukum dan pusat studi konstitusi dari berbagai perguruan tinggi,” paparnya.

Saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi III DPR, Arief mengusung makalah bertajuk 'Prinsip Ultra Petita dalam Putusan MK terkait Pengujian UU terhadap UUD 1945'.

Dinilai konsisten dengan paparan yang telah disampaikan dalam proses fit and proper test tersebut, ia pun terpilih menjadi hakim konstitusi, dengan mendapat dukungan 42 suara dari 48 anggota Komisi III DPR, mengalahkan dua pesaingnya yakni Sugianto (5 suara) dan Djafar Al Bram (1 suara).

Menurut Arief, saat awal-awal mengemban amanat sebagai hakim ia berada dalam proses adaptasi karena menjadi hakim konstitusi adalah hal yang masih sangat baru baginya.

“Saya menyadari saat ini masih dalam proses adaptasi sebagai hakim konstitusi. Tapi saya melihat hakim konstitusi yang mempunyai tugas tak hanya mengawal konstitusi (guardian of constitution), namun juga mengawal ideologi negara (guardian of ideology) sehingga posisi inilah yang saya sebut posisi mulia untuk kepentingan bangsa ke depan,” ujarnya.

Pakar Yuridis-Romantis

Bagi Arief, MK bukanlah merupakan lembaga yang asing. Pria kelahiran Semarang, 3 Februari 1956 ini bukan “orang baru” di dunia hukum, khususnya hukum tata negara.

Selain aktif mengajar, ia juga menjabat sebagai ketua pada beberapa organisasi profesi, seperti Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN Jawa Tengah, Ketua Pusat Studi Hukum Demokrasi dan Konstitusi, Ketua Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Indonesia, serta Ketua Pusat Studi Hukum Lingkungan.

Di samping itu, Arief juga aktif menulis. Tidak kurang dari 25 karya ilmiah telah dia hasilkan dalam kurun waktu lima tahun terakhir, baik berupa buku maupun makalah.

Sebagai bagian dari friends of court, dirinya juga sering terlibat dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh MK. Ia aktif menjadi narasumber maupun menjadi juri dalam setiap kegiatan MK berkaitan dengan menyebarluaskan mengenai kesadaran berkonstitusi.

“Saya membantu Sekretariat Jenderal MK merumuskan kegiatan yang berkaitan dengan jaringan fakultas hukum di setiap perguruan tinggi di Indonesia. Sehingga di situ, saya semacam kepala suku yang menggunakan pendekatan yuridis romantis kepada kelompok yang sebagian besar merupakan guru besar Ilmu Hukum Tata Negara di berbagai fakultas hukum di Indonesia. Saya sampai disebut sebagai pakar yuridis romantis,” terangnya.

Disinggung mengenai hal tersebut, Arief mengungkapkan bahwa panggilan itu muncul karena ia kerap kali menjadi penengah antara guru besar yang berpegang pada beberapa pendekatan dalam Ilmu Hukum Tata Negara.

Menurutnya, beberapa guru besar membanggakan salah satu pendekatan tertentu daripada lainnya.

“Dalam Ilmu Hukum Tata Negara hanya ada pendekatan yuridis normatif dan yuridis sosiologis, orang yang senang dengan dua pendekatan itu membimbing mahasiswa sering kali bertikai dan merasa bagus salah satunya. Bagi saya, keduanya saling melengkapi dan bagus disesuaikan dengan penelitiannya. Maka supaya tidak bertikai, saya menyebut yang terbagus adalah yuridis romantis,” kelakarnya.

Arief menyadari bahwa dirinya bukanlah sosok hakim yang sempurna tanpa cela. Ia berujar bahwa dirinya tidak menilai diri menjadi sosok hakim yang sempurna dan tidak bermasalah.

“Saya masih terus belajar dan membutuhkan dukungan dari teman-teman hakim konstitusi. Karena menjadi hakim konstitusi, adalah pekerjaan yang kolegial. Bagi saya menjadi hakim bukan untuk mencari kekayaan, melainkan bagaimana menjaga negara dengan sebaik-baiknya dan menciptakan masyakarat yang adil dan makmur,” tandasnya.

Arief selalu menyatakan kesiapannya memenuhi pesan para pendahulunya untuk menjaga independensi MK sebagai prinsip penting bagi sebuah lembaga peradilan. Ia pun meminta agar semua pihak ikut mengawasi kinerjanya sebagai hakim konstitusi.

Biodata

Tempat, Tanggal lahir: Semarang, 3 Pebruari 1956

Periode Pertama

Ketua Mahkamah Konstitusi (14 Januari 2015 - 14 Juli 2017)

Periode Kedua

Ketua Mahkamah Konstitusi (14 Juli 2017 – 1 April 2018)

Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (6 November 2013 - 12 Januari 2015)

Hakim Konstitusi

Periode Pertama (1 April 2013 - 1 April 2018)

Periode Kedua (1 April 2018 – 1 April 2023)

Keluarga:

Istri:

Dr. Tundjung Herning Sitabuana, S.H.,C.N.,M.Hum.

Anak:

Adya Paramita Prabandari, S.H.,MLI.,M.H.
Airlangga Surya Nagara, S.H.,M.H.

Pendidikan:

SD, SMP, SMA di Semarang
S1- Fakultas Hukum UNDIP (1980)
S2 - Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Airlangga/UNAIR (1984)
S3 - Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro/UNDIP (2006)

Karier:

Staf Pengajar Fakultas Hukum UNDIP
Staf Pengajar Program Magister Ilmu Hukum (S2 Ilmu Hukum), Program Magister Ilmu Lingkungan, Program Doktor (S3) Ilmu Hukum, dan Program Doktor Ilmu Lingkungan UNDIP
Dosen Luar Biasa pada Fakultas Hukum Program S2 dan S3 di berbagai PTN/PTS di Indonesia
Pengajar kursus-kursus Amdal, Audit Lingkungan PPLH UNDIP, dan kursus-kursus Teknik Perundang-Undangan di UNDIP
Anggota Tim Assesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (KEMDIKBUD RI) dan anggota Tim Penilai Angka Kredit Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi KEMDIKBUD R
Sekretaris Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum; Sekretaris Badan Koordinasi Mahasiswa (BKK)/ Sekretaris Pembantu Rektor III; Pembantu Dekan II Fakultas Hukum; Pembantu Dekan I Fakultas Hukum; Dekan Fakultas Hukum; dan Ketua Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum; kesemuanya di UNDIP
Guru Besar Fakultas Hukum UNDIP, Semarang (2008)
Hakim Konstitusi (2013-2018).

Organisasi

1. Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN Jawa Tengah

2. Ketua Pusat Studi Hukum Demokrasi dan Konstitusi

3. Ketua Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Indonesia

4. Ketua Pusat Studi Hukum Lingkungan

5. Anggota Pusat Studi Hukum Kepolisian

Bidang Keahlian

Hukum Tata Negara

Hukum dan Politik

Hukum dan Perundang-Undangan

Hukum Lingkungan

Hukum Perikanan

Riwayat Kepangkatan Dosen

1. Calon Pegawai Negeri Sipil, III-A Tahun 1981

2. Penata Muda, III-A, Tahun 1982

3. Penata Muda Tingkat I, III-B, Tahun 1984

4. Penata, III-C, Tahun 1986

5. Penata Tingkat I, III-D, Tahun 1990

6. Pembina, IV-A, Tahun 1995

7. Pembina Tingkat I, IV-B, Tahun 2003

8. Pembina Utama Muda, IV-C, Tahun 2005

9. Pembina Utama Madya, IV-D, Tahun 2008

10. Pembina Utama, IV-E, 2010

Riwayat Jabatan Dosen

1. Asisten Ahli Madya, Tahun 1982

2. Asisten Ahli, Tahun 1984

3. Lektor Muda, Tahun 1986

4. Lektor Madya, Tahun 1990

5. Lektor, Tahun 1995

6. Lektor Kepala, Tahun 2003

7. Guru Besar, Tahun 2008

Riwayat Jabatan Struktural Dosen

1. Sekretaris Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UNDIP

2. Sekretaris Badan Koordinasi Mahasiswa (BKK)/ Sekretaris Pembantu Rektor III UNDIP

3. Pembantu Dekan II Fakultas Hukum UNDIP

4. Pembantu Dekan I Fakultas Hukum UNDIP

5. Dekan Fakultas Hukum UNDIP

6. Ketua Program Magister Ilmu Hukum FH UNDIP

Riwayat Pekerjaan Lainnya

1. Menjadi peserta Rakertas di Dewan Ketahanan Nasional 1997

2. Menjadi narasumber di Departemen Dalam negeri RI 2003-2005

3. Sekretaris Panitia Tim Seleksi KPU Provinsi Jawa Tengah 2008

4. Anggota Panitia Seleksi KPID Jawa Tengah

5. Anggota Panitia Seleksi KIP Jawa Tengah

6. Menjadi narasumber di berbagai seminar, lokakarya, pelatihan di tingkat Nasional dan Jawa Tengah

7. Menjadi narasumber pada Kursus Pimpinan Tingkat I

8. Mitra Bestari Dewan Redaksi Jurnal Konstitusi Pusat Kajian Konstitusi Universitas Negeri Semarang

9. Mitra Bestari Dewan Redaksi Jurnal Konstitusi Pusat Kajian Konstitusi Universitas Muhammadiyah Magelang

10. Menjadi Ahli Bidang Hukum Tata Negara, Politik Hukum, Hukum Lingkungan, dan hukum Keamanan Nasional

11. Ahli Pemerintah pada Persidangan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Pengujian Undang-Undang Intelejen

12. Ahli Pemerintah pada Persidangan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Pengujian Jabatan Wakil Menteri RI

13. Ahli Pemerintah pada Persidangan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara dalam kasus Divestasi Saham Newmont Nusa Tenggara

Kunjungan Luar Negeri

1. National University of Singapore

2. Universitas Kebangsaan Malaysia

3. Chulalangkorn University – Thailand

4. Groningen University – Belanda

5. Erasmus University – Belanda

6. Leiden University – Belanda

7. University of Wisconsin Law School – Madison – USA

8. Flinders University – Adelaide – Australia

9. Mahkamah Internasional – Den Haag – Belanda

10. University of Philipina – Manila

11. University of San Carlos – Cebu, Philipina

12. University of St. Petersburg, Bowman University, People Friendship University – Rusia

Karya Ilmiah

1. Konsep-konsep Peningkatan Daya Saing Dilihat dari Pendekatan Hukum

2. Peranan KIM / FIM Sebagai Media Konsultasi Publik

3. Evaluasi Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Kesejahteraan Rakyat

4. Kurikulum Pendidikan Tinggi Hukum

5. Implementasi Ideal Pasal 18 UUD Negara RI (Khususnya Tentang Pemerintahan Desa)

6. Sumbang Saran dan Kajian dari Sudut Pandang Hukum Tata Negara dan Politik atas Masalah Tanah Cakrawala, Kota Semarang

7. Tinjauan Hukum Tata Negara Terhadap Kelembagaan Kementerian Negara Republik Indonesia

8. Perubahan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Politik di Era Reformasi

9. Menguatkan Keterwakilan Politik : Tinjauan Kristis Terhadap Dewan Perwakilan Daerah

10. Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia (Dimensi Moral dan Hukum)

11. Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Suatu Analisis yang Dikaitkan dengan Konsolidasi Demokrasi di Indoensia)

12. The Indonesian Dream

13. Paradigma Daya Saing Nasional dari Perspektif Hukum

14. Status dan Kedudukan Anggota DPRD Kabupaten/Kota Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia

15. Kebebasan Berserikat di Indonesia (Suatu Analisis Pengaruh Perubahan Sistem Politik Terhadap Penafsiran Hukum)

16. Kendala, Hambatan dan Dukungan Pelaksanaan Peraturan Perundang-Undangan IPTEK di Daerah Sebagai Bagian dari Otonomi Daerah

17. Kedudukan Komisi Yudisial Dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia

18. Keterwakilan Perempuan Dalam Pemilu Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 (Kuota Setengah Hati)

19. Implementasi Pasal 28 UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 (Studi Yuridis – Historis Sejak Tahun 1945 – 2003)

20. Penegakan Hukum Lingkungan di Era Otonomi Daerah (Suatu Kajian Menggunakan Pendekatan Kritis)

21. Perkembangan Sistem Politik di Indonesia

22. Pengaruh Perubahan Sistem Politik Terhadap Penafsiran Pasal 28 UUD 1945

23. Hukum Lingkungan Dalam Perspektif Nasional dan Global.

24. Penataan Ketatanegaraan Republik Indonesia (Studi Lembaga Penunjang Negara [Auxillary State Organ] Dalam Rangka Mewujudkan Sistem Ketatanegaraan yang Efektif dan Efisien)

25. Negara Hukum Pancasila (Suatu Model Penyelenggaraan Negara Hukum Berdasarkan Pancasila)

Penghargaan

1. Satya Lencana Karya Satya 20 Tahun, SK Presiden RI

2. Satya Lencana Pengabdian di UNDIP 25 Tahun.(*)

Sumber: Tribunnewswiki

 

Berita Terkini