FIFA
Presiden Kehormatan FAM Bertolak ke Zurich Ajukan Banding Atas Sanksi FIFA Soal Naturalisasi
Presiden Kehormatan Federasi Sepak Bola Malaysia (FAM) sekaligus anggota Dewan FIFA, Tan Sri Hamidin Mohd Amin dikabarkan langsung berangkat
TRIBUNPDANG.COM, KUALA LUMPUR - Presiden Kehormatan Federasi Sepak Bola Malaysia (FAM) sekaligus anggota Dewan FIFA, Tan Sri Hamidin Mohd Amin dikabarkan langsung berangkat ke Zurich, Swiss untuk mengajukan banding butut sanksi berat dari FIFA.
Hal itu menyusul Konfederasi Sepak Bola Internasional (FIFA) secara resmi menjatuhkan sanksi kepada FAM dan tujuh pemain naturalisasi karena diduga melakukan pemalsuan dokumen.
Sekaitan itu, FIFA menyebut FAM melanggara Pasal 22 Kode Disiplin FIFA (FDC) tentang pemalsuan dokumen terkait tujuh pemain naturalisasi.
Karenanya, Presiden Kehormatan FAM bahkan langsung bertolak ke markas FIFA di Zurich, Swiss, pada Minggu (28/9/2025).
Langkah ini diambil karena FAM keberatan dengan keputusan FIFA yang memberikan hukuman berat untuk federasi dan tujuh pemain ini.
Kehadiran Tan Sri Hamidin Mohd Amin ini tentu saja untuk membela federasi dan para pemain yang terlibat
Sebelumnya, Jurnalis asal Malaysia, Avineshwaran Taharumalengam menuliskan laporan soal sanksi FIFA kepada Asosiasi Sepak Bola Malaysia (FAM) secara kronologis.
FAM mendapatkan sanksi dari FIFA usai terbukti melakukan pemalsuan terhadap dokumen tujuh pemain naturalisasi.
Pemain yang dimaksud adalah Gabriel Felipe Arrocha, Facundo Tomas Garces, Rodrigo Julian Holgado, Imanol Javier Machuca, Joao Vitor Brandao Figueiredo, Jon Irazabal Iraurgui, dan Hector Alejandro Hevel Serrano.
FIFA menjelaskan bahwa FAM (Federasi Sepak Bola Malaysia) telah menggunakan dokumen yang dipalsukan agar para pemain naturalisasi di atas bisa bermain.
Sebagai informasi, ketujuh pemain tersebut sempat tampil mengesankan saat menumbangkan Vietnam dengan skor telak 4-0 pada bulan Juni lalu.
• Pengamat Sepak Bola Malaysia: Naturalisasi Pemain Oleh PSSI untuk Timnas Indonesia Patut Dicontoh
Avineshwaran Taharumalengam dalam laporannya di The Star mengaku kasus yang menimpa FAM memang sangat serius dan menimbulkan kekecewaan mendalam bagi publik Malaysia.
"Ini bukan tentang hasil yang buruk atau kampanye yang gagal lagi. Ini sesuatu yang jauh lebih serius," tulis Avineshwaran dalam The Star.
Avineshwaran sudah curiga sejak awal proyek naturalisasi ketujuh pemain tersebut berjalan.
Semua berawal dari pernyataan pemilik Johor Darul Ta'zim, Tunku Ismail Sultan Ibrahim pada 11 Januari 2025.
Kala itu, putra mahkota Kesultanan Johor tersebut mengumumkan kehadiran enam sampai tujuh pemain naturalisasi baru di skuad Timnas Malaysia di akun X resminya.
Unggahan tersebut disebut sudah mengabaikan uji kelayakan sebagai warga negara Malaysia.
Pihaknya menyebut bahwa di luar sana, masih ada ratusan ribu warga Malaysia yang tidak mendapatkan hak kewarganegaraannya.
"Di negara tempat ribuan penduduk jangka panjang terus berjuang untuk mendapatkan kewarganegaraan, persepsi bahwa pemain kelahiran luar negeri dipercepat hanya demi kenyamanan bermain sepak bola, telah menyentuh sisi sensitif," tulis The Star.
Avineshwaran menyebut bahwa FAM harus mendokumentasikan secara jelas dan transparan data para pemain diaspora seperti proyek naturalisasi yang dilakukan PSSI untuk Timnas Indonesia.
Dirinya menyebut bahwa proyek naturalisasi Timnas Indonesia membuahkan hasil karena membuka dokumen ke publik.
"Tentu saja, pemain naturalisasi dan warisan merupakan bagian dari sepak bola modern. Jika dilakukan secara transparan dan sah, seperti di negara lain seperti Indonesia – di mana garis keturunan terdokumentasi dengan jelas – upaya semacam itu membuahkan hasil," lanjutnya.
Apa yang dilakukan PSSI untuk Timnas Indonesia berbanding terbalik dengan FAM kepada publik Malaysia.
FAM tidak membuka dokumen naturalisasi ke publik dan menyebut bahwa tujuh pemain sudah mendapatkan persetujuan dari FIFA.
Avineshwaran juga mengarahkan kritik ke Pemerintah Malaysia yang cenderung menutup-nutupi masalah ini.
"Lembaga pemerintah pun mengalihkan pertanyaan dan mengarahkan pertanyaan kembali ke FAM," tulis Avineshwaran di The Star.
"Bahkan di dalam tim, saya pernah ditanya: "Kenapa orang-orang begitu peduli dengan kakek-nenek mereka? Mereka orang Malaysia yang ingin mengenakan jersey itu," lanjutnya.
Lebih parahnya lagi, Tunku Ismail Sultan Ibrahim membocorkan bahwa proses naturalisasi tidak menggunakan akta kelahiran asli sesuai proses naturalisasi seperti biasa.
"Dua detail menonjol. Pertama, catatan kelahiran asli yang ditulis tangan tidak dapat ditemukan dari arsip sejarah dan salinan resmi diterbitkan berdasarkan bukti yang terverifikasi," lanjutnya.
Sanksi FIFA tak hanya berdampak kepada FAM dan Timnas Malaysia, tapi juga klub yang dimiliki Tunku Ismail Sultan Ibrahim yaitu Johor Darul Ta'zim.
FAM bisa saja bakal menerima sanksi lebih serius di berbagai kompetisi yang mereka ikuti.
"Konsekuensinya serius. JDT, yang telah lama dianggap sebagai klub model Malaysia, kini menghadapi risiko kisah sukses mereka akan tercoreng," tulis Avineshwaran.
"Hal ini menimbulkan ketidakpastian lebih lanjut: Akankah pertandingan JDT terpengaruh? Akankah Liga Sepak Bola Malaysia menunda jadwal pertandingan? Mungkinkah AFC atau AFF mengambil tindakan terkait hasil Liga Champions AFC Elite atau Piala Shopee Kejuaraan Klub ASEAN?"
Avineshwaran menyebut bahwa sanksi FIFA soal pemalsuan dokumen dari FAM ini jadi skandal paling memalukan dalam sejarah sepak bola Malaysia.
"Ini bukan sekadar kemunduran biasa – ini adalah krisis kredibilitas yang serius. Jika temuan ini terbukti, ini akan menandai salah satu momen tergelap dalam sepak bola Malaysia, bahkan melampaui skandal pengaturan pertandingan tahun 1990-an," tulisnya.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.