Ramadan 2025

Tradisi Mudik Era Digital: Ketika Perantau Terpaksa tak Bisa Pulang Kampung, Tetap Jaga Silaturahmi

AROMA Rendang yang menguar dari dapur rumah gadang, riuh rendah suara sanak saudara, dan hangatnya pelukan orang tua menjadi kerinduan tak tertahankan

Editor: Emil Mahmud
Magang FIB UNAND/Aisa Elvira
MOMENTUM NOLSTAGIA MUDIK: Pemandangan dari jendela pesawat saat mudik tahun lalu menjadi kenangan bagi para perantau yang rindu pulang ke kampung halaman untuk merayakan Lebaran bersama keluarga. Tahun ini, meski tak bisa mudik, perantau tetap bisa menjaga silaturahmi melalui video call, media sosial, dan kiriman hadiah Lebaran. 

AROMA Rendang yang menguar dari dapur rumah gadang, riuh rendah suara sanak saudara, dan hangatnya pelukan orang tua menjadi kerinduan tak tertahankan bagi para perantau menjelang hari raya. 

Namun, takdir atau situasi tertentu terkadang memaksa jarak membentang, membuat tradisi mudik yang telah mengakar kuat menjadi impian yang tertunda.

Di tengah pilunya hati karena tak bisa bertatap muka, era digital hadir sebagai jembatan ajaib, memungkinkan silaturahmi tetap terjalin, bahkan dengan cara yang mungkin tak pernah terpikirkan sebelumnya.

Dulu, kabar dari kampung halaman hanya bisa didengar melalui surat yang memakan waktu berminggu-minggu atau sambungan telepon yang terasa mahal dan terbatas.

Kini, berkat kemajuan teknologi, jarak geografis seolah tak lagi menjadi penghalang utama untuk menjaga kehangatan hubungan dengan keluarga yang ada di kampung halaman. 

MOMENTUM NOLSTAGIA MUDIK: Pemandangan dari jendela pesawat saat mudik tahun lalu menjadi kenangan bagi para perantau yang rindu pulang ke kampung halaman untuk merayakan Lebaran bersama keluarga. Tahun ini, meski tak bisa mudik, perantau tetap bisa menjaga silaturahmi melalui video call, media sosial, dan kiriman hadiah Lebaran.
MOMENTUM NOLSTAGIA MUDIK: Pemandangan dari jendela pesawat saat mudik tahun lalu menjadi kenangan bagi para perantau yang rindu pulang ke kampung halaman untuk merayakan Lebaran bersama keluarga. Tahun ini, meski tak bisa mudik, perantau tetap bisa menjaga silaturahmi melalui video call, media sosial, dan kiriman hadiah Lebaran. (Magang FIB UNAND/Aisa Elvira)

1 Video Call: Menjembatani Rindu dengan Teknologi

Meski tidak bisa bertatap muka langsung, video call menjadi solusi praktis untuk merasakan kehangatan keluarga. Aplikasi seperti WhatsApp, Zoom, atau Google Meet memungkinkan perantau tetap berbagi cerita, bahkan bisa ikut serta dalam momen berbuka atau takbiran secara virtual. Hal ini bisa menjadi pengganti sementara dari kebersamaan fisik, menciptakan rasa memiliki dan tetap terhubung dengan dinamika keluarga.

2 Kirim Parcel dan Hadiah Lebaran

Tidak bisa hadir bukan berarti tidak bisa berbagi kebahagiaan. Kirimkan paket berisi makanan khas Lebaran, kue, atau hadiah spesial sebagai bentuk perhatian.

Melalui layanan e-commerce dan ekspedisi yang semakin cepat, jarak bukan lagi hambatan untuk mengirimkan kehangatan Lebaran.

3 Media Sosial: Jaga Silaturahmi dengan Sekali Klik

Media sosial bukan sekadar tempat berbagi momen, tetapi juga alat untuk tetap terkoneksi dengan keluarga dan teman-teman. Ucapan selamat Idulfitri, unggahan foto, atau sekadar komentar di unggahan keluarga bisa menjadi cara sederhana untuk tetap terhubung.

4 Alihkan Rindu dengan Kegiatan Positif

Rindu kampung halaman itu wajar, tetapi jangan biarkan kesedihan menguasai. Isi waktu dengan kegiatan bermanfaat seperti ibadah, sedekah, atau berkumpul dengan teman sesama perantau agar suasana Lebaran tetap terasa hangat dan bermakna.

5 Rencanakan Mudik di Kesempatan Berikutnya

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved