Corona Sumbar

Kasus Positif Corona di Sumbar Terus Melonjak, Pakar Epidemiologi Sebut Gelombang Kedua

Angka positif corona di Sumatera Barat (Sumbar) terus bertambah dan penularan semakin masif. Pakar epidemiologi Universitas Andalas (Unand) Padang, D

Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: Mona Triana
Tangkapan Layar
Tangkapan layar Pakar epidemiologi Universitas Andalas (Unand) Padang, Defriman Djafri saat live bersama IJTI beberapa bulan lalu..jpg 

Kata dia, di situ juga waktu itu, pemerintah percaya diri memutuskan new normal, sedangkan dari rekomendasi pihaknya, meminta bersabar dan lihat evaluasi selama dua pekan, malahan ditambah satu pekan untuk melihat nilai Rt-nya.

Bukan tanpa dasar, dari data yang pihaknya peroleh, memang terjadi delay kasus itu.

Artinya, kasus yang dilaporkan hari itu diperkirakan terinfeksi 8 hari sebelumnya.

Namun keputusan harus diambil, pihaknya hanya menyampaikan hasil kajian, bagaimanapun, kata dia, tentu pemerintah punya pertimbangan yang lain untuk memutuskan itu.

Tak Penuhi Panggilan Polda Sumbar, Indra Catri Sebut Soal Hak Izin Tidak Hadir

Berikut Kumpulan Gambar dan Ucapan Selamat Tahun Baru Islam 1 Muharram 1442 H Update di Media Sosial

"Waktu itu di akhir Juni artinya kalau kita lihat dari kasus harian, tentu membentuk sebuah kurva dan itu membuat kurva dimana terjadi puncak dan dia melandai signifikan, artinya Rt dibawah 1," jelas Defriman Djafri.

Pihaknya memang melihat di akhir Juni itu sudah hampir sama dengan kasus awal dilaporkan, setelah membuat kurva normal.

Ketika terjadi potensi gelombang kedua, kata dia, pihaknya sudah memastikan hal itu.

Namun tentu juga pemerintah sangat percaya diri, apalagi terbaik secara nasional kemampuan testing termasuk keberadaan lab yang membantu dalam hal ini.

Tambah 44 Kasus Positif Corona di Sumbar, Didominasi Warga yang Punya Riwayat dari Luar Daerah

Periode Pemesanan dan Penukaran Uang Baru Nominal Rp 75 Ribu Tahap I sampai 30 September 2020

Hal itu, kata dia, yang berkemungkinan membuat Sumbar percaya diri untuk bisa membuka keran itu lebih besar.

Defriman Djafri melihat, tentu banyak indikator lain, tidak hanya kemampuan testing saja, atau tracing, tapi juga aspek-aspek dalam hal ini indikator, kalau WHO jadi rujukan, ada tiga indikator kunci utama.

Pertama bicara epidemiologi ada 17 indikator, tidak hanya positivity rate, tapi ada yang sifatnya lebih komprehensif.

Kedua disebut dengan sistem kesehatan (health systemnya) sendiri, dan terakhir public surveillance-nya.

"Dari tiga komponen utama tersebut, ada 34 indikator, dari situ ada yang saya melihat juga kalau di dalam intervensi yang kami lihat, ada beberapa yang kurang di dalam masif-nya testing ini."

"Yakni bagaimana mendidik masyarakat untuk bisa mematuhi protokol kesehatan, ini yang membuat kita belum convidence (percaya), sedangkan kalau kita sudah bisa melandaikan atau dalam hal ini sudah mampu mengendalikan, yang kita hadapi adalah imported cases," jelas Defriman Djafri.

Defriman Djafri mengatakan, sebagai epidemiolog pihaknya tidak terlalu kaget dengan terjadinya gelombang-gelombang ini.

Sumber: Tribun Padang
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved