Halalbihalal, Momen Umat Islam Membina dan Merajut Tali Silaturahmi, Begini Asal Usulnya
Halalbihalal merupakan momen umat Islam membina dan merajut tali silaturahmi. Ketika halal bihalal, sesama umat memohon maaf atas kekhilafan dan kesal
TRIBUNPADANG.COM - Halalbihalal merupakan momen umat Islam membina dan merajut tali silaturahmi.
Ketika halal bihalal, sesama umat memohon maaf atas kekhilafan dan kesalahan dalam pergaulan sehari-hari.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, halalbihalal adalah hal maaf-memaafkan yang dilakukan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, biasanya diadakan di sebuah tempat oleh sekelompok orang.
Halal bihalal biasanya digelar oleh kalangan instansi pemerintah, perusahaan maupun dunia pendidikan, dalam hal ini halal bihalal di sekolah.
Halal bihalal mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Lafadz “halal” berasal dari bahasa Arab yang sudah diserap menjadi bahasa Indonesia, yaitu lawan dari kata haram. Halal mempunyai arti boleh.
Baca juga: Hadiri Halal Bihalal Nagari Kapalo Hilalang, Suhatri Bur Ajak Perantau Bersinergi Membangun Daerah
Baca juga: Pulang Basamo IKBK Sijunjung, 680 Perantau Pulang Kampung Hadiri Halal Bihalal
Asal Usul Tradisi Halalbihalal
Dikutip Tribunnews dari Kemenag Sumsel, di Mekkah dan Madinah, tradisi halal bihalal tidak dikenal.
Karena itu, bisa dikatakan halalbihalal ciptaan umat Islam Indonesia atau dalam bahasa Prof. Dr. Quraish Shihab adalah hasil pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat Asia Tenggara.
Konon, tradisi halalbihalal pertama kali dirintis oleh Mangkunegara I, lahir 08 April 1725, yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa.
Saat itu, untuk menghemat waktu, tenaga, pikiran dan biaya, setelah shalat Idul Fitri, Pangeran Sambernyawa mengadakan pertemuan antara raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana.
Dalam budaya Jawa, seseorang yang sungkem kepada orang yang lebih tua adalah suatu perbuatan yang terpuji.
Tujuan sungkem adalah sebagai lambang penghormatan dan permohonan maaf.
Sumber lainnya adalah tradisi halalbihalal lahir bermula pada masa revolusi kemerdekaan, di mana Belanda datang lagi.
Saat itu, kondisi Indonesia sangat terancam dan membuat sejumlah tokoh menghubungi Soekarno pada bulan Puasa 1946, agar bersedia di hari raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Agustus menggelar pertemuan dengan mengundang seluruh komponen revolusi.
Tujuannya adalah agar lebaran menjadi ajang saling memaafkan dan menerima keragaman dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa.
Kemudian, Presiden Soekarno menyetujui dan dibuatlah kegiatan halalbihalal yang dihadiri tokoh dan elemen bangsa sebagai perekat hubungan silaturahmi secara nasional.
Sejak saat itu, semakin maraklah tradisi halalbihalal dan tetap dilestarikan oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu media untuk mempererat persaudaraan bagi keluarga, tetangga, rekan kerja dan umat beragama.
(Tribunnews.com/Widya) (TribunPadang.com/Rizka Desri Yusfita)