Kasus Campak di Padang

Penyakit Campak Merebak di Sumbar, Epidemiolog Soroti Rendahnya Peran Tenaga Kesehatan

Tingginya angka penyakit campak di sejumlah daerah di Sumatera Barat (Sumbar) mendapat sorotan dari epidemilog Universitas Andalas

Penulis: Panji Rahmat | Editor: Rahmadi
Ilustrasi TribunPadang.com/Fuadi Zikri
KASUS CAMPAK - Ilustrasi campak. Tingginya angka penyakit campak di sejumlah daerah di Sumatera Barat (Sumbar) mendapat sorotan dari epidemilog Universitas Andalas (Unand). 
Ringkasan Berita:
  • Penyakit campak meningkat di beberapa daerah Sumbar, sorotan datang dari epidemilog Unand.
  • Prof Defriman sebut penyebaran campak bisa dicegah dengan imunisasi lengkap.
  • Penurunan angka imunisasi terlihat sejak pandemi Covid-19, menjadi penyebab meningkatnya kasus.
  • Tenaga kesehatan diminta lakukan edukasi ekstra agar orang tua kembali yakin memberikan imunisasi.
  • Cuaca bukan faktor penyebab, fokus pada rendahnya cakupan imunisasi.

 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Tingginya angka penyakit campak di sejumlah daerah di Sumatera Barat (Sumbar) mendapat sorotan dari epidemilog Universitas Andalas (Unand).

Sorotan ini muncul dari Prof Defriman Djafri, yang menilai masih kurangnya peran dari tenaga kesehatan dari fasilitas ksehatan yang ada dalam menggencarkan upaya imunisasi.

Ia menilai campak merupakan, penyakit yang dapat dicegah penyebaran, sehingga tidak perlu sampai suatu wilayah harus mendapatkan kejadian liar biasa.

“Sejauh ini imunisasi dapat menjadi tameng yang kuat untuk penyakit campak, jadi kalau anak sudah mendapat imunisasi otomatis tidak ada kasus positif campak,” ujarnya, Kamis (13/11/2025).

Prof Defriman sejatinya sudah memprediksi akan terjadi penurunan tingkat imunisasi ini sejak Covid 19.

Baca juga: Bunga Bangkai di Agam Cuma Mekar 4 Hari Sebelum Layu, Puncak Cantiknya Terbatas

Hanya saja, ia menilai persoalan ini masih bisa diatasi oleh nakes dengan melakukan edukasi lebih dan upaya ekstra untuk mengembalikan keyakinan orang tua.

“Harus ada upaya ekstra, soalnya situasinya berbeda. Kalau masih pakai cara lama, tentu sulit untuk meningkatkan angka imunisasi,” ujarnya.

Ia menerangkan penyakit campak yang sejauh ini terjadi, tidak terlepas dari rendahnya angka imunisasi.

Sedangkan pengaruh cuaca bukan menjadi faktor sentral, karena belum ada hasil penelitian yang menunjukkan cuaca menjadi penyebab campak.

“Kalau cuaca ini lebih pada penyakit yang ditularkan oleh hewan seperti malaria dan DBD,” ujarnya.

Tangkapan layar Pakar Epidemiologi Unand Defriman Djafri saat jumpa pers online bersama IJTI Sumbar baru-baru ini.
Tangkapan layar Pakar Epidemiologi Unand Defriman Djafri. Prof Defriman Djafri, menilai masih kurangnya peran dari tenaga kesehatan dari fasilitas ksehatan yang ada dalam menggencarkan upaya imunisasi.

Baca juga: Bunga Bangkai Raksasa Mekar Setinggi 2,5 Meter di Palupuh Agam, Terbesar di Tahun 2025

Selain itu penyebaran kasus campak sebagai kategori penyakit menular peluangnya juga sangat kecil jika calon korban sudah dibekali imunisasi.

Sehingga, ia menilai peningkatan angka kasus campak yang sejalan dengan rendahnya angka imunisasi merupakan hal yang normal.

Malah ia akan lebih konsen jika kasus campak meningkat di tengah angka imunisasi yang tinggi.

“Kalau itu terjadi baru muncul pertanyaan baru, apakah ada jenis campak baru atau sebagainya,” ujar Defriman.

Kasus Campak Melonjak di Padang

Kota Padang, Sumatera Barat sedang menghadapi ujian serius setelah adanya peningkatan suspek kasus campak hingga penetapan Kejadian Luar Biasa (KLB) di Kelurahan Lubuk Lintah sejak awal November 2025.

Data yang ada lonjakan kasus campak terjadi sejak awal Oktober 2025 hingga pekan kedua November 2025 ini, berdasarkan wawancara TribunPadang.com dengan Kepala Puskesmas Ambacang, Puskesmas Pauh dan Puskesmas Andalas.

Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa peningkatan angka kasus campak sejalan dengan menurunnya angka imunisasi campak sepanjang tahun 2025.

Di Puskesmas Ambacang angka imunisasi campak masih berkisar Angka 40 persen, Puskesmas Pauh 60 persen dan Puskesmas Andalas masih belum mencapai standar angka imunisasi nasional.

Baca juga: Imunisasi Campak di Lubuk Lintah Kota Padang Hanya 40 Persen, Puskesmas Ambacang Kebut Vaksinasi

Kepala Puskesmas Ambacang Riny Zulfianty, mengatakan, korban positif campak di Lubuk Lintah setelah ditelusuri ternyata memang belum melakukan imunisasi.

“Memang ketiganya belum imunisasi, makanya setelah penetapan KLB kami lakukan Outbreak Response Immunization (ORI) atau imunisasi massal,” ujarnya.

Ia menyebut imunisasi masih menjadi kendala pihaknya untuk mencegah kasus campak, meski telah melakukan berbagai pendekatan.

Riny mengaku sudah melakukan pendekatan baik melalui Posyandu, sekolah bahkan rumah ke rumah.

Baca juga: Kasus Campak Meluas di Lubuk Lintah Kota Padang, Puskesmas Ambacang Gelar Imunisasi Massal

“Kalau tahap awal tentu kita sosialisasikan, lalu, kita edukasi tapi masih belum bisa berjalan dengan baik,” ujarnya.

Ia melihat kendala yang muncul dalam pelaksanaan imunisasi akibat izin dari orang tua anak.

Hal ini bermula dari vaksinasi covid 19 yang menghadirkan narasi negatif akan virus yang disuntikkan dalam tubuh anak.

“Banyak masyarakat menilai imunisasi ini sama dengan vaksinasi. Mereka takut terjadi sesuatu pada anak,” ujarnya.

Baca juga: Puskesmas Ambacang Tetapkan KLB Campak di Lubuk Lintah Padang, Anak dan Balita Terdampak

Rasa takut ini, tidak hanya datang dari ibu, tapi juga ayah.

Sehingga saat pihaknya coba melakukan pendekatan persuasif pada ibu, tapi mereka tetap beralasan dengan mengatakan tidak ada izin dari ayah si anak.

“Kalau izin ayah yang tidak ada tentu kami tidak bisa lagi mensiasati. Soalnya kami tidak bisa menyentuh ayah anak, secara langsung,” ujarnya.

Pernyataan Riny ini, sejalan dengan fenomena di Puskesmas Pauh yang juga mengalami peningkatan angka suspek campak dalam dua bulan ini.

Kepala Puskesmas Pauh Mela Aryanti, mengatakan, angka imunisasi di tempatnya masih rendah karena ketakutan orang tua.

Ia membenarkan bahwa vaksinasi COVID 19 menjadi satu penyebab, namun penyebab lain yang ia sadari adalah konsumsi hoaks di tengah masyarakat.

Baca juga: Rendahnya Imunisasi Anak Picu Lonjakan Campak di Pariaman hingga 400 Persen

“Saat ini semua masyarakat terkhusus orang tua muda, selalu bersentuhan dengan media sosial. Informasi yang berseliweran di medsos ini cukup sentral membangun narasi negatif imunisasi,” ujarnya.

Alhasil informasi di media sosial tersebut bercampur dalam kehidupan nyata para orang tua, sehingga mempengaruhi angka imunisasi.

Bahkan ia melihat ada orang tua yang sudah yakin untuk melakukan imunisasi, bisa berubah pikiran dalam perjalanan ke fasilitas kesehatan akibat opini yang muncul dari mulut ke mulut.

“Ini kendala kami sebenarnya. Padahal vaksin covid 19 dan imunisasi campak ini dua hal yang berbeda. Imunisasi campak ini sudah teruji secara medis dan digunakan oleh masyarakat sejak dulu. Berbeda dengan vaksin covid yang pengerjaannya bersifat situasional sehingga masih butuh banyak uji coba,” tuturnya. (TribunPadang.com/Panji Rahmat)

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved