Keracunan MBG di Agam
Pakar Unand Bandingkan Pengelolaan MBG di Indonesia dan Jepang, Jelaskan Faktor Keracunan
Polemik keracunan makanan bergizi (MBG) di Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar), dinilai perlu evaluasi total sistem pengelolaan makanan
Penulis: Fajar Alfaridho Herman | Editor: Rahmadi
TRIBUNPADANG.COM, PADANG – Polemik keracunan makanan bergizi (MBG) di Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar), dinilai perlu evaluasi total sistem pengelolaan makanan di Indonesia.
Pakar kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand), dr. Mohamad Reza, Ph.D, membeberkan perbandingan dengan sistem pengelolaan makanan sekolah di Jepang yang ia nilai jauh lebih terkontrol.
Saat menempuh pendidikan di Jichi Medical University, ia melihat bahwa pengelolaan MBG di Jepang dilakukan dengan sistem lebih terkontrol.
“Di Jepang, kualitasnya lebih terjaga karena pengelola tidak menyiapkan makanan dalam jumlah terlalu besar. Satu pengelola biasanya hanya bertanggung jawab untuk satu atau dua sekolah saja. Itu membuat kontrol kualitas lebih terjamin,” ungkapnya diwawancarai Jumat (3/10/2025).
Ia menilai, sistem pengelolaan MBG di Indonesia perlu dievaluasi agar kejadian serupa tidak kembali terulang.
Baca juga: LBH Padang Sebut Keracunan MBG di Agam Pelanggaran HAM, Penghentian Sementara Bukan Solusi
“Ke depan, sebaiknya ada evaluasi cara pengelolaan MBG. Tujuannya agar lebih higienis dan bisa mencegah keracunan serta dampak buruk lainnya,” pungkas
dr. Mohamad Reza, juga memberikan penjelasan mengenai kemungkinan penyebab terjadinya keracunan massal tersebut.
Menurutnya, keracunan makanan secara umum bisa dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari bakteri, virus, jamur, hingga zat kimia tertentu, meskipun yang terakhir sangat jarang terjadi.
“Yang paling sering adalah akibat kontaminasi bakteri,” kata
Ia mengungkapkan, salah satu faktor utama adalah kualitas bahan makanan yang digunakan.
Bahan yang tidak segar atau sudah terkontaminasi bakteri sejak awal dapat tetap membahayakan meskipun telah dimasak.

Baca juga: Tragedi Nasi Goreng Program MBG di Kabupaten Agam, Menyingkap Rantai Keracunan Massal
“Bisa jadi bahan-bahannya sudah tidak segar lagi sehingga terinfeksi bakteri atau kuman tertentu. Walaupun sudah dimasak, makanan tetap bisa tidak layak konsumsi,” ujarnya.
Selain itu, proses persiapan juga kerap menjadi celah terjadinya kontaminasi.
Dalam kasus MBG, kata dr. Reza, besarnya volume makanan yang harus disiapkan bisa membuat pengelola kewalahan dan lalai dalam menjaga kualitas.
“Kadang karena jumlah yang disiapkan banyak, pengelola lalai sehingga makanan yang diproses bisa dihinggapi serangga seperti lalat. Serangga ini bisa membawa bakteri dan mengkontaminasi makanan,” tambahnya.
LBH Padang Sebut Keracunan MBG di Agam Pelanggaran HAM, Penghentian Sementara Bukan Solusi |
![]() |
---|
Tragedi Nasi Goreng Program MBG di Kabupaten Agam, Menyingkap Rantai Keracunan Massal |
![]() |
---|
LBH Padang: Kasus Keracunan MBG di Agam Bukan yang Pertama, Sudah Terjadi di Berbagai Daerah |
![]() |
---|
LBH Padang Minta Program MBG Dievaluasi Usai Kasus Keracunan di Agam, Pelaksanan Dinilai Serampangan |
![]() |
---|
LBH Padang Sebut Korban Keracunan MBG di Agam Bisa Gugat Pemerintah, Singgung Pelanggaran HAM |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.