Kudeta Myanmar: Kondisi Perempuan yang Tertembak saat Protes Mengalami Kritis

SEORANG perempuan pelaku unjuk rasa menolak kudeta militer di Myanmar dilaporkan dalam kondisi kritis dan dinyatakan mengalami kematian otak.

Editor: Emil Mahmud
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ilustrasi: Aksi demo 

"Penggunaan kekuatan yang tidak proporsional terhadap para demonstran tidak dapat diterima," kata Ola Almgren, koordinator penduduk dan koordinator kemanusiaan PBB di Myanmar.

Protes sebelumnya terhadap pemerintahan militer selama puluhan tahun di negara itu, pada 1988 dan 2007, menyebabkan para demonstran tewas.

Pada Selasa malam, militer Myanmar juga "menyerbu dan menghancurkan" markas NLD, kata partai itu.

BBC Burma melaporkan bahwa pasukan keamanan mendobrak pintu secara paksa Selasa malam. Tidak ada anggota partai yang hadir di gedung itu.

Penggerebekan itu terjadi selama jam malam nasional, yang berlangsung dari pukul 20:00 hingga 04:00 waktu setempat.

Larangan berkumpul

Larangan orang berkumpul dan jam malam diterapkan di sejumlah kota dan pemimpin militer Min Aung Hlaing memperingatkan tak ada yang berada di atas hukum.

Ia tidak mengeluarkan ancaman langsung kepada demonstran, tetapi TV negara memperingatkan bahwa "langkah akan diambil" terhadap mereka yang melanggar hukum, menyusul pidato Hlaing.

Militer melarang pertemuan lebih dari lima orang di kota Yangon dan Mandalay dan menerapkan aturan jam malam.

Aturan diterapkan setelah tiga hari berturut-turut protes massal.

"Mereka melepaskan tembakan peringatan ke langit dua kali, kemudian mereka menembakkan peluru karet [ke pengunjuk rasa]," kata seorang warga kepada kantor berita AFP.

Sementara itu, pemimpin kudeta di Myanmar untuk pertama kalinya menyampaikan pidato yang disiarkan di televisi, dalam upaya membenarkan tindakan militer.

Apa yang terjadi saat protes?

Di hari keempat demonstrasi massal, demonstran berhadapan dengan polisi yang menembakkan meriam air di kota Bago.

https://twitter.com/walone4/status/1358989216798150657


Meriam air juga berulang kali ditembakkan ke kerumunan pengunjuk rasa di Nay Pyi Taw, yang menolak mundur, menurut kantor berita Reuters.

"Akhiri kediktatoran militer", teriak para demonstran.

BBC Burma melaporkan pengunjuk rasa di Nay Pyi Taw bahkan didukung seorang petugas polisi. Para pengunjuk rasa telah meminta petugas polisi untuk bergabung dengan tujuan mereka.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved