"Untuk sampai di lembah ini, ada tangga mesjid itu sebanyak 99 anak tangga, ini barangkali disesuaikan oleh otang tua dulu dengan Asma'ul Husna 99 nama Allah," tutur Ketua Pengurus Masjid Jami' itu.
Pada awal pendirian Masjid Jami' Padang Sibusuk tersebut, mesjid itu masih masih berbentuk bangunan kayu dengan dua tingkat.
Dengan dilakukannya sejumlah renovasi, sekitar tahun 1997 lantai dasar masjid dibuat dengan tiang dan lantai permanen, tatapi untuk lantai dua, masih tetap berbahan dasar kayu.
Ketua Pengurus Masjid Jami' itu menyebut, dahulunya sebelum ada alat pengeras suara, terdapat tangga melingkar di tengah mesjid untuk menuju kubah, yang mana azan sebagai pertanda masuk waktu sholat, dikumandangkan dari kubah tersebut.
"Dahulu ada tangga keliling dari bawah sampai ke kubah, jadi di kubah itulah azan dikumandangkan, karena bergema, dia letaknya di lembah, gemanya tersebutlah yang sampai ke pemukiman penduduk," ucapnya.
Terkait mata air tersebut, terdapat dua versi informasi dari asal aliran mata air yang berada di Mesjid Jami' Padang Sibusuk.
Haskil menjelaskan, versi yang pertama mengatakan, maya air tersebut berasal dari aliran Sungai Piruko juga berada di daerah tersebut.
Sementara itu, untuk versi kedua menceritakan bahwa mata air tesebut berasal dari pohon beringin besar yang berada di jalan lintas Nagari Padang Sibusuk.
Pohon Beringin besar tersebut, memiliki akar yang sudah masuk jauh kedalam tanah dan menampung air, dari akar tersebutlah mata air Mesjid Jami' itu berasal.
Kata Haskil, dua versi cerita tersebutlah yang berkembang pada masyarakat setempat, untuk kebenarannya belum bisa dipastikan.
"Itu cerita yang kita dapatkan, cuman mana yang benarnya, tentu kita karna hadir umur belakangan, tentu kita tidak tahu pastinya, yang mana yang betul," terang Haskil.
Dari dua cerita tentang asal usul mata air Masjid Jami', terdapat cerita menarik di balik pohon beringin besar tersebut.
Dimana, masyarakat setempat menyebut pohon tersebut dengan nama Beringin Sakti.
Cerita yang berkembang di masyarakat Nagari Padang Sibusuk, saat pohon itu akan di tebang atau dirobohkan dengan alat berat untuk di buat perlintasan Jalan Lintas Sumatera, upaya tersebut selalu gagal, sehingga pohon tersebut dibiarkan hingga sekarang.
"Setiap alat berat mencoba merobohkannya dulu, setiap kali juga alat berat itu mati, jadi beringin itu disebut oleh masyarakat nagari ini, sesuatu yang sakti," bebernya.