Opini

Tradisi Suluk Ajaran Tarekat Naqsyabandiyah, Larang Jamaah Memakan Sesuatu yang Bernyawa

Tarekat Naqsyabandiyah adalah tarekat yang mengajarkan jamaah untuk lebih dekat dengan pencipta dengan mengamalkan ibadah individual (berkhalwat)

Editor: Mona Triana
TribunPadang.com/Rezi Azwar
Jamaah Tarekat Naqsabandiyah pada saat melakukan salat Idul Adha di Mushalla Baitul Ma'mur, Kecamatan Pauh, Kota Padang, Sumatera Barat, Jumat (8/7/2022) 

Oleh :

Firani Putri (mahasiswa UIN Syech Djamil Djambek Bukittinggi) dan Nunu Burhanuddin (dosen UIN Syech Djamil Djambek Bukittinggi)

Tarekat Naqsyabandiyah adalah tarekat yang mengajarkan jamaah untuk lebih dekat dengan pencipta dengan mengamalkan ibadah individual (berkhalwat) dengan cara berdzikir. Kegiatan ini sering disebut dengan kegiatan suluk. Tetapi ada pantangan yang harus diikuti jamaah yang mengikuti tarekat ini adalah tidak boleh memakan makanan dari sesuatu yang bernyawa?

Mengonsumsi  makanan dari sesuatu yang bernyawa merupakan sumber protein hewani. Hal ini penting karena tubuh membutuhkannya untuk mencukupi kebutuhan gizi seimbang. Protein hewani bermanfaat dalam membangun dan memperbaiki jaringan pada tubuh.

Bagi sebagian orang mengkonsumsi protein hewani adalah hal yang wajib dikonsumsi setiap hari. Protein hewani adalah protein yang berasal dari hewan, meliputi daging ruminansia (daging sapi, daging kambing, daging rusa), daging unggas (daging ayam, daging bebek), seafood, serta telur dan susu.

Salah satu keunggulan protein hewani yang sangat dikenal adalah memiliki komposisi asam amino esensial yang lebih lengkap dibandingkan protein nabati.

Tidak hanya itu, protein hewani juga memiliki kandungan nutrisi yang lebih beragam, seperti vitamin B12, vitamin D, zat besi, dan asam lemak omega-3.

Namun, ada orang yang dilarang mengkonsumsi protein yang berasal dari hewan. Seperti jama’ah suluk, yang tidak diperkenankan mengkonsumsi sesuatu yang bernyawa yang menjadi sumber protein hewani bagi tubuh mereka.

Tradisi Suluk ini bisa dijumpai di berbagai kawasan di Sumatera Barat. Suluk merupakan metode pembinaan spritual untuk para pengikutnya, perjalanan rohani seorang hamba yang dipraktekkan dalam latihan-latihan rohani (riyadhah ruhaniah) secara istiqamah (Asmanidar, 2021).

Suluk biasa dilakukan oleh umat Islam tarekat Naqsabandiyah (Hartono, 2020). Arti, Suluk sendiri berarti sebuah kegiatan berdiam diri dengan khusyuk yang dilakukan secara berkelompok dan dipimpin oleh seorang syeikh (mursyid) dengan tujuan untuk membersihkan hati, memperbaiki akhlak, mendekatkan diri kepada Allah dan mencari ridha illlahi (Syafrizal & Suryono, 2018).

Pelaksanaan suluk, para salik (orang yang melakukan suluk) melaksanakan amalan suluk sesuai dengan mazhab thariqat yang dianutnya. Seorang salik harus mempersiapkan fisik dan mental dengan cara memperkuat keinginannya untuk meninggalkan atau melupakan segala kegiatan dunia selama menjalankan aktifitas suluk serta mengingat kematian dengan niat ikhlas melaksanakan suluk karena Allah SWT

Tujuan dari suluk itu sendiri adalah untuk mewujudkan diri sebagai sosok ‘abdun (hamba) sebagai manifestasi dari makhluk Allah dan khalifah di muka bumi, dapat mengaplikasikan nilai-nilai suluk dalam aktivitas kehidupan sehari-hari dalam masyarakat untuk ber-akhlakul karimah, baik secara vertikal maupun horizontal sebagai  manifestasi bentuk esensi dari ibadah suluk itu sendiri.

Dalam mengamalkan suluk terdapat larangan memakan sesuatu yang bernyawa, seperti daging, ikan dan dilarang berbicara berlebihan serta mengurangi tidur. Semua itu dilakukan supaya mudah terkontrol nafsu, sehingga hati hanya tertuju pada Allah semata (wawancara dengan mursyid/guru suluk).

Padahal ahli gizi berpendapat "Protein adalah nutrisi yang paling mengenyangkan dibandingkan dengan karbohidrat dan lemak, dan oleh karena itu, jika kekurangan protein dalam makanan, maka kemungkin akan merasa lebih sulit untuk kenyang setelah makan. Kekurangan protein akan menyebabkan tubuh mudah lelah dan pada akhirnya jatuh sakit," kata ahli gizi Nichola Ludlam-Raine.

“Saya dalam melaksanakan kegiatan suluk tidak boleh makan sesuatu yang berdarah dan bernyawa, sehingga saya jatuh sakit, karena menurut bidan kurang makan telur, daging dan ikan. Maka kegiatan suluk tidak saya lanjutkan sampai akhir dan memilih pulang ke rumah untuk pemulihan.” (penuturan salah satu jaama’ah suluk)

Maka sesuai dengan angka kecukupan gizi (AKG), jamaah suluk seharusnya memenuhi kebutuhan protein hewani rata-rata untuk memaksimalkan kinerja tubuh sehingga bisa memaksimalkan tenaganya dalam kegiatan berdiam diri untuk berdzikir kepada Allah SWT. 

Jamaah suluk hendaknya makan protein terlebih dahulu daripada karbohidrat. Bila tidak mengkonsumsi cukup protein, seseorang mungkin akan mengalami nafsu makan meningkat. Jika seseorang terlalu sering merasa lapar, bisa jadi dia tidak cukup makan atau tidak cukup asupan protein.  Karena dengan mengkonsumsi protein terlebih dahulu juga dapat membantu menjaga kadar gula darah dan dapat mengurangi nafsu makan dan membuat tubuh kenyang lebih lama. Contohnya jamaah bisa mengkonsumsi telur setiap hari sebagai sumber protein.

Jadi tidak ada hubungan antara mengurangi konsumsi makanan yang berasal dari sesuatu yang bernyawa (protein hewani) akan mengurasi nafsu, namun kebalikannya  jika mengurangi konsumsi protein akan membuat tubuh menjadi mudah lesu, mudah lelah dan mengantuk dan meningkatkan nafsu makan.

Maka ajaran tarekat Naqsyabandiyah yang melarang jama’ah suluk untuk mengkonsumsi sesuatu yang bernyawa secara ilmiah tidak ada kaitannya dengan meningkatnya hawa nafsu karena belum ada yang membuktikan pendapat itu benar. Sejauh ini penelitian tenaga kesehatan menunjukkan bahwa mengkonsumsi potein hewani tidak ada hubungannya kontrol nafsu dalam diri, malah dengan mengurangi protein akan membuat tubuh tidak bertenaga sehingga membuat tubuh jama’ah suluk akan mudah jatuh sakit kerena kekurangan tenaga. Jama’ah suluk yang tujuannya melakukan dzikir secara khusyu’ akan sulit konsentrasi karena tubuhnya lelah dan mudah lapar sehingga akibatnya tidak bisa melakukan kegiatan suluk secara maksimal.

Nilai teologi dari pembahasan ini adalah apapun suatu ajaran yang diyakini oleh setiap penganut aliran tasawuf salah satu nya tarekat Naqsyabandiyah ini adalah sesuatu yang mempunyai dalil yang kuat yang digali dari Al-Qur’an dan hadits dan dari pengalaman-pengalaman sufi itu sendiri dalam pengalaman spiritualnya.

Mungkin hal ini belum bisa dibuktikan secara ilmiah tetapi kita sebagai orang awam harus menghormati setiap ajaran agama yang dianut oleh setiap orang sebagai hak nya dalam mengamalkan ajaran agama nya sesuai dengan keyakinan masing-masing (Pasal 29 UUD 1945).

 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved