Keracunan MBG di Agam

Keracunan Massal MBG di Agam: Ahli Gizi Ungkap Kegagalan Proses Masak, Higiene, hingga Distribusi

Insiden keracunan massal program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Agam, yang melibatkan ratusan penerima manfaat

Penulis: Panji Rahmat | Editor: Mona Triana
TribunPadang.com/Panji Rahmat
KERACUNAN MBG AGAM - Pasien mendapatkan perawatan diduga mengalami keracunan usai mengonsumsi makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Kamis (2/10/2025). Meskipun masih dalam perawatan, kondisi para pasien dilaporkan telah menunjukkan perbaikan. 

Nasi goreng yang disajikan pagi hari dan dikonsumsi dalam beberapa jam kemudian sangat rentan. 

“Makanan matang hanya memiliki batas waktu 2-4 jam untuk dapat bertahan di suhu ruangan sebelum masuk ke danger zone suhu (5∘C hingga 60∘C) yang memungkinkan pertumbuhan bakteri cepat," tegas Mutia El Husna Munandar, mempertanyakan realisme distribusi 2.669 porsi dalam waktu aman tersebut.

Baca juga: Tragedi Nasi Goreng Program MBG di Kabupaten Agam, Menyingkap Rantai Keracunan Massal

Kegagalan fatal yang menimpa guru yang sempat mencicipi makanan namun tetap keracunan menggarisbawahi perlunya kontrol kualitas yang jauh lebih ketat dari sekadar mengandalkan indra perasa. 

"Pencegahan keracunan makanan harus dilakukan sesuai standar dengan cara menerapkan langkah-langkah HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) secara tepat serta memperhatikan penerapan GMP (Good Manufacturing Practices)," tegas Mutia El Husna Munandar.

Terkuaknya fakta bahwa tujuh dapur, termasuk SPPG YPKA, beroperasi tanpa Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) menjadi alarm keras. 

Ainil Mardhiyah menyimpulkan dampak dari kelalaian ini, Setiap poin dari SLHS yang tidak diterapkan secara optimal berpeluang menjadi penyebab cemaran pangan.

Celah ini mencakup segala aspek, mulai dari sanitasi peralatan hingga kualitas air.

Baca juga: LBH Padang Minta Program MBG Dievaluasi Usai Kasus Keracunan di Agam, Pelaksanan Dinilai Serampangan

Kontaminasi dari bakteri seperti Staphylococcus aureus yang dicurigai dalam kasus keracunan ini pun bersumber dari manusia dan lingkungan. 

"Tenaga penjamah yang tidak menerapkan GMP dengan baik berpeluang menjadi sumber kontaminasi," kata Mutia El Husna Munandar, menekankan pentingnya higiene personal juru masak.

Para ahli gizi sepakat bahwa pengawasan keamanan pangan tidak dapat dilepaskan dari kompetensi profesional.

 "Kompetensi HACCP harusnya dimiliki oleh ahli gizi," kata 'Ainil Mardhiyah. 

Ia lantas mempertanyakan ketersediaan tenaga ahli di lapangan, Yang menjadi perhatiannya adalah berapa jumlah ahli gizi yang tersedia di setiap dapur dan berapa porsi makanan yang harus dihasilkan. 

Apakah perbandingan beban kerjanya sudah diperhitungkan, Untuk audit dan perbaikan sistem, pengurus daerah AsDI( Asosiasi Dietisien Indonesia ) Sumbar itu merekomendasikan, agar Akar masalah dapat ditemukan dengan menerapkan HACCP.

Sebagai langkah perbaikan menu ke depan, mereka menyarankan, Penggantian menu lebih dianjurkan pada penggunaan bahan lokal dan padat gizi. 

Jenis pengolahan makanan tidak menjadi masalah asalkan selama proses pemasakan memperhatikan dan menerapkan GMP dengan tepat.

Mereka juga menepis kekhawatiran penggunaan MSG sebagai pemicu keracunan.

"Penggunaan MSG masih aman dan diperbolehkan dalam batas wajar. MSG harusnya bukan menjadi penyebab keracunan makanan,” ujar keduanya.

Sumber: Tribun Padang
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved