Bakom RI

Presiden Prabowo: Pemimpin Harus Mau Dikoreksi, Pengabdian Dijalankan dengan Ikhlas

Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menegaskan pentingnya sikap terbuka terhadap kritik dan koreksi dalam menjalankan tugas kenegaraan

Editor: Emil Mahmud
BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN/LAILY RACHEV
PRESIDEN RI HADIRI FORUM INTERNASIONAL - Pertemuan bilateral antara Presiden RI, Prabowo Subianto dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen di Kantor Pusat Uni Eropa, Berlaymont Building, Brussel. Indonesia menyepakati kemitraan ekonomi komprehensif dengan Uni Eropa atau Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). 

TRIBUNPADANG.COM, JAKARTA — Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menegaskan pentingnya sikap terbuka terhadap kritik dan koreksi dalam menjalankan tugas kenegaraan. Ia menyebut, seorang pemimpin harus mau dikritik dan pengabdian perlu dijalankan dengan ikhlas.

Pernyataan itu disampaikan Presiden dalam pidatonya pada acara Pemusnahan Barang Bukti Narkoba di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri, Jakarta, Rabu (29/10/2025).

Kegiatan ini sekaligus menandai capaian satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto, di mana Polri berhasil menyita 214,84 ton narkotika senilai Rp29,37 triliun dan menangkap 65.572 tersangka dari 49.306 kasus sepanjang Oktober 2024 hingga Oktober 2025.

Dalam pidatonya, Prabowo berbicara dengan nada reflektif. Ia menegaskan bahwa kritik adalah bagian penting dari demokrasi, dan seorang pemimpin harus siap dikoreksi oleh rakyat maupun media.

"Bersaing bagus, kritik bagus, koreksi harus," kata Prabowo Subianto.

Presiden Prabowo bercerita, "saya malam-malam suka buka podcast-podcast (kritik) itu, kadang dongkol juga, tapi saya catat."

Baca juga: Presiden Prabowo: Hasil Penghematan dan Penyitaan akan Diinvestasikan untuk Pendidikan

Ia mengatakan jika mau jadi pemimpin, maka jangan takut difitnah. Menurut Prabowo, fitnah terhadap seseorang justru merupakan tanda seseorang tersebut diperhitungkan dan ditakuti. Prabowo mengaku mengalaminya sendiri.

"Saya dulu punya guru. Waktu saya masih muda, saya kena fitnah. Dua, tiga kali saya bangun. Saya mengeluh ke guru saya, (dia bilang), ‘jangan berkecil hati, engkau difitnah berarti engkau diperhitungkan. Engkau difitnah berarti engkau ditakuti.’ Loh kok takut sama saya? ‘Berarti kau disuruh hati-hati’,” tuturnya.

Prabowo mengaku kerap mendengar anggapan bahwa dirinya otoriter. Meskipun  tak merasa demikian, kritik itu dia terima. Ia pun mengatakan pengabdian kepada negara tak boleh diiringi rasa sakit hati.

"Apa iya ya, apa saya otoriter? Perasaan enggak deh. Jadi, bagus koreksi itu, baik tapi di ujungnya. Dan saya punya filosofi dalam pengabdian kepada negara tidak boleh diikuti rasa sakit hati,” katanya.(rel)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved