SEJARAH Perjalanan Pasukan Baret Merah TNI AD, Dari RPKAD ke Kopassus
PASCA memproklamasikan diri pada 17 Agustus 1945, Indonesia memahami kebutuhan akan militer untuk mempertahankan kedaulatan.
Penulis: Emil Mahmud | Editor: Emil Mahmud
Dari operasi menghadapi Partai Komunis Indonesia hingga operasi pemberontak lainnya.
Namun, ternyata ada sederet operasi yang menyita banyak perhatian.
Dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada 16 April 2016, Resimen Kopassus (saat itu bernama Para Komando Angkatan Darat/RPKAD), jadi bagian dari Kontingen Garuda III di Kongo 1962-1963.
Mereka berhasil mengalahkan sekitar 2.000 pasukan pemberontak Kongo di tepi Danau Tanganyika.
Keberhasilan Ini menjadi salah satu legenda hingga kini.
Keberhasilan itu merupakan buah dari pendidikan Para Komando yang antara lain mengajarkan untuk mengenal sosial-budaya wilayah penugasan.
Ketika itu, prajurit RPKAD di Kongo mengetahui adanya takhayul dan beragam kepercayaan yang hidup di masyarakat.
Takhayul itu termasuk dipercaya para pemberontak yang sebagian tinggal di tepian barat Danau Tanganyika.
Pasukan RPKAD yang membungkus diri dengan jubah putih dan diiringi berbagai bunyi-bunyian, menyerang para pemberontak saat hari masih gelap.
Mereka menyerbu dari Danau Tanganyika menggunakan perahu yang disamarkan. Serangan ”hantu putih” itu mengejutkan pemberontak yang kemudian menyerah.
Sementara itu pada 1 April 1981, Kopassus juga melakukan operasi Woyla.
Berada di Bandara Don Muang, Bangkok, mereka melakukan infiltrasi.

Sebanyak 24 pasukan berbaret merah menuju bagian belakang pesawat Garuda DC-9 yang dibajak oleh teroris.
Sementara, 11 lainnya bergabung degan Angkatan Udara Kerajaan Thailand (RTAF).
Sesudah pintu darurat dan pintu bagian ekor terbuka, rentetan suara senapan memecah keheningan pada hari itu.