Sebelum Ditemukan di Pasaman Arca Makara Diduga Cukup Lama Terguling di Sungai, Ini Analisanya
Menurut Wahyu Puja Irpan Septario, penemuan seperti itu mengindikasikan batu tersebut sudah lumayan lama terguling di sungai.
Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: afrizal
Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rizka Desri Yusfita
TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Mahasiswa Jurusan Arkeologi Universitas Udayana Wahyu Puja Irpan Septario mengungkap temuan benda purbakala di Desa Padang Nunang Rao, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat (Sumbar).
Berdasarkan informasi yang ia terima, benda tersebut ditemukan oleh pemuda setempat bernama Ipal dan Aat.
Dua pemuda tersebut pergi ke sungai untuk mencari ikan (menjamah ikan) di sela-sela batu.
Ketika itu pemuda tersebut melihat benda berbentuk batu dalam keadaan terguling.
Di sisi kiri batu tersebut dipenuhi lumut.
• Heboh Penemuan Patung Candi Di Pasaman, Diduga Arca Makara Peninggalan Zaman Hindu-Budha
• Patung Bagindo Aziz Chan di Museum Adityawarman, Berdiri Semenjak 1973
Menurut Wahyu Puja Irpan Septario, penemuan seperti itu mengindikasikan batu tersebut sudah lumayan lama terguling di sungai.
"Kira-kira satu hingga dua minggu," ucap Wahyu Puja Irpan Septario, Sabtu (28/9/2019).

Kemudian, warga setempat berbondong-bondong datang ke sungai untuk melihat batu tersebut.
Lalu, batu itu ditegakkan dan dibawa ke pinggir sungai.
Warga setempat paham bahwa batu tersebut punya sejarah karena sebelumnya pernah ditemukan benda serupa pada tahun 1984.
"Sore hingga malam, pemuda melakukan pengamanan terhadap benda itu. Dan Jumat malam, belum ada laporan resmi ke Pemkab Pasaman ataupun ke instansi terkait.
Namun, Sabtu pagi sudah dibawa ke perkampungan tapi belum diletakkan di samping arca yang pernah ditemukan sebelumnya," jelas pemuda asli Rao, Pasaman ini.
Pandangan fisik dari foto dan video yang ia terima, Wahyu Puja Irpan Septario menyimpulkan benda yang ditemukan benar Arca Makara.
"Apakah Makara Gajah Mina maksudnya adalah makhluk bertubuh ikan berkepala gajah atau jenis makara hewan lain. Kami belum tahu. Soalnya, indikasi belum sampai ke Gajah Mina, tapi kalau disebut sebagai makara ini sudah tepat," ungkap Wahyu Puja Irpan Septario.
Menurut Wahyu Puja Irpan Septario, penemuan Makara di Desa Padang Nunang Rao sangat menarik.
Sebab Makara belum pernah ditemukan sebelumnya di wilayah Sumatera Barat.
"Sebenarnya sudah pernah ditemukan arca tahun 1984, tapi kan interpretasi para ahli masih beranggapan itu arca salah satu dewa dalam keagamaan Budha. Jadi, belum bisa mengidentifikasi dengan baik kalau itu memang Makara," ujar Wahyu Puja Irpan Septario.
Wahyu Puja Irpan Septario menyebut setelah ditemukan Makara di Rao Pasaman kemarin, akan dikenali bahwa arca yang pernah ditemukan sebelumnya itu adalah Makara.
Karena memang di setiap bangunan candi terdapat dua Makara.
"Ada dua makara di tangga naik menuju ke ruangan candi. Kami menyimpulkan makara yang ditemukan saat ini, pasangan dari makara itu," ungkap Wahyu Puja Irpan Septario.
Dia menjelaskan candi terdiri atas beberapa bentuk, ada yang memiliki ruangan dan ada yang datar saja, akan tetapi kebanyakan memang memiliki makara di bagian tangga.
Di Indonesia banyak jenis Makara. Misalnya di Jawa. Namun memiliki perbedaan.
Perbedaanya terletak pada makhluk yang ada di dalam 'mulut' makara itu sendiri.
Menurutnya, di Jawa makhluk mitologis yang terdapat di 'mulut' makara seperti singa, burung, dan hewan lainnya.
"Makara temuan di Rao ini, saya kaitkan dengan kebudayaan kerajaan Panai di Padang Lawas, Sumatera Utara.
Bentuknya nyaris sama persis dengan makara yang telah ditemukan di situs-situs kerajaan Panai, khususnya Biaro Bahal," ungkap Wahyu Puja Irpan Septario.
Wahyu Puja Irpan Septario menerangkan dari interpretasi Sukawati Susetyo dalam artikelnya berjudul Makara Pada Masa Sriwijaya, setiap makara di beberapa kebudayaan yang ada di Sumatera tidaklah sama.
"Tidak sama karena banyak latar belakang," ucap Wahyu Puja Irpan Septario.
