Berita Sumbar Hari Ini

Wacana Daerah Istimewa Minagkabau Ditanggapi Plt Wako Padang, Hendri Septa: Saya Sah-sah Saja

Terkait wacana Daerah Istimewa Minagkabau (DIM),Plt Wali Kota Padang Hendri Septa memberikan tanggapan atas usulan perubahan Provinsi Sumat

Penulis: Rima Kurniati | Editor: Emil Mahmud
istimewa
Plt Wali Kota Padang, Hendri Septa, saat menjadi narasumber Padang Creative Talk Bersama Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) RI Sandiaga Salahuddin Uno', Senin (22/3/2021) malam 

"Untuk itu perlu negara hadir melestarikannya dan mempertahankannya serta membinanya dengan baik. Dengan filosofi bersuku kepada ibu, bernasab kepada bapak, dan berpusako tinggi dari mamak," jelas M Sayuti, Kamis (18/3/2021).

Baca juga: Guspardi Gaus Minta Sempurnakan Naskah Akademik Provinsi DIM, Minangkabau Syaratkan Sato Sakaki 

Baca juga: Wacana Sumbar jadi Daerah Istimewa Minangkabau, Rijel Samaloisa: Ancaman bagi Suku Minoritas 

Lebih lanjut ia menyebut, Tanah Pusaka Tinggi Minangkabau ialah juga tanah air Indonesia perlu dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan orang Minangkabau dan kepentingan bangsa Indonesia.

Sistem Pertanahan Minangkabau diatur dengan hukum adat dalam hukum tanah ulayat atau pusako tinggi.

Hal ini sudah diatur dengan Perda Tanah Ulayat dan Pemanfaatanya di Sumatera Barat.

"Kalau sudah lama pergi merantau, lalu punya jabatan tinggi, sebenarnya dia tidak punya waris untuk menerima pusako, tapi karena orang berkuasa, dibuatnya gelar. Akhirnya tidak bertegur sapa dengan orang sekampung. Itu harus kita antisipasi," ungkap M Sayuti. 

Selain itu, nilai - nilai filosofi yang dianut oleh orang Minangkabau adalah nilai-nilai filosofi yang terkandung dalam nilai-nilai Pancasila, yang dikemas dalam ungkapan budaya bangsa "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato Adat Mamakai.

"Artinya orang Minangkabau juga berpaham nasionalis, paham islami, paham demokratis, dan paham egaliter," tambah M Sayuti.

Ia melanjutkan, sistem Demokrasi Minangkabau umumnya memakai dua kelarasan.

Pertama, Kelarasan Koto Piliang adalah semacam kelarasan yang titik dari atas atau turun dari langit atau peraturan itu turun dari pemimpin kepada rakyat setelah melalui kajian yang matang di tingkat pimpinan. 

Kedua, kelarasan Bodi Caniago, yaitu sebelum pemimpin mengambil keputusan harus mendengar suara rakyat banyak dari bawah atau disebut juga membersut dari bumi. 

Ada pula Demokrasi kelarasan Pisang Sikalek Hutan, artinya, sebelum keputusan diambil didengar pendapat pemimpin dan didengar pula pendapat rakyat. 

Ada lagi demokrasi Lareh nan Panjang, yaitu bila keputusan itu berakibat merugikan rakyat dan juga nagari maka pemimpin tertinggi harus membatalkannya.

Kemudian, Sistem Kepemimpinan Tungku Tigo Sajarangan (TTS) yaitu Ninik Mamak, Alim Ulama, dan Cadiak Pandai, dan Tali Tigo Sapilin (TTSp) yaitu Adat, Agama, dan Undang undang telah hidup bertahun-tahun bahkan berabad di Minangkabau untuk mengawal adat nan sebatang panjang. 

Kepemimpinan Orang Empat jinih adat (Pangulu, Manti, Malin, dan Dubalang) berfungsi mengawas adat Minangkabau di nagari yang disebut dengan adat selingkar nagari dan Kepemimpinan Jinih nan Empat Syara' (Imam, Khatib, Bilal, dan Kadhi) berfungsi mengawas syarak seluruh alam. 

Kata M Sayuti, sistem kepemimpinan itu sudah diakui sejak dulu bahkan sekarang sudah tertuang dalam Perkap Polri Nomor 3 tahun 2015 tentang Perpolisian Masyarakat. 

Sumber: Tribun Padang
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved