Belajar dari Rumah
Makna Tumpak Tiang Masjid Banten yang Berbentuk Labu? Jawaban Soal Belajar dari Rumah TVRI SMP
Makna tumpak tiang Masjid Agung Banten yang berbentuk labu menjadi salah satu bahasan dalam materi dalam Belajar dari Rumah TVRI SMP hari ini Senin
Jawabannya:
Sebelum era Islam, Kerajaan Banten dipimpin seorang Raja bernama Pucuk Umun dengan ajaran animisme Sunda Wiwitan.
Setelah terjadinya kontak budaya antara Kerjaan Banten dengan Sultan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) yang merupakan cucu dari Prabu Siliwangi, diutuslah seorang bernama Sabakingking (kelak bernama Sultan Maulana Hasanudin) untuk melakukan syiar Islam kepada Raja Banten Pucuk Umun.
Setelah kedua pihak beradu kesaktian ilmu, takluklah Kerajaan Banten pimpinan Pucuk Umun hingga sang raja pun bersedia pergi ke Mekkah untuk belajar agama Islam.
Semenjak saat itu, wilayah kerajaan Banten mendapuk Sabakingking atau Sultan Maulana Hasanudin sebagai pemimpin kesultanan Islam baru yang terpisah dari otoritas ayahnya, Sunan Gunung Jati atau Sulatn Syarif Hidayatullah di Kesultanan Cirebon.
2. Apakah makna dari tumpak tiang masjid Banten yang berbentuk labu?
Jawabannya:
Makna dari tumpak tiang Masjid Agung Banten berbentuk labu yakni hasil pertanian labu yang makmur di zaman Sultan Maulana Hasanudin abad ke-16.
Sehingga hasil pertanian labu tersebut menjadi sebuah lambing kebanggaan kemakmuran pada masa tersebut.
Sedangkan 24 tiang yang terdapat di Masjid Agung Banten bermakna jumlah waktu pada satu hari penuh (24 jam).
Kemudian lima tiang kayu di ujung atas dalam masjid mengandung artian kewajiban sholat lima waktu.
Dengan begitu, maknanya adalah ibadah sholat wajib 5 kali dalam sehari (24 jam).
3. Bagaimana bentuk akulturasi budaya yang terlihat dari bangunan Masjid Agung Banten?
Jawaban:
Bangunan Masjid Agung Banten, khususnya menara di masjid tersebut merupakan wujud nyata akulturasi dari budaya seni ragam hias yang terdapat di Pulau Jawa, yakni, tumpak (segitiga memanjang) di kepala menara,
Sedangkan bangunan menara sendiri bukan bangunan yang lazim melengkapi masjid pada kala itu dan menara merupakan pengaruh dari kebudayaan Belanda.
(TribunPadang.com/Saridal Maijar)