Opini Citizen Journalism

Opini: Ombudsman Sumatera Barat Giat Kampanyekan Layanan Pengaduan Terkait Penyerahan Ijazah

TULISAN berikut ini menyoal ijazah sebagai sebuah produk layanan publik. Pendidikan tadinya tergolong layanan jasa publik. Namun, setelah proses belaj

Editor: Emil Mahmud
FOTO: ISTIMEWA
PENULIS ARTIKEL IJAZAH - Meilisa Fitri Harahap, Kepala Keasistenan Pemeriksaan Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). Penulis artikel opini menyoal ijazah sebagai sebuah produk layanan publik. Pendidikan tadinya tergolong layanan jasa publik. 

Oleh: Meilisa Fitri Harahap, Kepala Keasistenan Pemeriksaan Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sumatera Barat (Sumbar)

TULISAN berikut ini menyoal ijazah sebagai sebuah produk layanan publik. Pendidikan tadinya tergolong layanan jasa publik. Setelah proses belajar mengajar selesai, lalu dalam proses jasa ini akan berujung pada sebuah produk administratif.

Bentuknya ada rapor, surat keterangan lulus dan ijazah. Ijazah kemudian menjadi syarat untuk mendapatkan pekerjaan, melanjutkan studi dan mendapatkan pekerjaan

Bahkan pejabat, mulai dari jabatan seperti  wali nagari, kepala daerah anggota dewan (DPRD, DPR RI, termasuk DPD RI) hingga presiden salah satu persyaratannya adalah ijazah dengan kualifikasi tertentu.

Atas sebab itulah, Ombudsman sebagai lembaga negara pengawas penyelenggaraan pelayanan publik saban tahun mengawasi dengan menerima pengaduan masyarakat.

Masyarakat melaporkan sekolah menolak menyerahkan ijazah, melalaikan kewajiban hukumnya untuk menyerahkan ijazah setelah siswa tamat dan menyelesaikan semua proses belajar mengajar. 

Alasannya sekolah sangat beragam, antara lain karena siswa belum menyelesaikan syarat administratif bebas pustaka, memang belum diambil oleh siswa dan terakhir ijazah sengaja “ditahan” oleh sekolah karena pengambilannya dipersyaratkan dengan pelunasan tunggakan uang komite atau iuran sekolah.    

Penanganan Pengaduan

Pada periode Februari 2025, secara khusus Ombudsman Sumatera Barat mengkampanyekan layanan pengaduan terkait penyerahan ijazah ini. Mereka yang ijazahnya belum diserahkan dengan alasannya apapun diharapkan melapor ke Ombudsman Sumatera Barat.  

Sampai saat ini, terdapat 21 laporan masyarakat dimana diduga ijazahnya ditahan oleh sekolah dengan alasan siswa atau orang tua siswa mempunyai tunggakan/utang di sekolah.

Terhadap 21 laporan tersebut telah diselesaikan oleh Ombudsman. Satu persatu para siswa telah menerima ijazahnya, di antaranya ada yang langsung di antar ke rumahnya oleh pihak sekolah. 

Sejauh ini, upaya tersebut membuahkan hasil seperti terungkap dari seorang alumni SMKN di Kabupaten Pasaman setelah melapor ke Ombudsman yang mengungkapkan ijazahnya telah diantar langsung oleh pihak sekolah tanpa membayar sepeserpun.

Dalam perspektif pelayanan publik penahan ijazah tergolong Maladministrasi. Pasal 52 huruf h Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan menyatakan bahwa penggalangan dana tidak boleh dikaitkan dengan urusan akademik seperti penerimaan rapor, penilaian hasil belajar atau kelulusan peserta didik termasuk ijazah.

Persekjen Kemendikbud Ristek Nomor 1 Tahun 2022 tentang Ijazah menyatakan hal yang sama, satuan pendidikan tidak diperkenankan menahan ijazah kepada pemilik yang sah dengan alasan apapun.  

Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) 

Menyelesaikan satu persatu aduan masyarakat tidak akan menyelesaikan problem dasar yaitu problem tata kelola penyelenggaraan layanan ijazah itu sendiri.

Pengawasan Ombudsman harus berdampak pada perbaikan sistem layanan. Menyelesaikan akar masalah dan tidak membiarkan masalah yang sama berulang. 

Karena itulah, sesuai dengan kewenangan Ombudsman, pasal 7 huruf d UU 37/2008 tentang Ombudsman RI, Ombudsman Sumatera Barat menginisiasi Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) mengenai dugaan Maladministrasi pengabaian kewajiban hukum kepala sekolah/madrasah terkait penyerahan ijazah kepada peserta didik yang telah dinyatakan lulus. 

Ombudsman Sumatera Barat telah melakukan serangkaian pemeriksaan dengan meminta keterangan pihak sekolah/madrasah, melihat penyimpanan ijazah yang berada di sekolah/madrasah serta memeriksa dokumen yang berkaitan dengan laporan.

Ombudsman Sumatera Barat juga telah meminta penjelasan Kanwil Kemenag Sumatera Barat dan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat selaku atasan dari sekolah/madrasah.  

Hasil pemeriksaan yang tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) menyimpulkan ditemukan Maladministrasi pengabaian kewajiban hukum kepala sekolah/madrasah terkait penyerahan ijazah kepada peserta didik yang telah dinyatakan lulus.

LHP dimaksud telah diserahkan kepada pihak sekolah, Kepala Kanwil Kemenag dan Kepala Dinas Sumatera Barat, tanggal 17 Maret 2025.   

Adapun saran perbaikan yang harus dilakukan pihak sekolah, Kanwil Kemenag dan Dinas Pendidikan Sumatera Barat adalah menginventarisasi kembali ijazah yang belum didistribusikan dan segera menyerahkannya kepada peserta didik yang telah lulus atau yang berhak.

Selanjutnya, mempublikasikan informasi pengambilan ijazah melalui media sekolah, baik elektronik maupun non-elektronik, serta memastikan bahwa ijazah dapat diambil tanpa syarat dan bebas biaya.

Sebagai bagian dari tindakan korektif, sebelumnya Kepala Kanwil Kemenag Sumatera Barat telah menerbitkan Surat Edaran kepada  Nomor: B-255/Kw.03/PP.00/02/2025, tanggal 20 Februari 2025, perihal Larangan Penahanan Ijazah Peserta Didik Madrasah yang pada intinya meminta satuan pendidikan madrasah dilarang melakukan penahanan pengambilan ijazah peserta didik dengan alasan apapun.

Ombudsman Sumatera Barat tengah melakukan monitoring pelaksanaan saran tersebut. Hasil pemeriksaan sementara di lapangan menunjukkan sekolah/madrasah mulai mengumumkan siswa yang belum mengambil ijazahnya dan meminta mengambil ijazah dimaksud.

Namun, secara keseluruhan Ombudsman Sumatera Barat masih menunggu laporan pelaksanaan saran itu dari Kanwil Kemenag dan Dinas Pendidikan Sumatera Barat.  

Baca juga: Ombudsman Sumbar Akan Minta Keterangan Gubernur dan Bupati Tanah Datar soal Penertiban Lembah Anai

Penjabat Sementara (Pjs) Kepala Ombudsman Sumbar Meilisa Fitri Harahap usai ekspos catatan akhir tahun, Kamis (19/12/2024).
Penjabat Sementara (Pjs) Kepala Ombudsman Sumbar Meilisa Fitri Harahap usai ekspos catatan akhir tahun, Kamis (19/12/2024). (Dok/TribunPadang.com/Wahyu Bahar)

Menunggu Keberpihakan Kepala Daerah

Dugaan tidak diberikannya ijazah siswa, atau ditahannya ijazah karena persoalan tunggakan uang komite ternyata tidak hanya terjadi di Sumatera Barat saja. 

Hal yang sama juga diduga terjadi di Bengkulu, Jakarta dan Jawa Barat. Namun, sikap dan keberpihakan kepala daerahnya sangat jelas dan tegas.

Gubernur Bengkulu misalnya, melalui surat edaran tertanggal 24 Februari 2025 menerbitkan instruksi yang memerintahkan sekolah untuk tidak menahan ijazah siswa dengan alasan apapun.

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melakukan hal sama dengan mengeluarkan kebijakan tegas melarang sekolah menahan ijazah yang menunggak biaya administrasi atau iuran pendidikan. Sikap tegasnya viral di berbagai platform media sosial. 

Gubernur Jakarta Pramono Anung menebus ijazah siswa yang ditahan oleh sekolah. Pramono telah menebus 488 ijazah siswa yang ditahan dengan nilai bantuan sebesar Rp.1,9 Miliar.

Pramono berkomitmen untuk melanjutkan upayanya itu, karena menurut data yang ia miliki masih terdapat 6.652 ijazah siswa SMAN di Jakarta yang masih tertahan di sekolah.

Pemerintah Sumatera Barat bukan tidak ada upaya untuk itu.   Dinas Pendidikan Sumatera Barat telah mengeluarkan surat edaran tertanggal tanggal 24 Juli 2024 tentang Larangan Menahan Ijazah Peserta Didik. Namun, berdasarkan data aduan masyarakat dan hasil IAPS Ombudsman, surat itu tidak berjalan efektif.  

Sekaitan ini, gubernur Sumbar hendaknya harus memimpin langsung dan memperlihatkan keberpihakannya dalam upaya menyerahkan ijazah siswa itu pada pemiliknya yang sah. (*)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved