Citizen Journalism

Toboh Kongsi Sebagai Representasi, Kompaknya Masyarakat Nagari Sijunjung

BUDAYA gotong royong sudah menjadi kebiasaan dan bagian hidup dari masyarakat Indonesia terutama penduduk pedesaan. Hampir setiap kegiatan yang ada di

Editor: Emil Mahmud
TribunPadang.com/Hafiz Ibnu Marsal
Ilustrasi: Perkampungan Adat Nagari Sijunjung, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) 

Seperti misalnya dalam kehidupan masyarakat Minangkabau apabila akan ada pesta perkawinan, maka si pemilik pesta mesti memberitahukan kepada orang-orang bahwa akan ada hari memasak bersama untuk kebutuhan pesta.

Yakni mengajak mereka untuk turut berpartisipasi dalam memasak tersebut. Biasanya dalam hal ini yang diajak adalah ibu-ibu dan anak gadis yang sudah dewasa.

Orang-orang yang diundang oleh tuan rumah memiliki kewajiban untuk mendatangi kegiatan memasak tersebut. Serta membawa gula atau minyak sesuai kemampuan mereka.

Selanjutnya, orang yang punya pesta memiliki kewajiban yang sama kepada orang yang datang ke rumahnya meskipun nanti tidak dipanggil secara khusus.

Hal ini biasa dikenal masyarakat Minang sebagai lambiari. Maka sebaliknya jika tidak ada undangan orang-orang yang tidak akan datang ke rumah tersebut dan yang bersangkutan juga tidak memiliki kewajiban atas yang lain.

Sehingga, hal yang paling ditekankan adalah terbangunnya komunikasi aktif dan efektif ditengah-tengah masyarakat.

Choiseof Life
Citizen Journalism Oleh : Gustina Mitri, Mahasiswa Departemen Ilmu Sejarah Universitas Andalas

Selain itu adalah hal yang cukup menarik untuk dibahas yaitu adanya satu kelompok sosial khusus yang mengatur pelaksanaan kerjasama masyarakat di Nagari Sijunjung yang bernama tobo kongsi.

Tobo berarti gotong royong dan kongsi berarti bersama-sama,berbagi. Maka kelompok tobo kongsi merupakan kelompok sosial yang dibentuk masyarakat Nagari Sijunjung untuk bergotong royong bersama.

Sebagai tempat perkumpulan setiap kelompok tobo akan berkumpul di surau dan kelompok itu juga akan dinamai sesuai dengan surau masing-masing.

Secara kepengurusan kelompok ini terdiri dari penasihat, niniak mamak, ketua, tuo tobo, juru tulih, bendahara, anggota dan pembuat jadwal giliran (panyilih). Anggotanya pun akan dibagi berdasarkan usia dan keterampilan serta anggota pemula dan penguhubung.

Secara sosial kelompok ini bertujuan untuk meringankan beban anggota setiap kelompoknya dalam bekerja. Namun juga sebagai sarana untuk mengikat hubungan antar sesama anggota tobo.

Anggota tobo bisa terdiri dari puluhan hingga ratusan orang setiap kelompoknya. Jumlah kelompok yang ada tidak dibatasi batas maksimalnya hanya menyesuaikan dengan kebutuhan setiap anggota saja.

Namun untuk kelompok tobo antara tobo laki-laki dan perempuan itu dipisah. Hal ini menyesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Karena selain bergotong royong di sawah, kelompok tobo juga turut bersama-sama ketika manaruko ladang, membangun kincir, meramu perkayuan, membangun rumah dan lainnya.

Selain itu kelompok tobo kongsi juga memiliki semacam koperasi simpan pinjam yang berasal dari iuran wajib anggota.

Uang tersebut nantinya digunakan untuk keperluan setiap anggota mengahadapi persiapan lebaran. Namun uang itu juga dapat dipinjam apabila anggota tobo sangat membutuhkan. 

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved