Manifesto Unand
Manifesto Aliansi Civitas Akademika Unand Soroti Situasi Demokrasi yang Centang Perenang
Sejumlah pengajar, pegawai hingga aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Civitas Akademika Universitas Andalas melakukan aksi unjuk rasa
Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Rahmadi
TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Sejumlah pengajar, pegawai hingga aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Civitas Akademika Universitas Andalas melakukan aksi unjuk rasa di depan Convention Hall pada Jumat (2/2/2024) siang.
Gerakan ini sebagai manifesto upaya penyelamatan bangsa, yang mana saat ini Indonesia dianggap sedang tidak baik-baik saja.
Kondisi yang terjadi diibaratkan seperti bola salju sejak satu dekade terakhir, hingga puncaknya sejumlah akademisi dan mahasiswa mencium 'bau busuk' kelahiran oligarki baru.
Akademisi dan mahasiswa menilai di tengah-tengah gejolak saat ini upaya merusak demokrasi dan kekerasan budaya terlihat nyata dan bau busuk kelahiran oligarki baru melalui politik dinasti semakin kuat tercium.
Peristiwa yang paling disoroti ialah intervensi penguasa terhadap Mahkamah Konstitusi (MK), ketidaknetralan penyelanggara pemilu dan tidak independennya pejabat publik dari tingkat kementerian hingga kepala desa menjadi pemandangan ironis dalam tatanan demokrasi.
Baca juga: Bukan Pinjol, Unand Aktifkan Unit Pengumpul Zakat Bantu Mahasiswa Kesulitan Bayar UKT
Pengajar dari Fakultas Ilmu Budaya, Hary Efendi Iskandar dalam orasinya mengatakan bahwa turunnya kampus-kampus termasuk Universitas Andalas sebagai bukti bahwa civitas akademika punya sinyal batin yang sama bahwa negara kita sedang tidak baik-baik saja.
Munculnya reaksi dari kampus, ujar dia merupakan bukti bahwa masyarakat kampus punya sinyal batin yang kuat.
"Ini adalah respon spontan bahwa kami para guru, pendidik, mahasiswa betul-betul nyata merasakan kegelisahan, itu yang membuat sikap kampus menyatakan keprihatinannya. Menyatakan sikap idealismenya, menyatakan sikap moralnya bahwa bangsa kita sedang dilanda krisis institusional, dalam proses transisi demokrasi yang hampir berjalan 30 tahunan," ujar Hary.
Sebagai pelaku (aktivis) reformasi 98, ia merasa prihatin dengan proses yang telah dibangun selama ini.
"Kita ingatkan kepada presiden untuk berhenti cawe-cawe politik, untuk berhenti melakukan intervensi politik, kembalilah Presiden Jokowi, kembali untuk melaksanakan aturan kenegaraan dengan rule of low, dan konstitusi," katanya.
Baca juga: 11 Hari Jelang Pemilihan Baru 60 Peserta Pemilu Kabupaten Sijunjung Mengurus STTP
Ia mengatakan, perilaku pemerintah semakin hari semakin tidak malu-malu menyatakan keberpihakan, terang-terangan menyatakan dukungan politik.
Hal itulah, ujarnya yang menyebabkan momentum menjelang dua pekan pemilihan umum (pemilu) ini praktik-praktik ketidaknetralan pemerintah semakin kasat mata.
"Sehingga kita berharap desakan moral ini mudah-mudahan mengingatkan presiden, pemerintah dari pusat hingga daerah benar-benar menyelenggarakan proses pemilu secara adil. Kalau pemilu sudah dianggap tak kredibel di awal tentu berbahaya dalam konteks legitimasi di kalangan kontestan, ini tentu bahaya ibaratnya pertandingannya tidak benar, tidak lagi fair," ujar salah seorang aktivis 98 ini.
Salah seorang orator dari mahasiswa juga meminta Presiden Jokowi untuk bersikap fair dalam pemilu 2024.
"Adalah peran kita bersama untuk mengawal penyelenggaraan pemilu berjalan baik, aparat negara bersikap netral sesuai amanat UU," ujarnya.
Baca juga: Telkomsel Dukung Unand Akselerasikan Pengembangan Ekosistem Digital dan Talenta Unggulan
Ia juga menyoroti pernyataan Presiden Jokowi yang mengatakan presiden hingga menteri boleh berkampanye, sedangkan menurutnya ada etika politik yang harus dijaga.
"Presiden harus bersikap netral dan menghormati proses pemilu yang sedang berjalan," tuturnya.
Berikut pernyataan sikap civitas akademika Universitas Andalas:
"Dengan penuh kesadaran terhadap lintasan sejarah bangsa ini, kami, civitas academica yang tumbuh dan lahir di ranah pendiri Republik ini, bersatu dalam tekad bulat untuk mengembalikan peran mulia Perguruan Tinggi sebagai penjaga nilai-nilai dan benteng moral kebaikan serta keadilan di negeri ini.
Kami menyaksikan dengan keprihatinan bagaimana peran Perguruan Tinggi, sebagai pilar utama pembangunan intelektual dan moral, perlahan menyusut bahkan hampir menghilang selama satu dekade terakhir. Penyimpangan kekuasaan yang merajalela di seluruh lini kehidupan masyarakat, termasuk di Perguruan Tinggi, telah menggoyahkan fondasi nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi.
Di tengah-tengah gejolak politik saat ini, upaya merusak demokrasi dan kekerasan budaya terlihat nyata. Bau busuk kelahiran "oligarki baru" melalui politik dinasti semakin kuat tercium. Intervensi penguasa terhadap Mahkamah Konstitusi, ketidaknetralan penyelenggara Pemilu, dan tidak independennya pejabat publik dari tingkat Kementerian hingga Kepala Desa menjadi pemandangan ironis dalam tatanan demokrasi.
Perlindungan dan jaminan sosial, hak konstitusional warga negara, termanipulasi menjadi "alat" untuk memperkuat dukungan pada calon Presiden dan Wakil Presiden tertentu. Presiden, yang seharusnya menjadi pemimpin yang etis, terlihat melanggar peraturan perundang-undangan tanpa rasa bersalah. Kami menegaskan bahwa Indonesia bukanlah kerajaan, dan Presiden bukanlah seorang Raja yang bisa mewarisi kekuasaan kepada Putra Mahkota. Etika kenegarawanan dan ketidakberpihakan harus menjadi prinsip utama yang dijunjung tinggi.
Sengkarut di berbagai lini yang terjadi di Indonesia pada saat ini, disebabkan “air keruh dari hulu”, karena ada gajah besar yang menyeberang, yang mengakibatkan air keruh sampai ke muara. Artinya, semua sengkarut yang terjadi ini karena ulah dan perilaku elit, yang mengakibatkan rusaknya tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, seumpama kusut sarang burung tempua, maka solusinya adalah dibakar dengan api. Perilaku penguasa yang cenderung ber-sultan di mata, ber-raja di hati, harus dihentikan dengan segera, karena “Raja alim Raja Disembah, Raja zalim raja disanggah”. Cukup sudah Indonesia berada di situasi demokrasi yang centang-perenang ini.
Saat ini adalah momentum bagi seluruh lapisan masyarakat untuk bangkit melakukan koreksi serta perlawanan terhadap pelemahan demokrasi secara terstruktur. Perguruan Tinggi, sebagai institusi yang menjaga etika dan nilai-nilai kebaikan, harus tampil sebagai garda terdepan dalam melawan segala bentuk pelemahan terhadap demokrasi, penguatan oligarki, dan sikap politik keliru yang sedang dipertontonkan oleh Presiden.
Kami, civitas academica, bersumpah untuk tidak hanya menjadi penonton pasif, tetapi juga pelaku perubahan. Melalui pemikiran kritis, tindakan nyata, dan solidaritas yang kokoh, kami berkomitmen untuk mendukung dan menjalankan peran mulia Perguruan Tinggi sebagai penjaga nilai-nilai, benteng moral kebaikan, dan pelindung demokrasi di negeri ini. Maka kami atas nama civitas akademika Universitas Andalas, menyatakan:
1. Menolak segala bentuk praktik politik dinasti dan pelemahan institusi demokrasi.
2. Mendesak Presiden Joko Widodo untuk tidak menggunakan kekuasaan yang berpotensi terjadinya segala bentuk praktik kecurangan pemilu.
3. Menuntut Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menegakkan aturan netralitas dalam Pemilu, serta menjalankan tugas sesuai amanah Reformasi Konstitusi.
4. Mendesak Pemerintah untuk mengembalikan marwah Perguruan Tinggi sebagai institusi penjaga nilai dan moral yang independen tanpa intervensi dan politisasi elit.
5. Mengajak masyarakat bersikap kritis dan menolak politisasi bantuan sosial untuk kepentingan politik status quo/kelompok tertentu dalam politik elektoral, kekerasan budaya, pengekangan kebebasan berekspresi, berkumpul, dan berpendapat serta penyusutan ruang sipil.
Demikian manifesto ini dibuat dan disampaikan, sebagai wujud tanggung jawab moral institusi perguruan tinggi terhadap keselamatan serta kejayaan bangsa.
Padang 2 Februari 2024
Tertanda
Aliansi Civitas Academica Universitas Andalas"
(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/padang/foto/bank/originals/Sejumlah-pengajar-pedemika-Un22024-siang.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.