Citizen Journalism
Penunjuk Arah Mata Angin dalam Bahasa Minangkabau, dan Dialek Melayu
SETIAP kata punya konsep yang menunjukkan cara berpikir orang yang menggunakan kata tersebut. Terkait dengan penunjuk arah atau arah mata angin, dalam
Oleh Nadra, Dosen Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas
Penunjuk Arah dalam Bahasa Minangkabau
Setiap kata punya konsep yang menunjukkan cara berpikir orang yang menggunakan kata tersebut. Terkait dengan penunjuk arah atau arah mata angin, dalam bahasa Minangkabau dan dialek-dialek Melayu yang lainnya, biasanya istilah-istilah yang digunakan tergantung pada keadaan alamnya. Oleh karena orang Minangkabau dahulunya banyak berjalan dan berdagang melalui sungai yang disebut dengan batang aia dalam bahasa Minangkabau, maka istilah mata angin juga menunjuk pada arah sungai yang dimaksud, di mana hulunya dan di mana muaranya atau tempat mengalirnya.
Contohnya, kata mudiak dalam bahasa Minangkabau bisa bermakna ‘utara’, ’timur’, ‘selatan’, dan bisa juga bermakna ‘barat’. Apabila batang aia ‘sungai’ itu hulunya di sebelah utara, maka kata mudiak itu bermakna ‘utara’. Apabila batang aia itu hulunya di sebelah timur, maka kata mudiak itu bermakna ‘timur. Begitu juga halnya jika batang aia itu hulunya di sebelah selatan, maka kata mudiak itu bemaknai ‘selatan’. Selanjutnya, apabila batang aia itu hulunya di sebelah barat, maka kata mudiak itu akan bermakna ‘barat’. Jadi, kata mudiak bisa saja barmakna ‘utara’, ‘timur’, ‘selatan’, atau ‘barat’ tergantung pada keadaan alamnya. Dengan demikian, konsep kata mudiak dalam bahasa Minangkabau bermakna ‘arah ke hulu atau pangkal atau asal sungai dimaksud’.
Sebaliknya, ada kata ilia, yang juga merupakan kata asli bahasa Minangkabau, yang maknanya adalah ‘muara sungai’. Jadi, kata ilia maknanya adalah kebalikan dari kata mudiak. Dengan demikian, maknanya juga bisa ‘utara’, ‘timur’, ‘selatan’, atau ‘barat’. Hal itu terjadi karena yang menentukannya adalah keadaan alam atau arah muara sungai di daerah tempat orang yang menuturkan kata tersebut.
Konsep tersebut sangat berbeda dengan kata utara, timur, selatan, atau barat sebagaimana yang digunakan dalam bahasa Indonesia. Konsep utara, timur, selatan, dan barat yang digunakan dalam bahasa Indonesia telah mengambil konsep arah mata angin, seperti yang ada dalam bahasa Inggris.
Selanjutnya, bisa kita lihat apa saja kata yang digunakan untuk menunjuk pada arah mata angin dalam bahasa Minangkabau. Untuk makna ‘utara’ ada kata utara. Kata itu diucapkan dengan cara yang berbeda pula tergantung pada daerah asal atau tempat kata itu diucapkan. Di samping itu, ada juga kata lain yang digunakan, yaitu: mudiak, ilia, sabalah ka teh atau ka teh.
Kata utara, jika dilacak asal usulnya, ternyata berasal dari bahasa Sanskerta yang masuk ke dalam bahasa Minangkabau melalui bahasa Melayu/bahasa Indonesia. Kata mudiak adalah kata asli bahasa Minangkabau yang maknanya adalah ‘hulu sungai’. Sebaliknya, ada kata ilia, yang juga merupakan kata asli bahasa Minangkabau, yang maknanya adalah ‘muara sungai’. Jadi, kata ilia maknanya adalah kebalikan dari kata mudiak. Dengan demikian, maknanya juga bisa ‘utara’, ‘timur’, ‘selatan’, atau ‘barat’. Hal itu ditentukan oleh keadaan alam atau arah hulu sungai di daerah tempat penuturnya berada. Kata sabalah ka teh atau sering disingkat dengan kata ka teh, berasal dari kata ka ateh yang maknanya adalah ‘ke atas’. Kata itu mangalami parubahan makna manjadi ‘utara’. Hal itu terjadi apabila arah yang yang dimaksud, sacara geografis, terletak di sebelah atas atau tempat yang lebih tinggi.
Kata untuk makna ‘timur’ ada sembilan bentuk, yaitu timur (dengan berbagai variasinya pengucapannya), ujuang, mudiak ilia, puhun, mato ari tabik, mato ari iduik, ka baruah, darek, dan ilia. Kata timur merupakan kata pinjaman yang berasal dari bahasa Melayu/bahasa Indonesia. Kata itu dianggap sebagai kata pinjaman karena sebagian tidak sesuai dengan pola perubahan bunyi yang terjadi dalam dialek-dialek bahasa Minangkabau. Kata ujuang ’timur’ merupakan kata asli dalam dialek bahasa Minangkabau yang dikembangkan dari kata ujung yang secara harafiah berarti ‘akhir’. Kata mudiak ilia ’timur’ dikembangkan dari kata m/udik ‘hulu sungai’ dan hilir ‘muara sungai’. Kata puhun secara harafiah mempunyai makna ‘asal’ atau ‘sumber’. Apakah yang merupakan ‘asal’ atau ‘sumber’ itu sebelah timur atau sebelah barat, tampaknya juga ditafsirkan dengan cara yang berbeda karena kata ujuang dan kata puhun keduanya dipakai dengan makna yang sama, yaitu ‘timur’. Penafsiran itu juga ditentukan oleh keadaan geografis setempat.
Untuk makna ‘selatan’ ada empat bentuk, yaitu selatan, sabalah ka baruah, mudiak (dengan variannya bawah mudiak), dan ilia (dengan variasinya ka ili). Kata selatan dipinjam dari bahasa Melayu/bahasa Indonesia. Dalam bahasa Melayu, kata itu digunakan sebagai pengganti kata daya ‘selatan’. Kata sabalah ka baruah ’selatan’ merupakan bentuk asli dalam dialek bahasa Minangkabau. Kata itu bermakna ‘bawah’ sebagai lawan dari darat yang bermakna ‘atas’. Kata mudiak dikembangkan dari m/udik ’hulu sungai’, dan kata ilia dengan berbagai variasi pengucapannya dikembangkan dari kata hilir ‘muara sungai’.
Kata untuk makna ‘barat’ dalam dialek-dialek bahasa Minangkabau mempunyai sebelas bentuk dengan beberapa perbedaan cara pengucapannya. Kesebelas bentuk tersebut adalah: barat, sabalah baruah, ulak, mato ari mati, puun, ka teh, ujuang, lauik, mato ari tabanam, mudiak, dan ilia.
Kata barat merupakan bentuk pinjaman dari bahasa Melayu/bahasa Indonesia. Bentuk itu dikatakan merupakan bentuk pinjaman sebab tidak sesuai dengan pola perubahan bunyi yang terjadi dalam dialek-dialek bahasa Minangkabau. Dalam bahasa Minangkabau, bentuk yang berakhir dengan -at diucapkan sebagai -ek. Contohnya: kata yang bermakna ‘kuat’ dalam bahasa Minangkabau diucapkan kuek, ‘lipat’ diucapkan lipek, ‘sikat’ diucapkan sikek, dan ‘tepat’ diucapkan tapek/topek.
Frasa sabalah baruah yang bermakna ‘barat’ merupakan bentuk asli dalam bahasa Minangkabau yang berasal dari kata sabalah yang bermakna ‘sebelah’ dan baruah yang bermakna ‘bawah’. Kata ulak yang bermakna ‘barat’ juga merupakan bentuk asli dalam bahasa Minangkabau yang berasal dari kata ulak yang makna asalnya adalah ‘muara sungai’.
Frasa mato ari mati yang bermakna ‘barat’ juga merupakan bentuk asli dalam dialek bahasa Minangkabau. Selanjutnya, kata puun ‘barat’ berasal dari kata puhun yang secara harafiah bermakna ‘asal’, ‘sumber’. Frasa ka teh yang bermakna ‘barat’ dikembangkan dari frasa ka ateh ‘ke atas’ (< ke>
Kata lauik yang bermakna ‘barat’ juga merupakan bentuk asli dalam dialek bahasa Minangkabau. Bentuk itu tampaknya juga sesuai dengan keadaan geografis daerah setempat yang arah ke baratnya memang berupa laut. Sementara, frasa mato ari tabanam yang bermakna ’barat’ digunakan untuk menunjuk langsung pada keadaan mata hari terbenam. Untuk makna ‘barat’ ini, dalam dialek-dialek bahasa Minangkabau, sebagaimana telah dinyatakan di bagian awal, juga digunakan kata mudiak dan kata ilia.
Berdasarkan paparan di atas, jelas bahwa penunjuk arah yang berupa arah mata angin dalam bahasa Minangkabau sangat ditentukan oleh keadaan alam di daerah tutur dialek yang bersangkutan.
MAN IC Padang Pariaman Menebar Harapan Jemput Masa Depan: Berakit-rakit ke Hulu, Berenang ke Tepian |
![]() |
---|
Kuliah Kerja Nyata: Program Mahasiswa di Indonesia Serupa, Bakti Siswa & Magang Industri di Malaysia |
![]() |
---|
Opini Ruang Kota Tanpa Asap: Car Free Day Antara Negara Serumpun Indonesia & Malaysia |
![]() |
---|
Opini Bahasa Melayu: Bila Percuma di Malaysia, Gratis di Indonesia |
![]() |
---|
UNP Pelatihan Emotional Spritual Question di SMAN 1 Tanjung Mutiara Kabupaten Agam, Sumatera Barat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.