Kantor Komunikasi Kepresidenan
Program 3 Juta Rumah, Solusi Atasi Backlog dan Ketimpangan Sosial
Pemerintah menggulirkan program pembangunan dan renovasi 3 juta rumah sebagai bagian dari Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC)
PIHAK Pemerintah menggulirkan program pembangunan dan renovasi 3 juta rumah sebagai bagian dari Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Presiden Prabowo Subianto.
Program ini dinilai sebagai langkah strategis untuk mengatasi ketimpangan sosial ekonomi masyarakat di Indonesia.
Hal itu disampaikan Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, dalam diskusi publik bertajuk “Rumah Untuk Semua: Strategi Pemerintah Mempercepat Akses Hunian Layak” di Jakarta, Rabu (6/8/2025).
“Program perumahan ini akan memberikan efek menyelesaikan ketimpangan secara masif. Karena itu sejak awal Satgas mengusulkan pembangunan sektor perumahan yang masif.
"Dan, itu sudah menjadi janji kampanye (Presiden): 1 juta rumah di desa, 1 juta di kota, dan 1 juta di pesisir,” kata Fahri Hamzah.
Pemerintah menargetkan program ini dapat menjadi solusi atas permasalahan perumahan yang masih membelit jutaan keluarga di Indonesia.
Berdasarkan data terbaru, terdapat sekitar 9,9 juta keluarga yang belum memiliki rumah (backlog kepemilikan), dan 26,9 juta lainnya tinggal di rumah yang tidak layak huni (backlog kelayakan).
Baca juga: Kepala PCO Tekankan Pentingnya Kolaborasi Pusat, Daerah, dan Swasta untuk Percepat Program MBG
Fahri Hamzah menjelaskan, untuk mencapai target tersebut, pemerintah menetapkan tiga langkah prioritas, yaitu:
Renovasi 2 juta rumah di desa, Pembangunan 1 juta rumah baru di perkotaan melalui kemitraan strategis dengan sektor swasta, Penataan kawasan permukiman di wilayah pesisir.
“Ternyata di desa, orang perlu renovasi. Maka di dalam program yang sudah disetujui Kementerian Keuangan itu kami taruh 2 juta (rumah) untuk direnovasi,” jelas Fahri Fahri Hamzah..
Adapun pembangunan rumah di kota akan menghadapi tantangan harga tanah yang semakin tinggi. Fahri menyebut, kondisi tersebut membuat masyarakat terpaksa mencari hunian di kawasan pinggiran.
“Harga tanah di kota sudah tidak masuk akal, maka orang bergerak ke pinggiran. Itu juga menjadi perhatian dalam strategi perumahan kita,” ujar Fahri Hamzah. (rel/pco)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.