Opini Citizen Journalism
Mengkritik Vs Memprotes : Apakah Kritikan dan Protes, Itu Bisa Dipertukarkan ?
Berhati-hatilah jika sudah tidak ada lagi orang yang mau mengkritik kita karena pada titik itulah kita akan berhenti berkembang
Oleh Ike Revita, Penulis adalah Dosen Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas
BERHATI-hatilah jika sudah tidak ada lagi orang yang mau mengkritik kita karena pada titik itulah kita akan berhenti berkembang - Anonim
Dalam KBBI (2021), to criticize atau mengkritik diartikan sebagai mengemukakan kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya.
Berbeda halnya dengan to protest, atau memprotes yang dimaknai sebagai menyatakan tidak setuju, menyangkal, menentang, dan sebagainya.
Makna kedua kata ini jelas menunjukkan bahwa antara mengkritik dan memprotes itu terdapat perbedaan.
Dalam hal ini mengkritik mengarah kepada pemberian tanggapan atas suatu hal yang diiringi dengan komentar untuk mengarah menuju ke yang lebih baik.
Tidak demikian halnya dengan memprotes yang lebih kepada menunjukkan ketidaksepakatan.
Aktivitas mengkritik dan memprotes sekarang ini sudah lazim dilakukan. Ketika ada sesuatu yang berbeda dengan keinginan maka protes dilakukan.
Ketika ada yang dilihat dan dipandang tidak bagus maka kritikan pun muncul.

Apakah kritikan dan protes itu bisa dipertukarkan?
Jawabannya sudah pasti tidak karena masing-masing dari kedua kata ini sudah memiliki arti tertentu.
Hal yang mungkin terjadi adalah ketika salah satu digunakan sebagai tameng untuk yang lain.
Salah satu kata menjadi kaver bagi kata lain. Menarik dan unik dan inilah yang menjadi fokus dalam tulisan ini.
Adalah suatu kenyataan yang tidak bisa dihindari ketika seseorang melakukan kritikan.
Kritikan bisa saja diarahkan kepada perbuatan, tindakan, atau proses yang dilakukan.
Dalam kritikan itu dapat diberikan penilaian terhadap hal baik dan buruk.
Dengan kata lain, ada pertimbangan yang diberikan. Ini tidak sama dengan protes yang lebih mengacu kepada bentuk ketidaksejalanan.
Saat ada perbedaan pendapat, seseorang yang melakukan protes akan menyampaikan ketidaksetujuaannya.
Hal yang menjadi persoalan adalah ketika ketidaksetujuan ini dibungkus oleh kritikan.
Tidak jarang kita mendengar orang mengklaim bahwa dia mencoba mengkritik untuk kebaikan.
Padahal maksudnya adalah untuk memprotes. Berdalih mengkritik, protes ini diklaim seakan-akan penuturnya orang yang berniat untuk kebaikan.
Apakah mengkiritik dan memprotes itu tidak baik?
Baca juga: 4 Mahasiswa FIB Unand Wisata ke Lobang Japang, di Padang: Tim PkM Tata Lokasi, Agar Layak Dikunjungi
Baca juga: Pemkab Dharmasraya dan FIB Unand Jajaki Kerja Sama, Targetkan Pemajuan, dan Pelestarian Budaya lokal
Semua yang dilakukan tentu ada motivasi dan maksudnya. Dalam berbahasa, Revita (20018) dan Austin (1969) menyebutkan bahwa saat bertutur sebenarnya seseorang juga melakukan aksi.
Lewat bahasa, ada performa yang dilakukan. Demikian yang terjadi pada kegiatan mengkiritik dan memprotes ini. Keduanya adalah aksi yang dapat diindentifikasi lewat tuturan.
Tuturan yang ditujukan untuk maksus mengkritik dan memprotes salah satunya dapat diketahuai melalui konteks.
Konteks merupakan salah satu bentuk dari common share atau common knowledge , yang harus dimiliki peserta tutur dalam sebuah interaksi.
Keberadaan konteks ini menyebabkan terjadinya kesapahaman antarapeserta tutur sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik.
Permasalahan akan muncul saat peserta tutur tidak menggunakan konteks yang sama. Disinilah hadir multi tafsir.
Multi tafsir dapat dijadikan alat untuk mengaburkan maksud tuturan untuk memprotes.
Protes disebutkan sebagai kritik atau sebaliknya kritik dituduh sebagai bentuk protes.
Fenomena ini menjadi bukti bahwa bahasa itu memiliki daya yang tidak sederhana.
Permainan pun dapat dilakukan lewat bahasa. Dalam Ilmu Bahasa atau Linguistik ada yang disebut dengan linguistic pun.
Bahasa dapat dimainkan sehingga ada unsur-unsur lain yang di-highlight dalam berbahasa.
Terkait dengan kritikan dan protes, sering terjadi motivasi untuk mengaburkan keduanya.
Untuk pembenaran atas sebuah perbuatan, protes kemudian disebutkan sebagai kritikan.
Baca juga: Indahnya Baso
Baca juga: Kamuflase Lewat Bahasa
Dengan modus untuk tujuan kebaikan, sebuah protes diklaim sebagai kritikan.
Yang pasti, kedua bentuk kritikan dan protes dapat diidentifikasi ketika konteks dilibatkan.
Potensi multitafsir bisa diminimalisir ketika ada orang yang bermaksud untuk memprotes kemudian disebutkan mengkritik atau sebaliknya kritikan dituduhkan sebagai bentuk protes.
Konteks sangat membantu dalam memisahkan maksud kritik dan protes ini.
Apa pun tujuannya, berbahasa tentu dilakukan untuk berkomunikasi.
Walau digunakan untuk mengkritik atau memprotes, berbahasa idealnya tentu disampaikan dengan cara yang baik. (*)