Sukawati Susetyo berpendapat, untuk beberapa Makara di Sumatera yang isinya memang hewan, itu bisa dipastikan terpengaruh corak-corak dari Jawa.
Sementara, makara di Sumatera biasanya ada figur manusianya.
"Di Jawa ada figur manusianya, tapi hanya beberapa. Tidak mendominasi. Sementara, di Sumatera memang mendominasi," jelas Wahyu Puja Irpan Septario.
Makara Kerajaan Panai di Padang Lawas, Sumatera Utara terdapat figur prajurit. Prajurit memegang pedang dan tameng. Tameng itu ada ukuran besar dan ada yang kecil.
"Rata-rata, 90 persen makara di Padang Lawas berjenis seperti itu," pungkas Wahyu Puja Irpan Septario.
Wahyu Puja Irpan Septario menuturkan, selain makara di Padang Lawas, juga ditemukan makara Bumiayu.
Di makara Bumiayu terdapat resi yang sedang bertapa.
"Ketika penemuan arca kemarin, lalu diunggah ke publik, kami melihat ada kesamaan ini.
Dari awal saya melihat foto benda di Rao kemarin, saya sudah merasa itu adalah penemuan spektakuler yang menjawab beberapa pertanyaan yang selama ini masih menjadi tanda tanya di beberapa peninggalan arkeologis di Rao," jelas Wahyu Puja Irpan Septario.
Penemuan arca makara melengkapi beberapa asumsi sebelumnya yang sudah timbul dari temuan lain seperti prasasti dan dua arca sebelumnya yang ditemukan di sungai Sibinail.
"Arca misterius yang selama ini tak diketahui ikonografinya dikarenakan kondisi batu yang telah aus adalah pasangan dari makara ini," pungkasnya lagi.
Setelah menemukan kesamaan makara yang ditemukan di Rao dengan makara di Padang Lawas, Wahyu Puja Irpan Septario juga menemukan kesamaan lainnya.
Selain itu, ia berpendapat penemuan makara juga ada hubungan dengan arca Dwarapala
"Satu-satunya kebudayaan yang bisa dikomparasikan langgam atau seni arcanya dengan temuan ini dan temuan sebelumnya di Rao, itu arca di Padang Lawas," kata Wahyu Puja Irpan Septario.
Ia menyebut sebelumnya memang belum ditemukan, benda serupa di wilayah Dharmasraya, Pagaruyung Batusangkar.
Bahkan bangunan peribadatan belum ditemukan di daerah Ranah Datar.
"Dharmasraya sudah, tapi kan bahan bakunya memang berbeda dengan penemuan di Rao," katanya.
Menurut dia, penemuan di Rao bahan bakunya memang batu yang dipahat, sementara di Dharmasraya bahan bakunya tanah kopa yakni tanah liat dibentuk lalu dibakar dan dipasangkan ke candi.
"Keunikan pembuatannya pun berbeda," ungkapnya.
Penemuan makara juga menjadi bukti perkembangan dan kematangan kebudayaan Minangkabau di Rao.
"Sekarang sudah maju, walaupun tidak bisa dipungkiri ada pengaruh Kerajaan Panai dan Melayupura.
Setidaknya, usia peradaban Rao dengan Panai dan Melayupura tidak terlalu jauh," tambahnya.
Sesuai langgam atau seni arcanya, usia Makara yang ditemukan di Rao dan arca sebelumnya, memiliki kesamaan usia dengan kebudayaan yang ada di Panai.
"Sejauh ini interpretasi ahli masih berpaut pada zaman Adityawarman. Sekitar abad ke 14 Masehi akhir," ujarnya.
Lantas, adakah hubungan penemuan makara di Rao dengan kerajaan Sriwijaya?
Menurut, Wahyu Puja Irpan Septario kerajaan Sriwijaya memang ada pada abad 7 hingga 9 Masehi.
Setelah keruntuhan Sriwijaya, muncul kerajaan Melayu. Kerajaan melayu tersebutlah yang kemudian pindah ke pedalaman Sumbar di Dharmasraya.
Kemudian, Dharmasraya ada hubungan dengan Singosari.
Ketika Kerajaan Melayupura menggantikan Sriwijaya, lalu juga menggantikan hegemoni kerajaan Sriwijaya di beberapa daerah kekuasaanya temasuk Rao dan Panai.
"Bukan kerajaannya yang berhubungan, tapi langgam atau seni arca dan kebudayaannya. Seni arca atau kebudayaan Sriwijaya tidak serta berhenti mesti kerajaan Sriwijaya musnah," paparnya.
Wahyu Puja Irpan Septario berharap ketika BPCB melakukan peninjauan ke lapangan esok hari, mereka tidak hanya meninjau penemuan arca.
Akan tetapi juga melakukan tinjauan ke lokasi temuan sepanjang aliran sungai.
"Bisa saja ini menjadi indikasi temuan-temuan lain yang lebih besar," tuturnya. (*)