Breaking News

Kisah Pilu Pengantin Baru, Tangis Febriani Istri Tewas saat KMP Tunu Tenggelam: Pelukan Terlepas

Febriani pilu ceritakan pelukan terakhirnya dengan sang istri yang terlepas di laut saat KMP Tunu Pratama Jaya tenggelam di Selat Bali.

|
Editor: Primaresti
Tribun Bali/ Muhammad Fredey Mercury
TRAGEDI KMP TUNU PRATAMA JAYA - Febriani (27) tak kuasa menahan tangis setelah melihat jenazah istrinya bernama Cahyani (30), yang baru tiba di Posko ASDP Gilimanuk, Kamis (3/7/2025). Keduanya menjadi korban insiden tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali, Rabu (2/7/2025). 

TRIBUNPADANG.COM - Belum genap dua pekan berumah tangga, Febriani (27), harus kehilangan istrinya, Cahyani (30), yang menjadi korban tragedi tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya, Rabu (2/7/2025).

Tangis pilu Febriani pecah saat melihat tubuh kaku sang istri dalam kanton jenazah, setelah berhasil dievakuasi dari perairan Selat Bali.

Ia pun menuturkan pelukan terakhirnya dengan Cahyani sebelum keduanya dipisahkan gelombang dan maut.

LOKASI KAPAL TENGGELAM - Titik koordinat diduga lokasi KMP Tunu Pratama Jaya tenggelam di perairan Selat Bali, Rabu (2/7/2025) tengah malam. Kapal tersebut diketahui mengangkut 60 orang dan 22 kendaraan.
LOKASI KAPAL TENGGELAM - Titik koordinat diduga lokasi KMP Tunu Pratama Jaya tenggelam di perairan Selat Bali, Rabu (2/7/2025) tengah malam. Kapal tersebut diketahui mengangkut 60 orang dan 22 kendaraan. (TRIBUNJATIM.COM/AFLAHUL ABIDIN)

"Kejadiannya begitu cepat. Tidak ada yang mengira kapal KMP Tunu Pratama Jaya akan tenggelam," ucapnya ditemui di Posko ASDP Gilimanuk, Kabupaten Jembrana, Kamis (3/7/2025).

Febriani dan Cahyani (30) sama-sama merantau ke Denpasar, Bali untuk bekerja.

Keduanya memutuskan pulang kampung di Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi untuk menikah pada tanggal 20 Juni 2025 lalu. 

12 hari menikah, Febriani memutuskan kembali merantau ke Denpasar untuk bekerja.

Baca juga: Romi Selamat dari Tragedi Maut KMP Tunu Pratama Jaya, Keluarga Menangis Lega: Alhamdullilah

Jejak sang suami pun diikuti oleh istrinya, hingga keduanya memesan travel untuk mengantar perjalanan. 

"Kami berangkat pukul 22.00 Wita, sampai Pelabuhan Ketapang sekitar pukul 22.30 Wita, dan langsung naik kapal," ujarnya.

Sebagai orang yang kerap melakoni perjalanan Bali-Jawa, Febriani merasa olengnya kapal yang ia rasakan saat itu adalah hal biasa.

Menurutnya itu karena pengaruh gelombang air laut. 

Namun lama kelamaan, hal yang dianggap biasa menjadi perasaan cemas.

Bagian depan kapal terlihat miring ke kiri. Apalagi ditambah beban yang berat di sisi depan, kapal pun mulai oleng kurang dari tiga menit.

Semua orang sontak berhamburan berupaya menyelamatkan diri. Mirisnya saat itu tidak ada informasi dari pihak kapal maupun alarm bahaya.

"Kami semua menyelamatkan diri sendiri, ambil pelampung sendiri," ungkapnya. 

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved