Film KKN di Desa Penari Tembus 2 Juta Penonton, Kisah Mistis yang Baru Sepekan Tayang di Bioskop
Film KKN di Desa Penari kini tengah hangat diperbincangkan masyarakat, kisah mistis ini sudah tayang di bioskop sejak 30 April lalu, simak kisahnya.
Penulis: Nika Afrilia | Editor: Emil Mahmud
TRIBUNPADANG.COM - Kisah KKN di Desa Penari diangkat dari kisah nyata.
KKN Desa Penari kembali menjadi topik hangat bagi masyarakat Indonesia.
Pasalnya kejadian mistis yang sempat viral pada 2019 silam ini, kini diangkat menjadi sebuah film yang ditayangkan di bioskop.
Tak heran dalam kurun waktu enam hari penayangan film KKN di Desa Penari berhasil meraup 2 juta lebih penonton.
Mulanya, cerita KKN di Desa Penari diposting akun @SimpleM81378523 pada 20 Juni 2019 lalu.
Menurut SimpleMan, cerita kini merupakan kisah nyata yang terjadi di sebuah desa di Jawa Timur pada 2009.
Dalam cerita yang disampaikan SimpleMan dibuat dalam dua versi yakni versi Widya dan versi Nur.
Berikut spoiler KKN di Desa penari versi Widya yang dikutip dari postingan SimpleMan:
"Malam ini, gw akan bercerita sebuah cerita dari seseorang, yang menurut gw spesial. Kenapa? Karena gw sedikit gak yakin bakal bisa menceritakan setiap detail apa yang beliau alami.
Sebuah cerita tentang pengalaman beliau selama KKN, di sebuah desa penari.
Sebelum gw memulai semuanya. Gw sedikit mau menyampaikan beberapa hal.
Baca juga: Kronologi Gudang Keramik Terbakar di Padang, Tim Damkar Butuh Waktu 45 Menit Jinakkan Api
Sebelumnya, penulis tidak mendapat ijin untuk memposting cerita ini dari yang empunya cerita, karena beliau memiliki ketakutan sendiri pada beberapa hal, yang meliputi kampus dan desa tempat KKN diadakan.
Tetapi, karena penulis berpikir bahwa cerita ini memiliki banyak pelajaran yang mungkin bisa dipetik terlepas dari pengalaman sang pemilik cerita akhirnya, kami sepakat, bahwa, semua yang berhubungan dengan cerita ini, meliputi nama kampus, fakultas, desa dan latar cerita, akan sangat dirahasiakan.
Jadi buat teman-teman yang membaca cerita ini, yang mungkin tahu, atau merasa familiar dengan beberapa tempat yang meski disamarkan ini, dimohon, untuk diam saja, atau merahasiakan semuanya, karena ini sudah menjadi janji penulis dan pemilik cerita.
Tahun 2009 akhir, semua anak angkatan 2005/06 sudah hampir merampungkan persyaratan untuk mengikuti KKN yang dilakukan di beberapa desa sebagai syarat lanjutan untuk tugas skripsi.
Dari semua wajah antusias itu di kampus, terlihat satu orang tampak menyendiri. Widya, begitu anak-anak lain memanggilnya
Ia tampak begitu gugup, menyepi, menyendiri, sampai panggilan telepon itu membuyarkan lamunannya.
"Aku wes oleh nggon KKN'e," (aku sudah dapat tempat untuk KKN) kata di ujung telepon. Wajah muram itu, berubah menjadi senyuman penuh harap.
"Nang ndi?" (dimana?)
"Nang kota B, gok deso kabupaten K***li** , akeh proker, tak jamin, nggone cocok gawe KKN" (di kota B, di sebuah desa di kabupaten K*******, banyak proker untuk dikerjakan, tempatnya cocok untuk KKN kita).
Saat itu juga, Widya segera mengajukan proposal KKN. Semua persyaratan sudah terpenuhi, kecuali kelengkapan anggota dalam setiap kelompok minimal harus melibatkan 2 fakultas berbeda pun dengan anggota minimal 6 orang.
"Tenang," kata Ayu, perempuan yang tempo hari memberi kabar tempat KKN yang ia observasi bersama abangnya. Benar saja, tidak beberapa lama, muncul Bima dengan Nur, ia menyampaikan, kelengkapan anggota 6 orang yang melibatkan 2 fakultas sudah disetujui.
"Sopo sing gabung Nur (siapa yang sudah gabung Nur)?" tanya Ayu,
"Temenku. kating, 2 angkatan di atas kita, satunya lagi, temannya." Lega sudah, batin Widya.
Surat keputusan KKN sudah disetujui semuanya, terdiri dari 2 fakultas dengan proker kelompok dan individu, untuk pengabdian di masyarakat yang akan diadakan kurang lebih sekitar 6 minggu.
Hanya tinggal menunggu, pembekalan sebelum keberangkatan. Jauh hari sebelum malam pembekalan, Widya berpamitan kepada orang tuanya tentang progress KKN yang wajib ia tempuh. Ketika orang tua Widya bertanya ke mana proyek KKN mereka, terlihat wajah tidak suka dari raut ibunya.
"Gak onok nggon liyo, lapo kudu gok Kota B (apa gak ada tempat lain, kenapa harus kota B)?" wajah ibunya menegang. "Nggok kudu nggone Alas tok? Ra umum di nggoni gawe menungso (di sana tempatnya bukannya hutan semua? Tidak bagus ditinggali oleh manusia).
Namun setelah Widya menjelaskan, bahwa sebelumnya sudah dilakukan observasi, wajah ibunya melunak.
"Perasaane ibuk gak enak, opo gak isok diundur setahun maneh (perasaan ibu gak enak, apa tidak bisa diundur satu tahun lagi)."
Widya enggan melakukannya, maka, meski berat, kedua orang tuanya pun terpaksa menyetujuinya.
Hari pembekalan sebelum keberangkatan. Widya, Ayu, Bima dan Nur, matanya melihat ke sekeliling, khawatir, 2 orang yang seharusnya ikut pembekalan belum juga terlihat batang hidungnya, sampai, menjelang siang, 2 orang muncul, menyapa dan memperkenalkan dirinya di depan mereka.
Wahyu dan Anton. Setelah basa-basi, bertanya seputar rencana KKN dari A sampai Z selesai, mereka akhirnya berangkat.
"Numpak opo dik kene (naik apa kita nanti)?" tanya Wahyu.
"Elf mas," jawab Nur.
"Sampe deso'ne numpak Elf dik (sampai desanya naik mobil Elf dik)?"
"Mboten mas. Berhenti di jalur Alas D engken enten sing jemput (tidak mas, nanti berhenti di jalur hutan D, nanti ada yang jemput)," sahut Nur.
Mendengar itu, Widya bertanya ke Ayu. "Yu, deso'ne ra isok diliwati mobil ta (Yu, apa desanya gak bisa dimasuki mobil)?"
Ayu hanya menggelengkan kepala. "Ra isok, tapi cedek kok tekan dalan gede, 45 menit palingan (gak bisa, tapi dekat kok dari jalan besar, 45 menit kemungkinan)."
Di sinilah, cerita ini dimulai. Sesuai apa yang Nur katakan, mobil berhenti di jalur masuk hutan D, menempuh perjalanan 4 sampai 5 jam dari kota S.
Tanpa terasa hari sudah mulai petang, ditambah area dekat dengan hutan, membuat pandangan mata terbatas, belum sampai di sana, gerimis mulai turun, lengkap sudah.
Setelah menunggu hampir setengah jam, terlihat dari jauh, cahaya mendekat, Nur dan Ayu langsung mengatakan bahwa mereka yang akan mengantar.
Rupanya, yang mengantar adalah 6 lelaki paruh baya, dengan motor butut.
Sudah hampir satu jam lebih, tapi motor masih berjalan lebih jauh ke dalam hutan. Khawatir bahwa yang dimaksud Ayu, setengah jam lewat 15 menit adalah setengah hari, Widya mulai berharap semua ini cepat selesai.
Di tengah perjalanan, tidak satupun dari pengendara motor itu yang mengajaknya bicara, aneh. Apa semua warga disana pendiam semua.
Sampailah mereka di Desa W****, tempat mereka akan mengabdikan diri selama 6 minggu ke depan.
Saat KKN berlangsung Bima dan Ayu melakukan hal terlarang yang akhirnya membawa mereka pada malapetaka.
Banyak kejadian mistis yang mereka alami dan pada akhirnya menyebabkan Bima dan Ayu meninggal dunia.