Kisah Inspiratif
Kisah Sukses Syahrul Bertani Strawberry, Berawal Dari Coba-coba hingga Sukses Jadi Jutawan
Syahrul menekuni bisnis bertani strawberry di Kampung Upang, Nagari Balingka, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam sukses memanfaatkan laha
Penulis: Muhammad Fuadi Zikri | Editor: Emil Mahmud
TRIBUNPADANG.COM, AGAM - Syahrul menekuni bisnis bertani strawberry dilandasi tekad penuh semenjak awal.
Terbukti, Lelaki berusia 24 tahun dan Warga Kampung Upang, Nagari Balingka, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam sukses memanfaatkan lahan kosong yang ada di belakang rumahnya.
Berawal dari coba-coba, sekarang ia memiliki ribuan polibag strawberry yang bisa panen setiap harinya.
Kisah Syahrul bermula saat ia melihat masifnya pertumbuhan petani strawberry di tanah Jawa, terutama Kota Bandung.
Ketika itu, tamatan SMK Muhammadiyah Bukittinggi itu bekerja sebagai teknisi di sebuah perusahaan di daerah Bekasi, Jawa Barat.
"Saya berfikir, dikampung saya pasti bisa juga ini, karena suhunya sama, geografi daerahnya hampir sama juga," ujarnya saat berbincang dengan TribunPadang.com, pekan lalu.
Syahrul memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai teknisi di Bekasi setelah menghabiskan waktu selama tiga tahun di sana.

Tabungan dan gaji terakhir bekerja ia jadikan sebagai modal untuk bertani strawberry.
Pada awal bertani, ia membeli beberapa polibag bibit strawberry dari daerah Bandung.
"Semua saya kembangkan, belajar dari YouTube, tanya sana, tanya sini, akhirnya sampailah pada kondisi sekarang ini," ungkap Syahrul.
Sembari berkeliling di kebun strawberry miliknya, Syahrul menuturkan bisnis strawberrynya kini sudah berusia lebih dari setahun.
"Saya mulainya dulu sekitar bulan Maret 2021, itu mulai dari awalnya, mulai saya berhenti dan pulang kampung untuk menekuni ini," ucap dia.
Berbulan-bulan berkutat dengan strawberry, kini Syahrul mulai mahir. Tak hanya soal tanamannya saja namun juga dengan bisnisnya.
Dikatakan dia, awal bertani ia hanya berpenghasilan puluhan ribu perbulannya.
Tapi sekarang ia bisa panen 20 kilo sehari dengan harga jual tertinggi Rp80.000 per kilogram, tergantung ukuran dan kualitas strawberry.
"Saya panennya sekali dua hari, sekitar 40 kilo sekali panen. Untuk jualnya saya ke Pekanbaru, sudah ada yang mesan tetap," kata dia.
Syahrul mengungkapkan, bertani strawberry tidak lah sulit. Tanaman itu, katanya sangat mudah hidup, berkembang dan berbuah.
"Bibitnya bisa kita perbanyak dari sulurnya. Buahnya hampir busa dipanen setiap hari, tumbuhnya cepat, baru tanam tiga bulan sudah berbuah, pupuk tidak terlalu banyak," terangnya.
Baca juga: Kisah Inspiratif Rio Saputra: Peternak Muda Asal Desa Batang Tajongkek, Kota Pariaman
Kampung Strawberry Upang
Tak hanya terhenti dengan sektor bisnis dan pertanian, Syahrul juga mengembangkan pariwisata di tanah kelahirannya.
Secara mandiri ia juga membangun objek wisata Kampung Strawberry Upang dengan memanfaatkan tiga titik lahan strawberry miliknya yang luasnya hampir setengah hektare.
Objek wisata itu ia bangun setelah setengah tahun mengembangkan lahan strawberry.
Kini, wisatawan yang datang dapat memetik langsung strawberry di kebun miliknya sembari berwisata. Seperti yang ia lihat di daerah Jawa.
"Harganya Rp80.000 juga per kilogram, untuk masuk tidak bayar," kata dia.
Objek wisata Kampung Strawberry itu belum terlalu dikembangkannya. Saat ini ia masih fokus mengembangkan lahannya.
"Di sekitar sini kan banyak juga yan mulai bertani strawberry sekarang. Nanti kalau sudah banyak, objek wisatanya bisa kita kembangkan lagi," katanya.
Kampung Strawberry yang ia bangun ini berjarak sekitar satu kilometer dari jalan utama Malalak, tidak jauh dari Simpang Malalak.
Dari Ibu Kota Sumatra Barat, Kota Padang berjarak sekitar 87 kilometer dan dari pusat Kota Bukittinggi sekitar 69 kilogram.
Titik lokasi juga sudah tersedia di aplikasi Google Maps bagi siapa saja yang akan berkunjung.
Sekarang, Syahrul menambah, ia juga mengembangkan Objek Wisata Kampung Strawberry di kawasan Lawang, Kabupaten Agam.
"Sekarang bertani strawberry ini sudah menjadi hobi saya," tutupnya. (TribunPadang.com/Muhammad Fuadi Zikri).