Kisah Fatmiyeti Kahar, Menyingkap Tabir Gelap Kasus Kekerasan Perempuan
Kasus pengusiran seorang korban pelecehan seksual, merupakan momentum besar dalam hidup Fatmiyeti Kahar kala pulang ke tanah Pariaman untuk menjadi
Penulis: Panji Rahmat | Editor: Mona Triana
Meski sudah berstatus lembaga, kasus yang jadi pemicu lembaga itu muncul tidak berhasil mereka tangani.
Malah kasus pertama yang ditangani LPTKPA adalah pelecehan seksual oleh mamak (saudara ibu) pada kemenakannya tahun 1990.
Kasus pertama itu mereka tangani dalam waktu satu pekan, menimbang amarah masyarakat yang terus mencuat.
Selama penanganan, korban selalu didampingi dan diamankan di rumah Teta agar tidak mendapat intimidasi dan ancaman oleh keluarga dan masyarakat.
Pendampingan itu berlangsung sampai kasus dilaporkan pada pihak kepolisian untuk diusut tuntas.
Saat kasus sudah sampai ke pihak kepolisian, kadang polisi cepat menanggapi kadang ada juga yang acuh tak acuh saja.
"Menyelesaikan kasus pertama itu kami perang batin," kata pencinta syair Chairil Anwar itu.
Perang batin maksud perempuan yang sempat jadi ketua komunitas Sanggar Kehidupan di Batam itu, karena masyarakat menganggap kasus kekerasan seksual ini tidak penting dan aib keluarga, jadi tidak perlu diungkit.
Bahkan mereka secara pribadi sempat di panggil Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Padang Pariaman karena dianggap membuka aib nagari (setingkat kelurahan).
Sehingga setelah kasus pertama berhasil, anggota LPKTPA yang jumlahnya tiga orang di luar ketua, banyak menolak menangani kasus selanjutnya.
Padahal kasus pertama yang mereka tangani sempat membuat ketua LPKTPA mencuat dan didapuk sebagai pembicara di Kanada tahun 1991.
Saat ketua (kakak Teta) pergi jadi pembicara untuk waktu yang cukup lama, barulah keberanian Teta menghadang rintangan kembali muncul.
"Soalnya siapa lagi, ketuanya tidak di tempat," kata perempuan yang pernah menjuarai lomba baca puisi tingkat provinsi tahun 1984 itu.
Keberanian Teta terus berlanjut, walau perlakuan yang sama ia dapatkan.
Terlebih saat lembaga itu menyentuh usia lima tahun (1995), jumlah kasus yang ditangani terus bertambah sehingga tekanan dari masyarakat makin menjadi.