TRIBUNPADANG.COM, PARIAMAN - Perputaran uang diperkirakan mencapai Rp 50 M terjadi saat acara puncak Tabuik Pariaman, Minggu (14/8/2022) lalu.
Dari sejumlah uang itu diperkirakan menyusul 250 ribu pengunjung yang hadir pada acara puncak Tabuik di Kota Pariaman, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).
Dalam sambutannya Wali Kota Pariaman mengatakan bahwa dari sebanyak 250 ribu pengunjung itu, jika belanja masing-masing Rp 200 ribu maka jumlah uang yang beredar di Kota Pariaman berjumlah Rp 50 M.
Jumlah serupa juga disampaikan oleh Kepala Dinas Pariwisata Kota Pariaman Dwi Marhen Yono.
"Sesuai dengan yang dikatakan Wako, seperti itu kisaran uang beredar yang masuk ke Kota Pariaman," katanya, Selasa (16/8/2022).
Meski jumlahnya sangat besar, tapi kenyataannya tidak sebanding dengan apa yang dirasakan oleh pedagang di sekitaran pusat acara puncak Tabuik.
Diantaranya adalah pemilik toko sentra oleh-oleh Rumah Tabuik Pariaman Lukman Yunus Trianto (37) di Kampung Perak, berujar bahwa dari pada akhir pekan ada peningkatan pemasukan sebanyak Rp 600 ribu.
Menurut Yunus, biasanya saat akhir pekan mendapatkan pemasukan berkisar Rp 300-400 ribu.
"Alhamdulillah lumayan ada peningkatan jual beli, jumlahnya berkisar Rp 900 ribu waktu puncak Tabuik," kata Yunus, Selasa (16/8/2022).
Peningkatan ini hanya terjadi saat acara puncak, namun saat awal Tabuik berlangsung (30/7/202) pemasukannya masih sama, yaitu pada hari biasa berkisar Rp 200-300 ribu untuk hari biasa.
Selama acara puncak Tabuik kemarin, Yunus mengaku para pengunjung paling banyak belanja ladu arai pinang dan ladu sala serta oleh-oleh lainnya.
Yunus menilai banyaknya pengunjung yang datang di Kota Pariaman lebih berdampak pada pedagang di sekitar Pantai Gandoriah.
Namun saat pihak TribunPadang.com, menanyai sejumlah pedagang ternyata juga merasakan hal yang sama.
Di antaranya pedagang sala lauak Mawarni (40), ia mengaku mendapatkan pemasukan sebanyak Rp 1 juta pada acara puncak.
Menurut Mawarni, angka pemasukan itu memang meningkat dari hari biasa atau akhir pekan saat ia berjualan.
Dibandingkan hari sebelum, dirinya hanya mampu meraup omzet Rp 200-300 ribu sehari kemudian Rp 300-500 ribu pada akhir pekan.
Senada dengan Mawarni, pedagang air mineral dan makanan ringan Eliwati (52) mengaku hannya 10 botol air dagangannya yang laku di tengah ribuan masyarakat yang ada.
Sedangkan, pemasukan yang ia dapat pada hari itu berkisar Rp 500 ribu, tapi jumlah itu tidak sebanding menurutnya dengan kehadiran pengunjung.
Lebih lanjut kekecewaan malah didapat oleh pedagang langkitang dan kelapa muda di bibir pantai Gandoriah Marnelis (52).
Ia mengaku hanya bisa berjualan sampai pukul 11.00 WIB saat acara puncak, padahal pengunjung baru sangat ramai sehabis Dzuhur sekitar pukul 14.00 WIB.
"Acaranya jam 16.00 WIB, tapi kami sudah disterilkan Satpol PP pukul 11.00 WIB, jadi sama tidak dapat saja," terangnya.
Pada hari itu ia hanya mampu menjual 10 buah kelapa muda dan 10 piring langkitang dengan pemasukan berkisar Rp 200 ribu.
Ia merasakan hal ini tidak sesuai dengan banyaknya pengunjung yang datang, serta pemerintah juga tidak berpihak pada pedagang kecil.
"Harusnya kami diberikan kesempatan juga agar dapat merasakan tambahan pemasukan di tengah ramain pengunjung," jelasnya.
Kalau seperti ini menurutnya hanya penjual nasi dan pemilik penginapan yang mampu meraup untung besar selama acara puncak ini.(TribunPadang.com/ Rahmat Panji)