Cerita Slamet, Nelayan di Teluk Bayur Padang yang Beli Minyak Sejauh 20 KM untuk Melaut Sehari

Para nelayan di Teluk Bayur, Kota Padang harus menempuh jarak 20 kilometer demi mendapatkan satu jeriken BBM jenis Pertalite.

Penulis: Nandito Putra | Editor: Fuadi Zikri
TribunPadang.com/Nandito Putra
Slamet dan Dedy, dua di antara puluhan nelayan di Teluk Bayur sedang berada di sekretariat kelompok nelayan, Sabtu (27/9/2022). Mereka dan nelayan lainnya di Teluk Bayur kesulitan mendapatkan BBM Pertalite untuk pergi melaut. Salah satunya karena tak adanya SPBU khusus nelayan. 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Para nelayan di Teluk Bayur, Kota Padang harus menempuh jarak 20 kilometer demi mendapatkan satu jeriken BBM jenis Pertalite.

Mereka terpaksa membeli bahan bakar untuk mesin kapal miliknya di SPBU daerah Bungus Teluk Kabung,  Jalan Lintas Padang-Painan agar tetap bisa melaut.

Bukannya tak ada SPBU yang lebih dekat, hanya saja, pemerintah melarang pembelian BBM subsidi, salah satunya Pertalite menggunakan jeriken.

"Pernah kita coba beli di sini (SPBU Coco, berjarak kurang dari sekilo dari Teluk Bayur), tapi disuruh bawa mesin kapal," kata Slamet, salah seorang nelayan di Teluk Bayur saat berbincang dengan TribunPadang.com, Sabtu (27/9/2022).

Baca juga: Cerita Tukang Sepuh Emas di Pasar Raya Padang, Bekal Ilmu Turun Temurun hingga Mampu Sekolahkan Anak

Baca juga: Derita Tak Berujung Padagang Blok III Pasar Raya Padang, Dari Gempa 2009 Hingga Kenaikan Harga BBM

Slamet merupakan nelayan pemegang kartu kelompok nelayan. Ia mengaku sebelumnya cukup mudah memperoleh Pertalite dengan hanya memperlihatkan kartu itu.

Namun, sejak kenaikan BBM Subsidi pada 3 September lalu, serta masifnya penggunaan My Pertamina, membuat ia tak lagi bisa menggunakan kartu nelayan itu.

"Dulu kalau kita tunjukkan kartu nelayan itu bisa (beli pakai jeriken)," imbuhnya.

Puluhan perahu nelayan bersandar di dermaga Pasar Gaung, Teluk Bayur, Kota Padang, Rabu (05/10/2022). Nelayan di Teluk Bayur kesulitan mendapatkan BBM Pertalite untuk pergi melaut. Salah satunya karena tak adanya SPBU khusus nelayan.
Puluhan perahu nelayan bersandar di dermaga Pasar Gaung, Teluk Bayur, Kota Padang, Rabu (05/10/2022). Nelayan di Teluk Bayur kesulitan mendapatkan BBM Pertalite untuk pergi melaut. Salah satunya karena tak adanya SPBU khusus nelayan. (TribunPadang.com/Nandito Putra)

Slamet memilih rute terjauh karena bisa memastikan BBM bisa ia peroleh di sana. Meski ia harus antre panjang bersamaan dengan pengendara motor dan mobil.

SPBU di Bungus Teluk Kabung itu katanya memang menyediakan BBM untuk para nelayan. Sebab, di kawasan tersebut juga banyak nelayan yang mengantre minyak bersamanya.

Selain SPBU itu, Slamet menyebut ada SPBU lainnya yang bisa ia datangi, yaitu SPBU Ranah yang berada di tengah Kota Padang. Namun tak kalah jauhnya dari SPBU Bungus Teluk Kabung.

Dedy yang juga seorang nelayan serta pemegang kartu nelayan juga menceritakan hal yang sama. Dedy juga langganan Pertalite di SPBU Bungus Teluk Kabung.

"Imbasnya kami nelayan di sini tidak bisa memastikan kapan waktu harus melaut karena sulitnya mendapat bahan bakar," kata Dedy.

Dedy dan Slamet kerap membandingkan dirinya yang seorang nelayan dengan pengendara mobil mewah yang ia temui di SPBU yang begitu mudah membeli Pertalite.

"Orang kaya dengan mobil mudah saja beli minyak, kita nelayan untuk melaut dan mencari hidup dipersulit," ungkapnya.

Selain kesulitan memperoleh Pertalite, mereka juga mengeluhkan tingginya kenaikan harga Pertalite yang diumumkan Pemerintah Pusat pada 3 September lalu,

Namun mereka tak terlalu mempersoalkan kenaikan itu, melainkan lebih ke kesulitan memperolehnya.

"Pernah beli ketengan juga, tapi modalnya jauh lebih mahal lagi. Saya sekali melaut bisa habis 15 liter," tuturnya.

Dedy dan Slamet mengaku telah mengadu ke Dinas Perikanan Kota Padang, namun belum menemukan solusi. Slamet menyebut, mereka diminta menunggu dan bersabar.

Tribunpadan.com mencoba menghubungi Kepala Dinas Perikanan Kota Padang Guswardi melalui sambungan telepon dan via WhatsApp namun belum tersambung.

Sementara, dosen dari Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Bung Hatta, Eni Kamal mengatakan, persoalan ini terjadi karena tak adanya SPBU khusus nelayan di kawasan Teluk Bayur.

"Dulu ada SPBU khusus nelayan di Pasia Jambak, tapi sekarang juga sudah tidak beroperasi," kata Kamal. 

Kamal menyebut, adanya SPBU nelayan menjamin keterjangkauan nelayan mendapatkan BBM. Menurutnya, pemerintah seharus bisa menjamin akses bahan bakar bagi nelayan.

Kamal berpendapat, naiknya harga BBM dan sulitnya mendapatkan Pertalite semakin memperbesar angka kemiskinan, khususnya bagi nelayan tradisional.

Ia menuturkan, pada kondisi cuaca tidak menentu seperti sekarang, beban yang dialami nelayan dan keluarganya semakin berat.

"Dengan naiknya harga BBM, nelayan tradisional dua kali lipat masalah yang mereka dapat," katanya lewat panggilan telepon. (TribunPadang.com/Nandito Putra)

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved