2 Sekuriti di Padang Divonis Bersalah karena Bela Diri, APSI Sebut Majelis Hakim Keliru
Dua sekuriti di Padang divonis bersalah oleh hakim Pengadilan Negeri Padang karena menghilangkan nyawa seseorang saat membela diri.
Penulis: Rezi Azwar | Editor: Saridal Maijar
Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rezi Azwar
TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Dua sekuriti di Padang divonis bersalah oleh hakim Pengadilan Negeri Padang karena menghilangkan nyawa seseorang saat membela diri.
Dua sekuriti itu bernama Efendi Putra dan Eko Sulistiyono yang masing-masing divonis 1 tahun 6 bulan dan 4 tahun 6 bulan penjara.
Sidang vonis tersebut berlangsung pada Selasa (20/10/2020) lalu.
Namun vonis hakim tersebut dinilai keliru oleh Asosiasi Profesi Satpam Indonesia (APSI).
Baca juga: 2 Sekuriti Kasus Pembunuhan di Teluk Bayur Divonis Bersalah, Istri Terdakwa Pingsan di Ruang Sidang
Kepala Biro Hukum dan Advokasi Dewan Pimpinan Pusat APSI, Partahi Sidabutar mengatakan, pihaknya akan memberikan advokasi hukum kepada dua satpam Teluk Bayur tersebut.
"Kami dari DPP APSI melalui Kepala Biro Hukum dan Advokasi DPP APSI Partahi Gabe Uli Sidabutar, bersama DPD APSI Sumbar telah melakukan kunjungan kepada kedua satpam Teluk Bayur itu," kata Partahi Sidabutar, Jumat (30/10/2020).
Kata dia, kunjungan tersebut bersama dengan Penasehat Hukum (PH) kedua terdakwa, Julaiddin, di Lapas II B Padang untuk menyikapi putusan Pengadilan Padang itu.
Selain kunjungan, pihaknya juga sudah berdiskusi tentang tindak lanjut proses banding atas putusan PN Padang tersebut.
Baca juga: Ketahuan Curi HP, Pria di Padang Malah Melawan saat Ditangkap, Akhirnya Ditembak
"Dalam waktu dekat akan ada penyerahan memori banding oleh tim Penasehat hukum," ujar dia.
"Pembahasan itu terkait adanya kekeliruan Majelis Hakim pada perkara tersebut, karena tidak mempertimbangkan pledoi penasihat hukum mengenai pembelaan terpaksa (noodweer) sebagaimana Pasal 49 KUHP," katanya.
Ia mengatakan, kedua satpam tersebut ketika bertugas tidak memiliki senjata tajam.
"Bahkan adanya keributan itu berawal datangnya korban ke lokasi terlarang," sebutnya.
Setelah adanya peneguran baik-baik, justru korban melakukan penyerangan menggunakan pisau dan golok kepada kedua satpam di Teluk Bayur.
Baca juga: Selama Operasi Zebra Jaya 2020, Polri Bakal Bagikan Ribuan Masker Setiap Hari
"APSI berharap dalam proses Judex Factie di Pengadilan Tinggi, Hakim lebih mempertimbangkan kembali mengenai proses sebab-akibat dan motivasi adek korban yang terlebih dahulu menyerang kedua satpam yang bertugas," harapnya.
Selain itu, APSI akan melakukan advokasi berupa meminta Fatwa Mahkamah Agung mengenai pembelaan terpaksa (noodweer) dalam Pasal 49 KUHP, agar para Hakim berani membebaskan kasus-kasus yang menimpa satpam yang hanya membela diri pada saat bertugas.
"Kami meminta Mahkamah Agung untuk mengawasi proses banding dan memberikan fatwa terkait pembelaan terpaksa sebagai bekal hakim untuk berani tegas dalam peradilan seperti ini," jelasnya.
"Agar tidak adanya satpam-satpam lain di Indonesia yang dikriminalisasi untuk menjalankan fungsi kepolisian dalam melaksanakan pengamanan dan keamanan swakarsa di lingkungan kerjanya sebagaimana Perpol 4 Tahun 2020 tentang Pengaman Swakarsa," tegasnya.
Divonis Bersalah
Pengadilan Negeri Kelas I A Padang menggelar sidang vonis perkara pembunuhan di kawasan Pelabuhan Teluk Bayur, Selasa (20/10/2020).
Terdakwa Eko Sulistiyono dan Effendi Putra divonis berbeda oleh Majelis Hakim yang dipimpin oleh Leba Max Nandoko, Agnes Monica dan Yose Ana Roslinda.
"Memutuskan terdakwa Eko Sulistiyono divonis 1 tahun 6 bulan pidana penjara dan Effendi Putra divonis 4 tahun 6 bulan pidana penjara," kata Majelis Hakim saat membacakan amar putusan.
Baca juga: TERUNGKAP Motif Pembunuhan 2 Pria di Bandar Buat Padang, Sakit Hati karena Sering Diejek
Majelis Hakim Leba Max Nandoko menambahkan, terdakwa Effendi bersalah yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
"Menolak pembelaan dari penasehat hukum terdakwa, hal yang memberatkan terdakwa menghilangkan nyawa korban, sementara hal yang meringankan terdakwa saat kejadian sedang bertugas dan memiliki anak dan istri serta korban masuk ke wilayah terlarang," katanya.
Putusan Majelis Hakim sontak mengundang reaksi dari keluarga dan rekan terdakwa sesama sekuriti.
Pantaun TribunPadang.com, seorang istri terdakwa langsung pingsan di ruang sidang tersebut.
Selain itu, istri terdakwa juga menangis di ruang sidang dan mengungkapkan vonis hakim bagi suaminya tidak adil.
Baca juga: 7 Fakta Kematian Editor Metro TV Yodi Prabowo, Rekaman CCTV Beli Pisau hingga Dugaan Bunuh Diri
"Suami saya saat bertugas itu menjaga aset negara," kata istri Effendi.
Selain itu, beberapa rekan terdakwa hadir di persidangan dan tidak menerima putusan hakim.
Terlihat rekan terdakwa sampai membuka seragam sekuritinya sebagai aksi protes atas putusan tersebut. Namun, aksi ini dapat dicegah oleh petugas.
"Kami merupakan perpanjangan tangan kepolisian untuk menjaga keamanan, kami menjaga aset negara, rekan kami dikorbankan," katanya.
Sementara itu, Penasehat Hukum kedua terdakwa Julaiddin Cs memutuskan akan mengambil langkah mengajukan banding.
"Kami tidak puas dengan putusan ini. Dalam hukum pidana juga kita tidak hanya melihat bagaimana matinya orang, tapi bagaimana kronologis seseorang itu bisa mati," katanya.
Baca juga: Tak Terima Yodi Prabowo Disebut Bunuh Diri, Orang Tua Bawa Barang Bukti ke Polisi, tapi Ditolak
Kronologi Pembunuhan
Pada sidang perdana, JPU mendakwa kedua terdakwa dengan pasal pembunuhan. Dalam surat dakwaan dijelaskan, kejadian pembunuhan itu terjadi pada 1 Januari 2020 di dermaga beton umum, Pelabuhan Teluk Bayur.
Kejadian itu bermula pada saat terdakwa Efendi bersama Eko yang merupakan petugas keamanan melakukan patroli dengan menggunakan kendaraan roda dua di area dermaga beton.
Setelah melakukan patroli bersama, terdakwa Efendi berpisah dengan terdakwa Eko. Saat itu, terdakwa Efendi pergi ke dermaga umum.
Sementara terdakwa Eko kembali berpatroli sendirian dengan berjalan kaki menuju dermaga VII. Sesampai di sana dia duduk di pos jaga.
Tak lama kemudian, terdakwa Eko melihat Adek Firdaus (korban) masuk ke dermaga VII.
Baca juga: Tukang Ojek di Padang Cabuli Wanita 28 Tahun saat BAB di WC Umum, Pelaku Ancam Bunuh Korban
Melihat hal itu, terdakwa Eko menghampiri korban dan menegurnya. Dia menyampaikan bahwa area itu dilarang untuk dimasuki.
Saat ditanya oleh terdakwa Eko, korban beralasan masuk ke area itu untuk pergi memancing.
Selanjutnya, korban diarahkan utuk keluar oleh terdakwa Eko, ternyata korban masuk ke mess PT CSK Dermaga Beton Umum Pelabuhan Teluk Bayur.
Pada saat itu, keberadaan korban diketahui oleh terdakwa Eko, dan dia kembali mengarahkan korban untuk keluar.
Terdakwa Eko meminta bantuan berupa isyarat, kepada terdakwa Efendi.
Saat akan meninggalkan kawasan tersebut, korban marah dan berkata kasar kepada kedua terdakwa.
Melihat korban bereaksi seperti itu, lantas terdakwa Eko menarik lengan jaket korban.
Diperlakukan seperti itu, korban pun melawan hingga terjadi saling pukul dan perkelahian.
Baca juga: Instruksi Gubernur Sumbar: Karyawan Rumah Makan, Restoran dan Cafe di Padang Wajib Tes Swab
Namun pada saat perkelahian, terdakwa Eko yang saat itu memegang tongkat atau pentungan sempat terjatuh dan tanpa disadari ternyata korban memegang pisau.
Terdakwa Efendi yang melihat hal tersebut datang dan lagi-lagi terjadi perkelahian hingga pisau yang dipegang oleh korban terjatuh.
Setelah pisaunya terjatuh, ternyata korban masih memiliki sebilah golok yang disimpannya di dalam jaketnya.
Korban mengambil goloknya itu dan kembali menyerang terdakwa Efendi.
Pada saat penyerangan itu, lebih dahulu terdakwa Efendi mengambil pisau korban yang sebelumnya terjatuh dan menusukkannya ke paha korban.
Lalu, ke dada korban sebanyak satu kali. Akibatnya, korban meninggal dunia karena mengeluarkan banyak darah. (*)