Ramadhan 1442 H

ZIARAH Jelang Bulan Ramadhan: Tradisi Nyadran Saat Bulan Syaban, Momentum Sambut Ibadah Puasa

NYADRAN atau tradisi setiap tahun melakukan ziarah ke makam, hingga kini masih berlangsung secara turun-temurun di sebagian kalangan masyarakat Jawa m

Editor: Emil Mahmud
TribunPadang.com/Rezi Azwar
Ilustrasi: Keluarga peziarah yang berdatangan di Pemakaman Tunggul Hitam di Air Tawar Timur, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat, Rabu (1/5/2019). 

NYADRAN atau tradisi setiap tahun melakukan ziarah ke makam, hingga kini masih berlangsung secara turun-temurun di sebagian kalangan masyarakat Jawa menjelang bulan Ramadhan.

Nyadran biasanya dilakukan saat bulan Syaban dalam kalender Hijriah.

Dalam penanggalan Jawa, nyadran biasanya dilakukan sebulan sebelum bulan puasa pada tanggal 10, 15, 20, dan 23 Ruwah.

Dikutip dari Tribunnews.com pada Jumat (26/3/2021), istilah Ruwahan merupakan tradisi kebudayaan Jawa untuk mendoakan orang yang telah meninggal dunia, seperti orang tua, kakek, nenek, tokoh pendiri kampung, wali, dan lainnya.

Dalam budaya Jawa, mendoakan orang tua, kakek, nenek, dan para leluhur merupakan bentuk penghormatan.

Saat berkunjung ke makam, orang-orang membersihkan dan menaburkan bunga ke makam keluarga.

Baca juga: Mengenal Nyadran, Tradisi Unik Masyarakat Jawa Menyambut Bulan Ramadan

Baca juga: Pamit Hendak Ziarah ke Makam Kakek, Seorang Remaja Ditemukan Tewas di Parit, Diduga Dibegal

Pendapat lain dari sejarawan, Heri Priyatmoko, menerangkan nyadran merupakan momen merangkai sejarah keluarga dan juga lingkungan.

Dari mana seseorang berasal, baik tempat kelahiran seseorang maupun runutan garis keturunannya.

"Ya nyadran adalah momentum untuk merangkai sejarah keluarga dan kampung halaman yang biasanya diingat kembali pada saat nyadran (mudik)."

"Dengan nyadran ini, orang kembali membasuh ingatan sejarah lokal (kampungnya), dimana ia lahir dan dibesarkan," kata Heri saat dikonfirmasi Tribunnews.com pada Kamis (25/3/2021).

Heri juga menambahkan, nyadran atau berziarah ke makam membuat seseorang paham akan lingkungnnya.

Tradisi makam mempertemukan garis keturunan antara satu keluarga dengan keluarga lain (tetangga).

Mereka bertemu untuk saling mengulang sejarah di mana mereka pernah memiliki pengalaman bersama sebelumnya.

"Dalam kompleks kuburan, makam satu dengan makam lainnya mungkin tidak punya pertalian saudara, tapi mengingatkan kembali sejarah lokal-wilayah desa tersebut."

"Bahwa mereka adalah tetangga, yang pernah punya pengalaman bersama dalam memaknai ruang kampung," tambah Heri.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved