Laporan Reporter TribunPadang.com, Muhammad Fuadi Zikri
TRIBUNPADANG.COM, BUKITTINGGI - Berkunjung ke Jam Gadang di Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) menjadi impian banyak orang.
Sebagai bangunan bersejarah yang menjadi ikon pariwisata Indonesia, hampir tak banyak orang yang tak kenal dengan menara itu.
Terkadang berpose di depan Jam Gadang menjadi sebuah keharusan bila berkunjung ke Sumbar, terutama Kota Bukittinggi.
Baca juga: Rooftop Pasa Ateh, Spot Favorit Membidik Lanskap Indah Kawasan Jam Gadang Bukittinggi
Baca juga: Sambut Perantau saat Libur Mudik Lebaran, Objek Wisata Jam Gadang Bukittinggi, tak Dikenakan Tarif
Tidak hanya bagi pelancong dari luar Sumbar, namun juga bagi warga Sumbar sendiri yang tak pernah bosan berfoto dan menikmati Jam Gadang.
Walakin, tidak semua orang bisa menikmati bagian dalam bangunan Jam Gadang dan melihat langsung "isi perut" jam kuno berusia 1 abad lebih itu.
Sebab, destinasi wisata unggulan Kota Bukittinggi ini memang tertutup bagi pengunjung.
Hanya orang-orang tertentu atas izin Pemerintah Kota Bukittinggi melalui Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga yang boleh memakannya.
Pada lebaran kedua 2022, TribunPadang.com pun berkesempatan untuk memasuki dan naik ke puncak Jam Gadang.
Momen itu menjadi kesempatan untuk mengabadikan setiap sudut bagian dalamnya yang masih orisinil.
Bangunan Jam Gadang terdiri dari empat sisi seperti persegi panjang yang berdiri, dengan lantai dasar mirip tapak bangunan beranjung.
Sepintas dari luar bangunan Jam Gadang setelah tapak bangunan hanya terlihat empat tingkat.
Aslinya dari dalam bertingkat enam.
Hal itu karena pandangan mengikuti tiang bangunan yang berjumlah empat buah setelah tapak dan jendela kaca yang ada pada keempat sisinya.
Sebelum menaiki menara ini, terdapat dua tangga berada di samping kiri pintu masuk menara.
Pintu masuknya menghadap ke arah barat.
Setiap tingkat bangunan dihubungkan dengan tangga melingkar yang kian keatas kian kecil karena mengikuti pola bangunan yang mengerucut ke atas.
Di bagian atas terdapat atap bergonjong empat yang semuanya berbahan kayu dan penuh ukiran khas Minangkabau.
Ruangan paling menakjubkan tentu ruangan yang berisikan mesin mesin Jam Gadang.
Mesin yang disebut-sebut hanya ada dua di dunia.
Satu lagi dipakai untuk menggerakkan jam raksasa menara Big Ben di London Inggris, yang juga menjadi kebanggaan negara itu.
Mesin Jam Gadang disimpan dalam sebuah lemari kayu dengan kaca tembus pandang di sisi depan dan belakangnya.
Lemari itu dikunci gembok, namun masih bisa melihat detail mesinnya dari balik kaca.
Di atas lemari, terlihat susunan roda gigi dan tongkat besi melintang.
Tongkat besi tersebut terhubung ke setiap sisi dinding bangunan.
Di sana terdapat kaca putih bulat berdiameter 80 sentimeter memantulkan cahaya dari luar. Bayangan angka Romawi jam di pinggir lingkaran terlihat dari dalam.
Di tengah-tengah lingkaran terdapat susunan roda gigi pula. Benda itu tersambung dengan tongkat besi yang datang dari tengah bangunan.
Kemudian keempat tongkat tersebut dihubungkan lagi dengan tongkat besi lainnya ke mesin Jam Gadang.
Dari dalam mesin keluar kawat-kawat besi ke arah atas yang ujungnya adalah sebuah besi berukuran besar seperti tabung.
Kawat besi tersebut melewati sejumlah katrol dan tabung-tabung itu digantung di setiap sudut bangunan layaknya sebuah bandul.
Di dalam mesin Jam Gadang terdapat sejumlah roda gigi berukuran besar yang saling terhubung dan banyak komponen yang agak rumit.
Namun yang menarik perhatian adalah sebuah besi panjang yang selalu bergerak mengayun.
Besi itu memutar sebuah roda gigi yang dikenainya.
Lalu terdapat sebuah besi bulat berwarna putih yang di pinggir lingkarannya terdapat angka-angka, dan di atasnya terdapat besi bertuliskan "B. Vortmann".
Semua komponen itu selalu bergerak dan tak terlihat terhubung dengan baterai maupun arus listrik.
Beranjak ke bagian puncak menara, terdapat sebuah lonceng berukurang besar.
Di tengah-tengah lonceng terdapat tulisan "B. Vortmann, Rellinghausen, I.W Germany".
Diketahui, Vortman adalah nama belakang Benhard Vortmann, si pembuat jam dan Recklinghausen nama kota di Jerman, tempat mesin jam ini diproduksi pada 1892.
Lonceng ini selalu berbunyi setiap waktu menunjukan pukul 00. Misal pukul 08.00 WIB dan lain sebagainya.
Tak hanya lonceng, di bagian puncak ini juga terdapat sebuah serambi melingkar yang dapat melihat Kota Bukittinggi dari berbagai sisi.
Dari puncak ini tentu bisa melihat bagaimana keramaian pengunjung di pelataran Jam Gadang dan padatnya rumah penduduk di Kota Bukittinggi.
Dari sini juga dapat melihat dengan jelas Gunung Marapi dan Singgalang yang mengapit Kota Bukittinggi.
Sepintas Sejarah Jam Gadang
Walikota Bukittinggi, Erman Safar mengatakan, bangunan Jam Gadang ini didirikan pada 1926 dan selesai 1927, pada masa kolonial Belanda.
Pembangunannya, kata dia diprakarsai oleh Hendrik Roelof Rookmaaker, yang ketika itu menjabat sebagai sekretaris di Fort De Kock (kini Bukittinggi).
Sementara bangunannya didesain oleh seorang arsitek asal Koto Gadang, Agam bernama Yazid Rajo Mangkuto
"Pembangunannya memakan biaya 21 ribu gulden, 15 ribu untuk bangunannya, 6 ribu untuk pekerja," ujar Erman, saat menghadiri Pagelaran Budaya Sadar Bencana di pelataran Jam Gadang, Sabtu, 14 Mei 2022 lalu.
Orang nomor satu di Bukittinggi itu menyebut menara Jam Gadang ini dibangun tanpa menggunakan besi sebagai penyangga.
Sama halnya dengan menara masjid tua di Minangkabau, bangunannya dibangun hanya menggunakan bata merah dengan kapur putih bercampur pasir sebagai perekat.
Diketahui, mesin Jam Gadangnya didatangkan dari Jerman oleh Ratu Belanda, Wilhelmina sebagai hadiah karena berhasil merebut Fort De Kock ketika itu.
Setelah dibangun, jam gadang ini pernah mengalami perubahan bentuk pada saat pendudukan Jepang dengan bangunan khas negeri sakura.
Pasca kemerdekaan, bangunannya juga mengalami perubahan ke bentuk yang sekarang ini.
Hingga berdiri kokoh saat ini, bangunan Jam Gadang ini sudah melewati berbagai perbaikan dan renovasi.
Berdasarkan catatan yang ada, pada gempa darat 2007, bangunan Jam Gadang pernah mengalami kerusakan cukup parah.
Bandul di dalam mesin raksasa patah yang membuat jam terhenti. Dampak gempa juga membuat bangunan miring dua derajat dan retak kecil di beberapa bagian.
Otoritas setempat melakukan perbaikan serius untuk menanganinya hingga pulih.
Alasan tak terbuka untuk umum
Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga, Hendry menyebut Jam Gadang ini tak buka untuk umum karena berbagai pertimbangan.
Kata dia, alasan utamanya adalah untuk menjaga dan merawat bangunan Jam Gadang agar tetap berdiri kokoh seperti saat ini.
Menurutnya, jika dibuka untuk umum, pengunjung yang akan masuk dipastikan akan membludak dan dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan,
"Mengingat bangunan Jam Gadang ini kan bangunan tua, jadi perlu kajian untuk membuka untuk umum," ujarnya kepada TribunPadang.com, Selasa, 17 Mei 2022.(*)