Kisah Petugas Pemakaman Jenazah Covid-19 di Padang, Sempat Takut hingga Tak Berani Pulang
Kisah Petugas Pemakaman Jenazah Covid-19 di Padang, Sempat Takut hingga Tak Berani Pulang
Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: afrizal
Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rizka Desri Yusfita
TRIBUNPADANG.COM, PADANG.COM - Awal pandemi virus Corona adalah periode paling menakutkan bagi Dedy Darmady (37).
Saat itu, ia pertama kali mendapat tugas menangani pemakaman pasien Covid-19.
16 April 2020, Dedy mendapatkan tugas pertama untuk memakamkan jenazah Covid-19 di Kabupaten Pasaman.
"Awalnya 16 April, saat jenazah yang dimakamkan di Pasaman. Di Padang wabah corona saat itu sedang merajalela," kata Dedy.
Baca juga: Kedatangan Internasional Diperketat, Upaya Pemerintah Cegah Varian Baru Covid-19
Baca juga: Update Kasus Covid-19 di Indonesia 25 Desember 2020: Total 700.097 Positif dan 570.304 Sembuh
Setelah itu ia mendapatkan tugas memakamkan jenazah pasien Covid-19 di Koto Baru, Kabupaten Solok.
Dedy dan teman-temannya terus mengenakan alat pelindung diri (APD).
Bahkan sempat menyeberangi sungai menggunakan perahu karet untuk memakamkan jenazah.
Ia mengaku awalnya sempat takut lantaran merasa terancam terpapar virus mematikan yang tak kasat mata itu.
Meski sempat takut, belakangan ia sudah mulai menjalankan tugas dengan lebih tenang.
Karena bisa dikatakan sudah mahir memakamkan pasien Covid-19,
"Awalnya memang takut, bahkan ketakutan itu nomor 1," tutur Dedy.
Bahkan awalnya Dedy takut untuk pulang ke rumah bertemu istri dan anak-anak.
Karena itu ia sempat memutuskan tidak pulang.
Karena pekerjaan saat ini perintah dari kepala dinas, ia dengan ikhlas menjalankan pekerjaan tersebut.
Dedy memakamkan pasien Covid-19 bersama teman-temannya dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang.
Dua tim untuk memakamkan pasien Covid-19 dan 1 tim untuk penggali kubur di Bungus.
Dedy mendapat bagian pemakaman, beriringan dengan jenazah Covid-19.
Dalam bekerja Dedi terdiri atas satu tim beranggotakan delapan orang.
Kalau pasien dimakamkan di tanah kaum, yang menggali kubur adalah ahli waris.
Seketika dapat kabar dari ahli waris, jenazah dikuburkan di tanah kaum itu.
Memakamkan jenazah di tanah kaum, banyak kendala dari awal yang dirasakan Dedy.
"(Memakamkan) jenazah di tanah kaum macam-macam suka dukanya untuk ke sana (lokasi)."
"Apalagi warga dengan adanya wabah, ada yang percaya, ada yang tidak. Ditambah kita memakai baju hazmat, serba putih, orang sudah khawatir," ungkap Dedy.
Dedy menyebutkan, memakamkan jenazah positif corona dilakukan petugas pemakaman sesuai dengan protokol yang ada.
Utamanya peti jenazah diangkat dari ambulans, lalu jenazah disemprot disinfektan sampai ke pemakaman.
Dedy mengaku sempat bingung mana yang arah kepala dan mana arah kaki jenazah sebab awalnya tidak ada penanda.
"Peti jenazah itu tidak sama dengan peti China, yang kerucut ke kaki dan lebar ke arah badan. Peti untuk covid sama saja, tidak ada bedanya antara arah kaki dan kepala," terang Dedy.
Namun hal itu ia sampaikan ke Kepala Dinas Lingkungan Hidup agar peti jenazah diberi penanda. Sejak itu, Dedy tidak merasa kebingungan lagi.
Dedy melakukan pemakaman hingga larut malam, terutama saat bulan ramadan.
Penerangan yang digunakan hanya lampu saja.
Ia bercerita pernah mengalami kejadian mistis saat pemakaman.
"Kita tidak tahu jenazah ini di masa hidupnya (seperti apa). Kadang ada-ada saja kejadian, seperti peti ketika diangkat terasa berat, hingga tak kuat saya mengangkatnya."
"Saya terus berdoa, kalau ada yang salah dalam bekerja, saya minta maaf, kami tidak menganggu. Setelah itu, tidak ada kendala dalam pengangkatan peti jenazah, sudah terasa ringan saja," ungkap Dedy.
Ia juga pernah mengalami ambulan yang seharusnya belok kiri, tetapi ada saja yang mengarahkan untuk lurus.
Padahal aksesnya ke ke sana tidak cukup bagus, jalan licin tanpa beton.
Dedy heran sebab sebetulnya sopir ambulans sudah biasa melewati jalan itu.
"Untung ada teman saya yang menunggu ambulans saat itu. Kalau tidak sudah tersesat," terang Dedy.
Sudah ratusan jenazah covid-19 yang dimakamkan Dedy dan teman-temannya.
Dia kerap mendapatkan pengucilan dari berbagai pihak karena dinilai dapat menularkan Covid-19.
Sampai saat ini pun masyarakat masih khawatir. Wabah corona tidak tampak.
"Kerja saya berurusan dengan corona, masyarakat takut. Namun kita tidak bisa marah. Kita juga memahami itu profesi kita," kata Dedy.
Di samping jadi petugas pemakaman Covid-19, Dedy masih bekerja sebagai Petugas Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang.
Menggunakan kapal ia rutin membersihkan sampah di Banjir Kanal Bandar Bakali, Padang.
Kapal tersebut digunakan untuk memungut sampah yang terbawa arus dari hulu.
"Jadi sejak adanya Covid-19, selesaikan kegiatan rutin dulu, jika ada pasien Covid-19 yang akan dimakamkan, baru berangkat," ucap ayah dua orang anak ini.
Melakukan pekerjaan yang mulia, Dedy berharap tim pemakaman tetap terlindungi dari penularan Covid-19.
Karena tim selalu mengenakan APD lengkap untuk penanganan jenazah Covid-19.
"Saya sudah melakukan tes usap Covid-19, dari hasil tes itu dinyatakan negatif Covid-19. Ke depan saya berharap saya dan tim tetap sehat," harap Dedy. (*)