Aturan HET Dicabut, Pengamat Ekonomi Unand: Pemerintah Diduga tak Mampu, Berlakukan Intervensi Harga

Pemerintah telah resmi mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng yang berlaku di seluruh Indonesia.

Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Emil Mahmud
TribunPadang.com/WahyuBahar
Salah seorang pedagang di Pasar Pariaman, Syafruddin membungkus minyak goreng curah pesanan dari pembeli, Senin (21/2/2022). 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Pemerintah telah resmi mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng yang berlaku di seluruh Indonesia.

Seperti dilansir Kompas.com, pencabutan aturan itu dilakukan pada Selasa (15/3/2022) lalu.

Berkenaan dengan pencabutan aturan itu, pengamat ekonomi dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi menilai pemerintah (diduga) tidak mampu memberlakukan intervensi harga, dan menyerah pada mekanisme pasar.

"Ini juga merupakan koreksi juga buat pemerintah, pemerintah yang buat aturan untuk Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO), pemerintah pula yang mencabut," ujar Syafruddin Karimi kepada wartawan, Kamis (17/3/2022).

Baca juga: Curhat Warga Kota Pariaman: Aduh Harga Minyak Goreng Melambung, Mau Menggoreng Pakai Apa, Pasir ?

Syafruddin Karimi, Guru Besar Ekonomi Pembangunan, Universitas Andalas (Unand)
Syafruddin Karimi, Guru Besar Ekonomi Pembangunan, Universitas Andalas (Unand) (ISTIMEWA/DOK.UNAND)

Ia mengatakan, penerapan HET yang berjalan selama satu bulan lebih itu tidak mampu diimplementasikan di dalam masyarakat, akibatnya minyak goreng langka, dan masyarakat harus mengantre panjang.

Artinya, kata Syafruddin, tidak ada kuasa dari kekuasaan untuk mengimplementasikan aturan yang dibuatnya sendiri, dan mau tidak mau harus menyerah pada mekanisme pasar.

Menurutnya, aturan HET itu bisa saja efektif di masyarakat, jika pengawalan dan pengawasan berjalan dengan ketat.

"Kalau dibiarkan saja, siapa saja yang punya kekuasaan untuk menyimpan atau menyelundupkan barang, dia selundupkan, karena ada keuntungan," imbuhnya.

Ia menjelaskan, secara teori, setiap ada intervensi dari pemerintah yang membuat harga di bawah harga pasar, akan selalu berakibat pada kelangkaan barang.

Baca juga: Curhat Warga Kota Pariaman: Aduh Harga Minyak Goreng Melambung, Mau Menggoreng Pakai Apa, Pasir ?

Bahkan kata dia, hal itu terjadi bukan hanya pada minyak goreng. "Jadi apa saja barang yang diintervensi, dimana harga lebih rendah dari harga pasar, barang itu sering hilang, kecuali operasi pasar yang sifatnya sementara, sedangkan kebutuhan pokok masyarakat itu setiap hari," kata dia.

Tak maksimalnya pengawalan dan pengawasan yang ketat saat penerapan HET sangat tampak karena adanya kelangkaan.

"Meskipun saat itu (penerapan HET) harga minyak goreng kemasan dijual Rp 14 ribu, kalau dihitung-hitung tenaga dan waktu orang juga habis, karena harus mengantre, dan belum tentu dapat, sama juga akhirnya," kata dia.

Intinya, kata dia, kebijakan Domestic Market Obligation (DPO), Domestic Prize Obligation (DPO) itu bagus. "Saya setuju dengan itu, tapi membutuhkan pengawalan yang ketat," ujar dia lagi.

Ia mengingatkan, jika pemerintah akan memberlakukan kebijakan DPO dan DMO lagi, pemerintah harus siap dengan apatur yang benar-benar menjamin kebijakan itu efektif dan persediaan barang tercukupi. "Kalau tidak serahkan saja pada mekanisme pasar," tambahnya.

Sebenarnya, kata Syafruddin Karimi, ia sudah menyangsikan adanya aturan HET saat masih diberlakukan.

Saat itu, ia sudah menulis bahwa aturan yang ada malah menyebabkan kelangkaan barang, sehingga saat itu ia merekomendasikan agar minyak goreng diserahkan saja pada mekanisme pasar.(TribunPadang.com/Wahyu Bahar)

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved