Keracunan MBG di Agam

Pakar Unand Bandingkan Pengelolaan MBG di Indonesia dan Jepang, Jelaskan Faktor Keracunan

Polemik keracunan makanan bergizi (MBG) di Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar), dinilai perlu evaluasi total sistem pengelolaan makanan

Penulis: Fajar Alfaridho Herman | Editor: Rahmadi
TribunPadang.com/Panji Rahmat
KERACUNAN MBG AGAM - Pasien mendapatkan perawatan diduga mengalami keracunan usai mengonsumsi makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Kamis (2/10/2025). Polemik keracunan makanan bergizi (MBG) di Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar), dinilai perlu evaluasi total sistem pengelolaan makanan di Indonesia.  

TRIBUNPADANG.COM, PADANG – Polemik keracunan makanan bergizi (MBG) di Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar), dinilai perlu evaluasi total sistem pengelolaan makanan di Indonesia. 

Pakar kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand), dr. Mohamad Reza, Ph.D, membeberkan perbandingan dengan sistem pengelolaan makanan sekolah di Jepang yang ia nilai jauh lebih terkontrol.

Saat menempuh pendidikan di Jichi Medical University, ia melihat bahwa pengelolaan MBG di Jepang dilakukan dengan sistem lebih terkontrol.

“Di Jepang, kualitasnya lebih terjaga karena pengelola tidak menyiapkan makanan dalam jumlah terlalu besar. Satu pengelola biasanya hanya bertanggung jawab untuk satu atau dua sekolah saja. Itu membuat kontrol kualitas lebih terjamin,” ungkapnya diwawancarai Jumat (3/10/2025).

Ia menilai, sistem pengelolaan MBG di Indonesia perlu dievaluasi agar kejadian serupa tidak kembali terulang.

Baca juga: LBH Padang Sebut Keracunan MBG di Agam Pelanggaran HAM, Penghentian Sementara Bukan Solusi

“Ke depan, sebaiknya ada evaluasi cara pengelolaan MBG. Tujuannya agar lebih higienis dan bisa mencegah keracunan serta dampak buruk lainnya,” pungkas

dr. Mohamad Reza, juga  memberikan penjelasan mengenai kemungkinan penyebab terjadinya keracunan massal tersebut.

Menurutnya, keracunan makanan secara umum bisa dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari bakteri, virus, jamur, hingga zat kimia tertentu, meskipun yang terakhir sangat jarang terjadi.

“Yang paling sering adalah akibat kontaminasi bakteri,” kata 

Ia mengungkapkan, salah satu faktor utama adalah kualitas bahan makanan yang digunakan.

Bahan yang tidak segar atau sudah terkontaminasi bakteri sejak awal dapat tetap membahayakan meskipun telah dimasak.

KERACUNAN MBG: dr. Mohamad Reza, Ph.D, Pakar Kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand). dr. Reza mengungkapkan sejumlah kemungkinan terkait kasus keracunan makanan bergizi (MBG) di Kabupaten Agam beberapa waktu lalu.
KERACUNAN MBG: dr. Mohamad Reza, Ph.D, Pakar Kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand). dr. Reza mengungkapkan sejumlah kemungkinan terkait kasus keracunan makanan bergizi (MBG) di Kabupaten Agam beberapa waktu lalu. (Dok. Pribadi)

Baca juga: Tragedi Nasi Goreng Program MBG di Kabupaten Agam, Menyingkap Rantai Keracunan Massal

“Bisa jadi bahan-bahannya sudah tidak segar lagi sehingga terinfeksi bakteri atau kuman tertentu. Walaupun sudah dimasak, makanan tetap bisa tidak layak konsumsi,” ujarnya.

Selain itu, proses persiapan juga kerap menjadi celah terjadinya kontaminasi.

Dalam kasus MBG, kata dr. Reza, besarnya volume makanan yang harus disiapkan bisa membuat pengelola kewalahan dan lalai dalam menjaga kualitas.

“Kadang karena jumlah yang disiapkan banyak, pengelola lalai sehingga makanan yang diproses bisa dihinggapi serangga seperti lalat. Serangga ini bisa membawa bakteri dan mengkontaminasi makanan,” tambahnya.

Sumber: Tribun Padang
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved