Pilkada Serentak 2020
Jika Ada Klaster Pilkada, Muhammadiyah Gugat Pemerintah: PPP Sebut Pengingat untuk Semua Pihak
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan sikap PP Muhammadiyah sebagai pengingat b
TRIBUNPADANG.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan sikap PP Muhammadiyah sebagai pengingat bagi semua pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan Pilkada.
"PPP berpendapat bahwa rencana Muhammadiyah yang akan menggugat pemerintah jika kasus Covid-19 naik pasca Pilkada nanti sebagai pengingat bagi semua pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan Pilkada," ujar Arsul, ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (29/9/2020).
Sebelumnya, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menegaskan bakal menggugat pemerintah jika gelaran pilkada serentak menimbulkan klaster Covid-19.
Hal itu disampaikan, Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah, Abdul Rohim Gazali dalam keterangannya, Kamis (24/9/2020).
Ia mengungkapkan, Muhammadiyah tetap menyarankan pelaksanaan Pilkada serentak 9 Desember 2020 ditunda.
• Peringatan Gelombang Tinggi di Perairan Sumbar, Selasa 29 September 2020, Ada juga Pasang Surut
• Jadwal Liga 1 dan Liga 2 2020 Lanjutan Batal Bergulir, Ternyata Masih Belum Dapat Izin
Sementara itu, Arsul mengatakan pihaknya memahami betul bahwa ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah memang punya kewajiban moral untuk mengingatkan semua pihak.
Mulai dari jajaran pemerintahan, jajaran KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara, parpol maupun paslon dan tim-nya.
Terutama terkait Pilkada pada 9 Desember mendatang memiliki potensi menaikkan keterpaparan Covid-19.
Oleh karena itu, kata dia, dengan diambilnya keputusan tetap melaksanakan pilkada, maka tidak ada pilihan lain selain harus menerapkan protokol kesehatan Covid-19 secara ketat dan penindakan yang tegas atas pelanggarannya secara hukum.
"PPP yakin tanpa kedisiplinan terhadap protokol kesehatan, maka daerah yang tidak ada Pilkada tahun ini seperti halnya DKI saja yakni angka Covid-19nya naik. Jadi kuncinya adalah protokol kesehatan," kata dia.
Namun, Arsul menegaskan pihaknya juga ingin mengajak berbagai elemen masyarakat melihat catatan yang ada terkait pilkada serentak 2020.
Pertama, lanjut anggota Komisi III DPR RI itu, jadwal tersebut merupakan jadwal penundaan karena sebelumnya Pilkada direncanakan pada bulan Sptember 2020.
"Kedua, kita tidak tahu kapan pandemi Covid-19 akan berakhir, kita tidak tahu sampai kapan pandemi akan berakhir. Karena itu satu kunci pencegahan Covid-19 adalah kedisiplinan protokol kesehatan," jelasnya.
"Ketiga, referensi dari beberapa negara yang mempunyai agenda pemilu nasional maupun daerah, ternyata banyak yang tetap menjalankan sepanjang tahun 2020 ini. Contohnya Korsel, Sabah, Malaysia dan AS," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Pimpinan Pusat Muhammadiyah bakal menggugat pemerintah jika gelaran pilkada serentak menimbulkan klaster Covid-19.
• Kasus Positif Covid-19 Meningkat, Semen Padang Hospital Tambah 23 Tempat Tidur
• Pemerintah RI Pastikan Vaksin Covid-19 dari Luar Negeri Aman, Telah Melalui Uji Klinik
Sarankan Ditunda
Hal itu disampaikan, Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah, Abdul Rohim Gazali dalam keterangannya, Kamis (24/9/2020).
Ia mengungkapkan, Muhammadiyah tetap menyarankan pelaksanaan Pilkada serentak 9 Desember 2020 ditunda.
Meskipun ada ketentuan penerapan protokol kesehatan secara ketat, tapi menurutnya sama sekali tidak bisa menjadi jaminan Pilkada aman dari penyebaran Covid-19.
“Muhammadiyah akan mengawal pilkada serentak tapi kami juga tetap berpendirian bagaimana pun pilkada serentak harus ditunda, Kami akan menggugat pemerintah jika kasus Covid 19 usai pilkada 9 Desember mengalami kenaikan," ujarnya.
Dia melanjutkan, pelaksanaan pilkada berbahaya, jika melihat saat tahapan pendaftaran bakal calon 4-6 September 2020 lalu, telah terjadi 243 pelanggaran protokol kesehatan.
PP Muhammadiyah khawatir protokol kesehatan yang ditetapkan tidak berjalan maksimal.
"Agama atau keyakinan dan menjaga nyawa, itu di atas segala galanya kalau harta dan akal mungkin bisa disembuhkan tapi nyawa tidak, makanya itu tadi ini gambling yang sangat berbahaya karena pertaruhkan nyawa rakyat,” ujar Rohim.
Ia menambahkan, pilkada Serentak nanti juga dikhawatirkan menelan banyak korban mengingat, pada Pilkada 17 April 2019 lalu, banyak petugas yang meninggal.
“Dan kita punya pengalaman pada 17 April tahun lalu, ada 469 pekerja pemilu yang meninggal karena kelelahan, ini gak bisa dibayangkan para pekerjanya sudah kelelahan sementara mereka juga harus berhadapan dengan pandemi. Sementara Virus Corona (Covid-19) ini kan sangat mudah menjangkiti orang yang kelelahan, itu untuk penyelenggara bukan lagi untuk peserta,” katanya.
Sampai saat ini diketahui, pemerintah bersama DPR tetap memutuskan pelaksanaan pilkada serentak sesuai jadwal, sesuai hasil rapat gabungan bersama Komisi II DPR Senin lalu.
Masukan penundaan pilkada tak hanya datang dari ormas namun datang juga dari perkumpulan profesi tenaga medis dan kesehatan.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com berjudul; Muhammadiyah Gugat Pemerintah Jika Ada Klaster Pilkada, PPP : Pengingat bagi Pemangku Kepentingan