Kabupaten Solok
Mengunjungi Prasasti Paninggahan di Tepi Danau Singkarak, Situs Bersejarah yang Terabaikan
Prasasti Paninggahan, atau warga setempat menyebutnya dengan batu basurek, berada di tepian danau Singkarak, Nagari Paninggahan.
Penulis: Nandito Putra | Editor: Rahmadi
Ketika itu pemerintah, kata Kenedi, juga membangun plang yang menandakan bahwa prasasti ini merupakan situs cagar budaya.
Namun, dua tahun terakhir, plang tersebut patah dan hilang karena diterjang angin.
"Sudah pernah diusulkan agar plang penjelasan soal prasasti ini kembali dibangun, tapi sampai sekarang belum ditanggapi," ujarnya.
Kini kondisi prasasti itu terlihat tidak terurus. Semen yang berfungsi untuk meninggikan prasasti dari riak air danau mulai retak dan amblas.
Kenedi mengatakan, kala badai menerjang, air Danau menimbulkan ombak tidak beraturan, sehingga mengikis pondasi pondok tersebut.
Baca juga: Kisah dari Lintau: Senja di Rumah Gadang Mufidah Jusuf Kalla
Ia mengatakan, pemerintah pernah ingin memindahkan prasasti ini ke pinggir jalan utama Paninggahan-Malalo.
Namun usul itu ditolak warga, sebab, kata Kenedi, prasasti ini sudah menjadi bagian dari tepian danau Singkarak dan dikeramatkan.
"Kemudian juga pernah diusulkan akan dibangun jalan semen menuju prasasti, tapi ada beberapa warga yang tidak mau sawahnya dilalui jalan," katanya.
Nengsih Susilowati, peneliti Balai Arkeologi Sumatera Utara dalam penelitiannya di buku Budaya Maritim Nusantara: Prespektif Arkeologi menyinggung sedikit tentang prasasti Paninggahan.
Ia menulis, prasasti Paninggahan merupakan peninggalan masa kerajaan Malayapura di bawah kekuasaan Raja Adityawarman pada abad 14 M.
Baca juga: Jaga Kualitas dan Ketersediaan Air, 7 Ribu Bibit Pohon akan Ditanam Sekeliling Danau Singkarak
"Keberadaan Prasasti Paninggahan pada masa Adityawarman menggambarkan adanya aktivitas di tepian danau Singkarak pada masa itu," tulisnya (hlm 65).
Menurut Nengsih, posisi prasasti seperti sekarang menjelaskan bahwa lokasi saat pendirian prasasti merupakan area yang kering.
Namun ia tak menyinggung isi tulisan dalam prasasti Paninggahan.
Menurut Kenedi, pada 2010, seorang peneliti asal Belanda pernah mendatangi lokasi prasasti bersama sejumlah peneliti lain dari Jakarta.
"Kalau saya tidak salah, prasasti ini menceritakan tentang kekayaan alam danau Singkarak dan tanda kekuasaan raja Adityawarman," ujarnya.(TribunPadang.com/Nandito Putra)