TRIBUNPADANG.COM, PARIAMAN - Minimnya keberadaan sirine peringatan tsunami di Kota Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar), dinilai sebagai bentuk ketidaksiapan pemerintah dalam mitigasi bencana tsunami.
Di sepanjang 16 kilometer wilayah di Kota Pariaman yang bersinggungan langsung dengan lepas pantai Samudra Hindia, tuan rumah bagi gempa megatrhust yang diprediksi dapat memicu tsunami, hanya ada satu unit sirine atau early warning system (EWS) yang aktif.
Warga Dusun Binasi, Desa Marunggi, Kecamatan Pariaman Selatan bernama Dianto mengatakan, warga di sekitar bibir pantai tak melakukan evakuasi mandiri meski sudah ada plang petunjuk di jalur evakuasi.
"Pagi tadi lihat di berita, ternyata di Padang berbunyi sirine peringatan tsunami. Kalau di sini tidak ada, warga entah tahu atau tidak kalau ada peringatan tsunami. Makanya tak ada yang menjauh dari laut," katanya.
Keadaan berbanding terbalik di pusat Kota Pariaman, dimana sejumlah warga tahu kalau ada peringatan dini tsunami.
Baca juga: Gempa Mentawai Sumbar Terasa hingga ke Provinsi Riau, Warga Berlari Keluar Ruangan
Kendati demikian, tak semua pula warga ikut melakukan evakuasi mandiri ke tempat yang lebih tinggi.
Kepala Pelaksana BPBD Kota Pariaman, Azman, kepada Tribunpadang.com, membenarkan bahwa keberadaan sirine peringatan tsunami di kota pantai berpenduduk 90 ribu lebih ini masih kurang.
"Berapa jumlah sirine belum terdata, sebab tidak semua sirine yang berfungsi karena minimnya perawatan. Ada beberapa sirine milik provinsi, tapi tidak aktif," kata Azman.
Saat gempa M7,3 yang berpusat di lepas pantai Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai, dan sempat berstatus peringatan dini tsunami, hanya ada satu sirine yang berbunyi di Kota Pariaman.
"Sirine yang aktif cuma yang ada di kantor Balaikota Pariaman," kata Azman.
Baca juga: 6 Fakta Gempa Hari Ini di Mentawai Sumbar, Terasa di 7 Kabupaten/Kota, Warga Mengungsi ke Atas Bukit
Azman menuturkan seharusnya jumlah sirine peringatan dini tsunami di Kota Pariaman harus ditambah.
Ia mengatakan saat ini pihaknya sudah mengusulkan agar sejumlah sirine yang terbengkalai dan rusak untuk diperbaiki.
"Ini sudah diusulkan perbaikan sirine ke Provinsi,"
Andiriadi, warga Desa Taluak, Kecamatan Pariaman Selatan, mengatakan dulu sirine di desanya masih berfungsi dengan baik.
"Tapi sudah beberapa tahun tidak pernah lagi berbunyi, termasuk ketika ada simulasi siaga tsunami," ujarnya.
Baca juga: Kepala Desa Bosua Mentawai: Gempa M 7,3 Tidak Dirasakan Kuat di Bosua, Aktivitas Warga Normal
Desa Taluak adalah salah satu kawasan terpadat di Pariaman dan berbatasan langsung dengan laut.
Berdasarkan data BPS, 80 persen penduduk Pariaman bermukim di desa dan kelurahan yang dekat dengan pantai.
Dari 55 desa/kelurahan di Kota Pariaman, sebagian besar berada di zona merah tsunami, kecuali desa yang berada di Kecamatan Pariaman Timur dan sebagian Pariaman Selatan, yang dijadikan sebagai lokasi evakuasi tsunami.
Diberitakan sebelumnya, BMKG melaporkan gempa bumi M7,3 yang kemudian dimutakhirkan menjadi M 6,9 mengguncang wilayah Mentawai, Sumatra Barat pada Selasa (25/4/2023) pukul 03.00 WIB.
Gempa dengan kedalaman 84 km ini terjadi di lokasi 0,93 LS, 98,39 BT (177 km Barat Laut Kep. Mentawai, Sumbar).
Baca juga: Kondisi Pasca Gempa M 7,3 Mulai Kondusif, Wisatawan Kembali Padati Kawasan Wisata Pantai Padang
BMKG sempat menetapkan status peringatan dini tsunami dan sejumlah warga di Kota Padang melakukan evakuasi ke kawasan zona aman tsunami.
Gempa tersebut terasa kuat di Kota Pariaman dan sejumlah daerah di pantai barat pulau Sumatera.
BMKG juga mencatat bahkan gempa M7,3 tersebut juga terasa di Provinsi Kepulauan Riau.
Sejauh ini BNPB maupun BPBD Sumbar belum menerima adany korban jiwa dan kerusakan bangunan akibat gempa M7,3 di Mentawai tersebut.