Pepatah Minang
Arti dan Makna Pepatah Minang 'bamain aia basah, bamain api latuak'
Simak arti dan makna Pepatah Minang bamain aia basah, bamain api latuak. Dalam bahasa Indonesia, pepatah ini berarti bermain air basah, bermain api ..
TRIBUNPADANG.COM - Pernah mendengar Pepatah Minang atau Peribahasa Minang bamain aia basah, bamain api latuak?
Baik mendengar langsung dari seseorang maupun membacanya dari buku dan menimbulkan pertanyaan.
Berikut arti pepatah Minang tersebut beserta maknanya:
Dalam bahasa Indonesia, pepatah ini berarti bermain air basah, bermain api letup.
Maknanya adalah, yang berbuat salah pasti akan menerima hukuman.
Sama juga dengan pepatah bamain aia basah, bamain pisau luko yang berarti bermain air basah, bermain pisau luka.
Baca juga: Arti dan Makna Pepatah Minang bak manampuang aia di limek pasuak
Baca juga: Arti dan Makna Pepatah Minang bak kantuik jo aia liua
____________________
Beberapa pilihan pepatah Minang lainnya:
1. Maado-adokan nan tiado?
Dalam bahasa Indonesia, pepatah ini berarti mengada-ngadakan yang tiada.
Maknanya adalah, mengada-ngada atau berbohong.
2. Adat lamo manangguang rindu, adat tuo manahan ragam
Dalam bahasa Indonesia, pepatah ini berarti adat lama menanggung rindu, adat lama tua menahan ragam.
Maknanya adalah, kebiasaan orang muda menanggung rindu dan orang tua menahan berbagai cobaan (sabar). Ragam diartikan sebagai tingkah laku.
3. Adat lamo pusako usang
Dalam bahasa Indonesia, pepatah ini berarti adat lama pusaka usang.
Maknanya adalah, adat yang tak pernah berubah sejak zaman dahulu.
4. Adat lamo pusako usang
Dalam bahasa Indonesia, pepatah ini berarti adat lama pusaka usang.
Maknanya adalah, adat yang tak pernah berubah sejak zaman dahulu.
5. Adat diisi limbago dituang
Dalam bahasa Indonesia, pepatah ini berarti adat diisi lembaga dituang.
Maknanya adalah, mengerjakan sesuatu menurut atau berlandaskan adat.
Baca juga: Arti dan Makna Pepatah Minang bak maalau kambiang ka aia
Untuk mendapatkan pepatah Minang lainnya dapat mengklik tautan berikut ini!
____________________
[Sumber: Anas Nafis, Peribahasa Minangkabau, 1996]