Masyarakat Terdampak Tol Padang-Pekanbaru di Lima Puluh Kota Ngadu ke Ombudsman

Perwakilan warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Terdampak Tol mendatangi Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Kamis (28/1/2021).

Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: Emil Mahmud
TRIBUNPADANG.Com /RIZKA DESRI YUSFITA
Perwakilan warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Terdampak Tol mendatangi Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Kamis (28/1/2021) malam. 

Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rizka Desri Yusfita

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Perwakilan warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Terdampak Tol mendatangi Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Kamis (28/1/2021).

Warga tersebut berasal dari lima nagari yang ada di Kabupaten Limapuluh Kota Nagari yakni Lubuk Batingkok, Koto Tangah Simalanggang, Koto Tinggi Simalanggang, Taeh Baruh dan Nagari Gurun.

Sekretaris Forum Masyarakat Terdampak Tol, Ezi Fitriana menjelaskan, pihaknya mendatangi Ombudsman RI untuk menyampaikan berbagai macam terkait penolakan pengerjaan Tol Trans Sumatera ruas Padang-Pekanbaru.

Pihaknya menilai adanya dugaan maladministrasi yang sudah dilakukan oleh penyelenggara dalam proses pembangunan tol itu.

Di antaranya, mulai dari proses pemancangan tanpa adanya sosialisasi terlebih dahulu dan tanpa adanya peran partisipatif dari masyarakat.

"Jadi proses yang dilakukan selama ini top down melalui foto satelit. Kemudian berdasarkan foto itu dilakukan proses sosialisasi," jelas Ezi Fitriana.

Baca juga: Jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang Dimulai, Pakai Produk Semen Padang

Baca juga: Jalan Tol Pekanbaru Dumai Bisa Dilewati Gratis hingga 2 Januari 2020, Jam Operasional 08.00-16.00WIB

Dalam proses sosialisasi, kata Ezi, sebenarnya masyarakat sudah tidak sepakat dengan berbagai macam pertimbangan.

Di antara lain rute tersebut akan melalui lahan produktif dan pemukiman padat penduduk.

Kemudian juga akan merusak sendi sosial budaya, tatanan adat yang dipertahankan warga setempat selama ini.

Namun begitu, lanjut Ezi, semua pertimbangan keberatan belum didengar dan tidak didengar oleh pihak penyelenggara dan mereka terus saja melakukan proses berikutnya.

"Kami Forum Masyarakat Terdampak Jalan Tol, sudah membuat kesepakatan bersama. Surat sudah dikirim ke instansi terkait mulai tingkat kabupaten, provinsi hingga nasional. Tapi belum direspon."

"Kami juga mengirimkan surat ke DPRD, hiring (hearing) dengan DPRD, akan tetapi proses di lapangan tetap dilakukan."

"Mereka bilang, ini masih basic persiapan, masih tahap perencanaan dini, masih jauh lagi dari proses penetapan lokasi," jelas Ezi.

Tapi dari rencana-rencana itu, penyelenggara sudah mulai melakukan pemetaan, sudah mulai inventarisir lahan, dan sudah punya target pembebasan lahan.

Menurut Ezi, diduga terjadi kesimpangsiuran informasi dan tidak konsistennya penyelenggara dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

Dikatakan apa yang dilakukan masih tahap awal dan masih tahap rencana serta bisa saja berubah, tapi seakan-akan ada intervensi dan intimidasi ke masyarakat.

Baca juga: Terowongan Jalan Tol Pekanbaru - Padang Dibangun Jepang? Wagub Sumbar Nasrul Abit Ungkap Pertemuan

Baca juga: POPULER SUMBAR: Pembangunan Terowongan Tol Pekanbaru - Padang, Mengintip Rumah Kelahiran Tan Malaka

"Dikatakan, jika masyarakat masih menolak, jalan tol tidak akan ada di Sumbar."

"Jadi, kami yang terdampak seakan-akan dijadikan musuh bersama masyarakat Sumbar untuk menggagalkan upaya pembangunan jalan tol di Sumbar ini," terang Ezi.

Meluruskan Informasi

Menurut Ezi, hal itu mesti diluruskan dan melalui Ombudsman diharapkan bisa meluruskan informasi-informasi yang keliru terhadap perjuangan masyarakat.

Ezi ingin Ombudsman bisa memfasilitasi, bertemu dan hiring (hearing) atau dengar pendapat juga dengan pemegang kebijakan dalam hal ini gubernur.

Sehingga gubernur bisa merasakan apa yang mereka rasakan guna menjadi pertimbangan kepala daerah untuk mengambil kebijakan.

Luas yang terdampak pembangunan tol Trans Sumatera ruas Padang-Pekanbaru di Lima Puluh Kota

Data citra satelit pakar geografi Universitas Bung Hatta, yang paling terdampak ialah lahan sawah seluas 269.277 hektar.

Kemudian ladang itu 196.851 hektare, perkebunan seluas 82.955 hektar, pemukiman dan pusat kegiatan 30.675 hektar.

Lainnya seperti sungai dan hutan rimba itu meliputi 17 persennya.

Sementara ada 539 titik rumah yang terdampak. Kalau sekiranya satu rumah 2 KK, ada sekitar 1.000 lebih KK. Satu KK dua hingga tiga orang, sehingga ada sekitar 3 ribu atau 4 ribu jiwa yang terkena.

Ezi mempertanyakan, apakah hal itu sudah diestimasi nilainya oleh pemerintah atau pemegang kebijakan.

"Kenapa harus ngotot melalui jalan ini, kenapa melihat aspek fisik dan bangunan yang hanya diganti rugi."

"Penghidupan yang hilang tidak estimasi. Bukan kepentingan ekonomi, tapi kepentingan finansial, ini yang kami perjuangkan," kata Ezi.

Ezi berharap Ombudsman menelusuri dugaan maladministrasi yang dilakukan penyelanggara.

Pihaknya meminta Ombudsman memfasilitasi bertemu dengan gubernur. Karena surat yang pihaknya tembuskan ke gubernur dan 23 instansi lainnya sampai saat ini belum digubris.

"Kami bukan konteks mengkaji ganti rugi, kami juga tidak mengajak pemerintah membicarakan ganti rugi," tegas Ezi.

Sementara itu Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Yefri Heriani mengatakan, pihaknya menerima laporan dari masyarakat Lima Puluh Kota terkait rencana pembangunan jalan tol.

Bagaimana pun, kata Yefri, pihaknya mengapresiasi upaya mereka untuk menjadi bagian yang terpenting dalam pembangunan sendiri.

"Sebenarnya laporan ini sudah disampaikan sejak Desember 2020 dengan cara mengirimkan laporan melalui WhatsApp/WA,” kata Yefri.

Akan tetapi, masyarakat memilih menyampaikan secara langsung dan diharapkan Ombudsman juga dapat melakukan prosesnya jika dokumennya sudah lengkap.

Saat ini Ombudsman masih meminta dokumen kelengkapan untuk memenuhi syarat bisa menjadi laporan di Ombudsman.

Secara garis besar, sambung Yefri, masyarakat  menegaskan bahwa mereka tidak pernah melakukan penolakan terhadap segala bentuk pembangunan.

Akan tetapi, masyarakat berharap pemerintah mempertimbangkan dampak dari pembangunan tersebut.

"Hal terpenting yang mereka sampaikan, mereka berharap ada pertimbangan, kalau terjadi pembangunan, maka secara kekauman, besar kemungkinan akan terpecah-pecah," tutur Yefri. (*)

Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved