Melihat Mimbar Berusia 2 Abad di Masjid Jamik Mandiangin Bukittinggi, Dibangun Bersamaan Masjid

Penulis: Muhammad Fuadi Zikri
Editor: afrizal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mimbar Masjid Jamik Mandiangin, Kota Bukittinggi yang berusia dua abad.

Laporan Reporter TribunPadang.com, Muhammad Fuadi Zikri.

TRIBUNPADANG.COM, BUKITTINGGI- Masjid Jamik Mandiangin, Kota Bukittinggi saat ini sedang direnovasi secara besar-besaran.

Namun, bagi Anda yang pernah shalat di masjid yang ada di pusat kota ini tentu tak akan lupa dengan mimbar masjid.

Terletak di bagian paling depan masjid, mimbar ini ternyata sama tuanya dengan Masjid Jamik Mandiangin.

Baca juga: Penjelasan BPCB Sumbar Terkait Masjid Jamik Mandiangin, Belum Tercatat Sebagai Situs Cagar Budaya

Baca juga: Masjid Jamik Mandiangin, Kota Bukittinggi Direnovasi, Syahrizal: Target Rampung 2027 Mendatang

Masjid Jamik Mandiangin dibangun sekitar tahun 1820 hingga 1830.

Sehingga masjid dengan ciri khas 25 tiang dan atap berundak-undak ini tercatat sebagai satu dari delapan masjid tertua di Kota Bukittinggi.

Mimbar Masjid Jamik Mandiangin, Kota Bukittinggi yang berusia dua abad. (TribunPadang.com/FuadiZikri)

Ketua Umum Pengurus Masjid Jamik Mandiangin, Heru Tri Astanawa mengatakan, mimbar masjid dibangun bersamaan dengan pembangunan masjid.

Artinya, mimbar masjid tersebut umurnya pun sudah mencapai 2 abad.

"Mimbar ini seumur dengan masjidnya, sama-sama dibangun," ujar Heru kepada TribunPadang.com, Senin (4/4/2022).

Mimbar ini menjadi satu-satunya peninggalan Masjid Jamik Mandiangin yang hingga saat ini masih asli dan bertahan.

Mimbar Masjid Jamik Mandiangin, Kota Bukittinggi yang berusia dua abad. (TribunPadang.com/FuadiZikri)

Mimbar ini sekilas memang terlihat dibangun dengan menggunakan semen.

Namun, Heru menuturkan mimbar tersebut dibuat dengan menggunakan bahan kapur putih sebagai perekat.

Sementara penyangga bangunan mimbar diberi bambu sebagai pengganti besi, terutama pada bagian tiang.

"Sampai sekarang mimbar ini masih kokoh dan kuat," kata Heru.

 

Terkait arsitektur, mimbar masjid ini secara keseluruhan berbeda jauh dengan mimbar masjid pada umumnya.

Jika mimbar masjid yang biasa ditemui dimasuki khatib dari belakang atau samping, mimbar ini dimasuki dari depan.

Kemudian mimbar masjid pada umumnya dibuat dengan bahan kayu sehingga mudah dipindahkan.

Bangunannya sendiri dibuat beranjung sehingga terdapat tangga pada bagian depan mimbar.

Tangga dipergunakan oleh khatib untuk naik ke atas mimbar jika hendak berkhotbah.

"Karena mimbar nabi seperti ini, dan dibuat seperti ini untuk mengikuti mimbar nabi (Nabi Muhammad SAW)," terangnya.

Untuk ornamennya sendiri, mimbar ini memiliki ukiran timbul dengan motif tumbuhan di bagian samping bawahnya, dan motif akar pada bagian atas.

Terdapat lafadz 'Allahuakbar' di bagian dalam atas dan lafadz tulisan Allah di bagian paling atas mimbar.

Mimbar ini memiliki enam tiang yang memisahkan antara bagian atas dan bagian bawah.

Warnanya sendiri perpaduan hijau, emas kecoklatan cokelat dengan lantar putih.

Hingga saat ini, oleh pengurus masjid mimbar ini belum pernah direnovasi atau dirombak.

Sejauh ini, pihaknya hanya melakukan pengecatan ulang terhadap mimbar agar terlihat baru lagi.

Dimuseumkan

Pasca renovasi besar-besaran yang sedang berlangsung saat ini, mimbar ini nantinya bakalan dimuseumkan oleh pengurus masjid.

Heru menuturkan pihaknya tak lagi menggunakan mimbar ini pada bangunan baru masjid yang sedang dibangun lantaran tak dapat dipindahkan.

"Mimbarnya berat, jadi sangat tidak mungkin kami angkat kebangunan baru Masjid Jamik Mandiangin nanti," terangnya.

Ia memastikan, pengurus masjid tak akan merobohkan mimbar ini karena menjadi peninggalan masjid satu-satunya.

"Ini sudah kesepakatan kami, pengurus dan semua untuk untuk tidak menghancurkannya," tegasnya. ()

Berita Terkini