Citizen Journalism

Bahasa Tanpa Rasa, Bisa Jadi Memicu Miskomunikasi

Hidup adalah warna, teranyam dari perpaduan tinta yang akan merangkai sebuah cipta -  Rovika Trioclarise BERBICARA tentang bahasa, ada banyak ahli ya.

Editor: Emil Mahmud
Istimewa/Buku Tematik
Ilustrasi: Cara dan Alat Komunikasi Masa Kini. 

Ike Revita, Penulis adalah Dosen Prodi Magister Linguistik FIB Universitas Andalas

Hidup adalah warna, teranyam dari perpaduan tinta yang akan merangkai sebuah cipta -  Rovika Trioclarise

BERBICARA tentang bahasa, ada banyak ahli yang memaknainya. Crystal (2008) menyebutkan bahasa adalah sistem komunikasi yang kompleks yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain.

Bahasa memiliki struktur dan aturan yang teratur dan berbeda-beda antar budaya, dan dapat diekspresikan melalui bahasa lisan, tulisan, atau isyarat.

Menurut Fromkin, Rodman, dan Hyams (2013), bahasa adalah sistem simbolik yang kompleks yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi.

Sistem simbolik tersebut terdiri dari unit-unit suara, huruf, kata, dan kalimat, serta aturan-aturan yang mengatur penggunaannya dalam komunikasi.

Bahasa juga memiliki sifat universal dalam arti bahwa setiap manusia memiliki kemampuan bawaan untuk mempelajari bahasa.

Yule (2014) mendefinisikan bahasa adalah sistem tanda-tanda yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi satu sama lain.

Tanda-tanda tersebut dapat berupa kata-kata, frasa, kalimat, atau isyarat yang memiliki arti dan dipahami oleh pemakai bahasa yang sama.

Bahasa juga memiliki fungsi sosial dalam kehidupan manusia, seperti untuk membangun hubungan interpersonal, mengajarkan pengetahuan, dan memelihara identitas budaya.

Chomsky (1965) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem abstrak yang berada dalam pikiran manusia, dan dapat diwujudkan dalam bentuk lisan atau tulisan.

Sistem abstrak tersebut terdiri dari aturan-aturan atau struktur dasar yang memungkinkan manusia untuk memproduksi dan memahami kalimat-kalimat baru secara tak terbatas. Bahasa juga dianggap sebagai ciri yang paling mencolok dari spesies manusia.

Dari keempat definisi ini, dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan sistem bunyi yang terstruktur  dan digunakan manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi.

Sebagai alat komunikasi dan interaksi, berbahasa sudah tentu melibatkan orang lain. Oleh karena itu, potensi berbahasa tidak berjalan dengan lancar sangat memungkinkan serta adanya orang yang tersakiti oleh bahasa juga bisa terjadi.

Oleh karena itu, diperlukan rasa.

Rasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2022) diartikan sebagai kemampuan untuk merasakan dan membedakan cita rasa dan bau, kualitas cita rasa suatu makanan atau minuman yang dihasilkan oleh kombinasi bahan-bahan yang digunakan, perasaan atau sensasi yang dirasakan oleh indra perasa terhadap sesuatu, dan pendapat atau penilaian seseorang terhadap sesuatu.

Dari definisi ini, rasa dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu hal. Hal dalam ini mengacu kepada bahasa.

Artinya, ketika rasa melekat pada bahasa dan digunakan untuk berkomunikasi maka penggunanya harus hati-hati sebab akan bertemali juga dengan rasa orang lain. Inilah yang dikatakan Revita (2003) dengan  konteks.

Konteks menjadi wadah agar rasa antarpeserta tutur menjadi sama.

Ike Revita, Penulis adalah Dosen Prodi Magister Linguistik FIB Unand
Ike Revita, Penulis adalah Dosen Prodi Magister Linguistik FIB Unand (ISTIMEWA)

Bagaimana jadinya bila bahasa itu tanpa rasa?

Dalam beberapa referensi yang saya baca, berkomunikasi bertemali erat dengan orang lain (Revita, 2022).  Artinya, saat berkomunikasi, seorang penutur seyogyanya memiliki rasa, sehingga dapat memilih tuturan dengan menggunakan strategi yang tepat.       

Hal yang menjadi persoalan adalah ketika rasa itu tidak ada. Inilah yang kemudian menjadi pemicu miskomunikasi atau misunderstanding.

Ketika kata memiliki sekeranjang makna, maka tuturan juga memiliki sekantung tafsiran. Untuk itulah rasa diperlukan.

Rasa dalam arti luas bersinonim dengan konteks. Konteks adalah wadah sebuah pertuturan (Revita, 2008). Konteks menjadi bagian yang penting dalam berbahasa.

Konteks menjadi bagian yang penting dalam berbahasa karena konteks merujuk pada situasi atau lingkungan di mana sesuatu terjadi atau dipahami.

Dalam konteks tertentu, makna suatu kata atau pernyataan dapat berubah atau bervariasi, tergantung pada konteks di mana kata atau pernyataan tersebut digunakan.

Dalam bahasa manusia, konteks dapat mencakup berbagai faktor seperti waktu, tempat, latar belakang budaya, situasi sosial, dan sebagainya.

Konteks juga dapat merujuk pada bagaimana informasi atau data disajikan dan dipahami dalam suatu domain atau bidang tertentu.

Konteks dapat mempengaruhi arti dan penggunaan kata-kata, frasa, dan bahasa secara keseluruhan. Sebagai contoh, kata "besar" dapat memiliki arti yang berbeda tergantung pada konteksnya.

Jika kita berbicara tentang ukuran suatu objek, besar dapat merujuk pada ukuran yang lebih besar dari rata-rata. Namun, jika kita berbicara tentang kuantitas atau jumlah, besar mungkin merujuk pada jumlah yang signifikan.

Dalam konteks lain, "besar" bisa merujuk pada sifat positif atau negatif dari sesuatu, seperti  besar hati atau besar mulut.

Situasi juga dapat mempengaruhi bahasa. Misalnya, ketika kita berbicara dengan teman atau rekan kerja, kita mungkin menggunakan bahasa informal yang tidak digunakan dalam konteks formal seperti rapat atau presentasi.

Konteks dan situasi juga mempengaruhi penggunaan kata ganti dan referensi. Ketika kita berbicara dengan orang yang sama-sama mengetahui konteks pembicaraan, kita dapat menggunakan kata ganti seperti "itu" atau "dia" untuk merujuk pada sesuatu atau seseorang tanpa harus menjelaskannya secara detail.

Namun, jika kita berbicara dengan seseorang yang tidak akrab dengan konteks, kita mungkin harus memberikan informasi tambahan untuk menjelaskan referensi tersebut.

Dalam keseluruhan, bahasa, konteks, dan situasi saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Untuk memahami dan menggunakan bahasa dengan benar dan efektif, kita harus memperhatikan konteks dan situasi di mana bahasa tersebut digunakan.

Dengan kata lain, berbahasa memerlukan rasa agar komunikasi dapat berjalan lancar dan potensi multitafsir bisa dihindari.(*)

 

 

 

 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved