Tanggapi Pernyataan Menag RI, Ketua MUI Sumbar: Itu Sudah Keluar Adab

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sumatera Barat, Gusrizal Gazahar menyayangkan pernyataan Menteri Agama Republik Indonesia (Menag RI), Yaq

Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Emil Mahmud
TRIBUNPADANG.COM/RIZKA DESRI YUSFITA
Ketua MUI Sumbar Gusrizal Gazahar saat ditemui di ruangan kerjanya, Kamis (19/3/2020). 

Belum lagi, kata dia mengenai implementasinya. Ia mempertanyakan bagaimana mengatur pengeras suara dengan batasan 100 desibel dan hal-hal lainnya.

Hal yang kedua, sisi urgensi juga menjadi sorotan dari ketua MUI Sumbar ini.

"Apa urgensinya sehingga terlalu ngotot seperti ini? MUI Sumbar dari dahulu sudah mengingatkan berbagai pihak, perkara seperti ini mestinya dilakukan pengaturannya oleh internal umat beragama itu," kata dia.

Ia kemudian menyebut seharusnya pengaturan seperti penggunaan pengeras suara di masjid dan musala bukan diatur melalui SE menteri tersebut.

Menurutnya, Kemenag RI sepatutnya mengkoordinasikan dulu kepada lembaga-lembaga keumatan yang terkait, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI).

Baca juga: Kakanwil Imbau Pedomani SE Menag RI Lakukan Ibadah Kurban: Terapkan Prokes Ketat dan tanpa Kerumunan

Ilustrasi masjid dan pengeras suara
Ilustrasi masjid dan pengeras suara (Grid.ID)

"Karena itu koordinasikan saja, kalau ada hal yang perlu yang terlihat oleh Menag atau kementerian dan penataan lebih lanjut, jadi harus dikoordinasikan dengan lembaga-lembaga keumatan yang terkait seperti MUI dan DMI," tambah Gusrizal Gazahar.

Dikatakannya, Kemenag seharusnya tidak masuk terlalu jauh untuk mengatur penggunaan pengeras suara itu.

Ia menilai, tidak ada urgensinya sehingga SE itu perlu diterbitkan.

"Tidak terlalu urgen, dan tidak terlalu penting kemenag masuk ke ranah ini, biarlah itu urusan internal umat beragama, umat Islam sendiri, biar umat Islam yang mengaturnya," tutur dia.

Selanjutnya, dari sisi implementasi, SE itu dinilai tidak bisa dipatuhi secara utuh oleh semua masyarakat atau umat Islam di berbagai wilayah di Indonesia.

"Bagaimana pembagian wilayah dan berbagai macam, di daerah perkampungan misalnya, masjid cuma satu, bagaimana ini?," ucap dia.

"Jadi SE ini tidak mempertimbangkan bahwa negeri ini luas, dan kepadatan penduduk berbeda, keberadaan rumah ibadah dan kerapatan pemukiman juga berbeda," tambah Gusrizal Gazahar.

Baca juga: MUI Kota Bukittinggi Merespon terkait SE Menag RI, Aidil: Sepakat Demi Kenyamanan, dan Ketenteraman

Baca juga: SE Menag RI tentang Aturan Pengeras Suara di Masjid & Musala, Ketua MUI Sijunjung: Harus Dirapatkan

Selain itu, Ketua MUI juga menyangsikan bahwa akan ada efek atau dampak dari SE itu bagi umat beragama.

"Entah tidak terpikir atau terjangkau oleh mereka yang membuat SE ini perihal efek atau dampak sesudahnya. SE ini bisa jadi alasan bagi orang untuk saling lapor, karena terganggu dan sebagai macamnya," kata dia.

"Adanya protes dan berbagai macam, apalagi ada minoritas muslim di tempat lain, gimana jaminan kebebasan beragama kalau hal-hal diatur sedemikian," paparnya.

Berkenaan dengan itu, Gusrizal Gazahar mengimbau umat Islam di Sumbar untuk mengabaikan SE Menag Nomor 5 tahun 2022 itu.

"Kami harap, kita bisa menata, pengeras suara di lingkungan umat Islam yang bisa membuat beribadah menjadi nyaman. Jadi, ibadah itu sendiri yang menjadi alasan pengaturannya, bukan karena kebisingan atau alasan lain," tegas Gusrizal Gazahar.(TribunPadang.com/Wahyu Bahar)

Sumber: Tribun Padang
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved