Gustinawati, Pemulung yang Dirikan Gubuk di Atas Tanah Orang Lain, Hidupnya Berpindah-pindah

Penulis: Rezi Azwar
Editor: Saridal Maijar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bangunan yang menjadi rumah Gustinawati bersama tiga anaknya, berada di Jalan Anggrek, Flamboyan Baru, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang.

Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rezi Azwar

TRIBUNPADANG.COM, PADANG – Gustinawati (44) harus siap pindah kapan saja, jika diusir oleh pemilik tanah, tempat ia dirikan huniannya.

Bangunan yang pantas disebut gubuk itu, berdiri di tanah orang lain.

Tempat ia berdiam bersama tiga anaknya itu, berada di Jalan Anggrek, Flamboyan Baru, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang.

Bangunan itu berdinding seng. Lantainya tanah. Atap sengnya sudah bocor, sehingga mereka lapisi dengan terpal.

Di rumah itu, juga dijadikan tempat mengumpulkan barang-barang bekas hasil memulungnya seharian.

Bangunan yang menjadi rumah Gustinawati bersama tiga anaknya, berada di Jalan Anggrek, Flamboyan Baru, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang. (TRIBUNPADANG.COM/REZI AZWAR)

Gustinawati mengatakan, tempat tinggalnya selalu berpindah.

"Saya punya rumah, tapi ibarat rumah bergerak. Karena saya membuat rumah di tanah orang. Bukan tanah saya. Selama ini saya berpindah-pindah,” kata Gustinawati kepada TribunPadang.com, Jumat (22/2/2019) lalu.

Dia mengaku, pemerintah sudah berniat untuk membedah rumahnya.

Hanya saja, niat itu tak bisa diwujudkan, karena syarat bedah rumah harus berdiri di tanah sendiri.

"Makanya, tidak pernah terlaksana bedah rumah ini,” katanya.

Dia berharap, pemerintah dapat memberikannya tanah yang bisa dijadikan tempat berdirinya rumah.

"Saya tinggal di sini sudah 10 tahun. Sebelumnya saya berpindah-pindah,” katanya.

Gustinawati mendorong sepeda 3,5 km setiap hari tanpa alas kaki untuk memulung di Kota Padang. (TRIBUNPADANG.COM/REZI AZWAR)

Gustinawati tak tahu siapa pemilik tanah yang ia tempati sekarang.

Yang jelas baginya, selama tak diusir, dia akan tetap tinggal di sana.

Tapi, jika pemilik tanah sudah tak membolehkannya tinggal di sana, dia juga siap untuk pindah ke tempat lain.

Di rumah itu, Gustinawati tinggal bersama tiga anaknya.

Dua dari tiga anaknya itu, yakni Kevin Syaputra (11), dan Hafizah (13), menjalani pendidikan di SD Muhammadiah 11 Jati. Anaknya yang satu lagi berusia 17 tahun.

Suaminya, kata Gustinawati, sudah meninggal dunia. “Kabar yang saya terima dari sanak saudaranya, telah meninggal dunia di tanah rantau,” katanya.

Kuburan suaminya bukan di Padang, dan ia tidak sempat bertemu dengannya. Kabar yang ia terima, suaminya itu dikubur di Palembang.

Memulung untuk Hidupi Keluarga

Demi menghidupi keluarganya, Gustinawati harus membanting tulang mencari nafkah dengan cara memulung.

Gustinawati adalah warga Jalan Anggrek, Flamboyan Baru, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang.

Setiap hari, dia mendorong becak sepedanya itu ke Pasar Raya Padang. Kalau dari rumahnya, berjarak sekitar 3,5 kilometer.

Perjuangan Gustinawati Hidupi Keluarga, Memulung hingga Dorong Becak Sepeda 3,5 Km Tanpa Alas Kaki

5 Fakta Prabowo saat di Pamekasan, Janji Jemput Rizieq Shihab dan Bebaskan Para Habib

Ke pasar, dia memungut barang-barang bekas. Jika ditemukan barang bekas di pinggir jalan, turut diangkutnya.

Barang bekas diletakkannya di becaknya itu.

Mendorong becak sepeda, Gustinawati tak mengenakan alas kaki atau sandal.

"Saya tidak pandai membawa becak sepeda di jalan raya, makanya saya dorong,” kata Gustinawati, Jumat (22/2/2019) lalu.

Dia takut, di jalan raya banyak kendaraan. Kalau dipaksakan becak sepeda itu dikayuhnya, dia khawatir akan mengalami kecelakaan.

Lowongan Kerja Bank BTN untuk Lulusan SMA hingga Sarjana, Pendaftaran Online sampai 7 Maret 2019

Duet Baru Della/Tania Bakal Hadapi Sederet Lawan Berat

Tak hanya ke Pasar Raya Padang Gustinawati pergi memulung. Dulu, ia pernah ke kawasan Lubuk Minturun, yang jaraknya lebih jauh.

"Dulu, pernah sampai ke Lubuk Minturun mulung, tapi tidak ada dapat. Sejak itu tidak pernah ke sana lagi,” katanya.

Apalagi, ke Lubuk Minturun harus melewati Jalan Bypass yang banyak dilalui kendaraan besar.

"Waktu pergi mulung ke Lubuk Minturun, saya menggunakan becak yang satu lagi sama anak saya. Kalau becak dorong tak sanggup, jauh sekali,” ujarnya.

Gustinawati mendorong sepeda 3,5 km setiap hari tanpa alas kaki untuk memulung di Kota Padang. (TRIBUNPADANG.COM/REZI AZWAR)

Ia mengatakan, becak miliknya yang satu lagi, adalah sumbangan dari masyarakat.

Pergi memulung, Gustinawati selalu membawa dua anaknya.

"Saya kalau mulung ke Pasar Raya sama dua anak saya. Jadi saya tunggu dulu mereka pulang sekolah,” katanya.

Dia bercerita, pernah juga memulung ke kawasan Gor H Agus Salim Padang. Itu dilakukannya setiap hari Minggu.

"Saya keliling di dalam Gor H Agus Salim itu, karena banyak botol-botol bekas di sana,” sebutnya.

Ia mengatakan, sehari dia mendapat penghasilan Rp15 ribu sampai Rp30 ribu.

Gustinawati mendorong sepeda 3,5 km setiap hari tanpa alas kaki untuk memulung di Kota Padang. (TRIBUNPADANG.COM/REZI AZWAR)

“Paling tinggi pernah dapat Rp50 ribu, ketika kaleng-kaleng, besi, kertas, kardus, dan lengkap barang-barang lainnya yang saya dapat,” kata Gustinawati.

Untuk makannya, kata dia, kadang dibantu oleh masyarakat yang iba melihatnya.

“Di jalan, banyak orang yang bantu. Makanya saya bisa makan. Kalau tidak ada orang membantu di jalan, sudah kelaparan saya,” katanya.

Sedangkan uang hasil memulung, digunakan untuk jajan dan kebutuhan sekolah anaknya. "Uang hasil mulung buat anak-anak,” kata dia.(*)

Berita Terkini