Mengenal Joni Hartono, Pria yang Berhasil Memekarkan Bunga Rafflesia di Pekarangan Rumah
Joni Hartono (50) bertahun-tahun berupaya menghidupkan Rafflesia Arnoldi di halaman rumah miliknya. Bertahun-tahun pula ia gagal dan akhirnya bunga
Penulis: Muhammad Fuadi Zikri | Editor: Mona Triana
Laporan Reporter TribunPadang.com, Muhammad Fuadi Zikri
TRIBUNPADANG.COM, BUKITTINGGI - Joni Hartono (50) bertahun-tahun berupaya menghidupkan Rafflesia Arnoldi di halaman rumah miliknya.
Bertahun-tahun pula ia gagal dan akhirnya bunga pertama mekar pada 2009 lalu di luar habitat, Cagar Alam Batang Palupuah.
Terbaru, bunga langka dan dilindungi itu mekar pada April 2022 lalu dan masih banyak lagi bonggol yang akan mekar disekitarnya.
Ada belasan bonggol dengan berbagai macam ukuran yang akan mekar dalam beberapa waktu mendatang.
Joni, panggilan akrab Joni Hartono merupakan warga Jorong Batang Palupuah, Kenagarian Gadut, Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam.
Sejak 1998 ia mulai menyenangi bunga raflesia karena sering mendampingi para peniliti ke Cagar Alam Batang Palupuah.
Joni remaja memang sudah menjadi pemandu bagi pengunjung yang hendak memasuki kawasan yang dilindungi undang-undang tersebut.
Tak hanya peneliti dari Indonesia saja, ia juga pernah mendampingi peneliti asing dari berbagai negara untuk meneliti Raflesia Arnoldi.
Dari para peneliti itulah, Joni mengetahui semua cerita tentang bunga dengan nama lain Padma Raksasa itu.
Ia menyadari bahwa bunga yang ditemukan oleh Thomas Stanford Raffles dan Joseph Arnold dalam ekspedisinya dua abad silam adalah bunga yang berharga.
Joni tahu bahwa bunga ini menarik perhatian dunia karena keunikan dan kelangkaan sehingga ia bertekad untuk melestarikannya.
"Saya ingin bunga ini tetap lestari dan dapat dilihat oleh anak cucu dan generasi mendatang," ujar Joni saat berbincang dengan TribunPadang.com beberapa waktu lalu.
Baca juga: Dua Bunga Raflesia Mekar Sempurna di Cagar Alam Batang Palupuah Agam
Menanam di Luar Habitat
Joni berkisah, ia mulai mencoba menangkarkan Raflesia Arnoldi dipekarangan rumah kelahirannya pada 2000 silam.
Berbekal pengetahuan dari para peneliti, Joni mulai menanam akar tetrastigma sebagai inang atau wadah tempat tubuhnya bunga raflesia.
Tak sekali ia menjumpai kegagalan dan menggaruk kepala untuk memikirkan bagaimana puspa arnoldi agar mekar di rumahnya.
Enam tahun setelah akar tetrastigma ia tanam membesar, ia pun rutin menempelkan biji Raflesia Arnoldi yang didapat dari hutan ke akar agar tumbuh bonggol.
Penempelan itu dilakukannya berulang kali agar akar cepat terinfeksi raflesia yang merupakan parasit.
"Kalau di hutan proses penyerbukan ini berjalan alami, dibantu oleh hewan-hewan," ujar Joni.
Joni mengatakan, untuk menumbuhkan raflesia di luar habitatnya memang membutuhkan kesabaran yang ekstra.
Sebab prosesnya berjalan sangat lama, bahkan bertahun-tahun sejak akar tetrastigma ditanam hingga bunganya mekar.
Kesabaran Joni akhirnya berbuah manis pada 2009 lalu, Raflesia Arnoldi berdiameter 60 sentimeter mekar dirumahnya yang rimbun.
"Butuh sembilan tahun bunga ini mekar sejak akar tetrastigma saya tanam," kata Joni.
Hingga kini, Joni telah menikmati 16 bunga yang mekar sempurna dengan berbagai ukuran di halaman rumahnya.
Joni menyebut, selain raflesia, di pekarangan rumah seluas 6 meter x 12 meter itu juga ada beberapa bunga bangkai yang pernah mekar.
Kini, setidaknya ada 30 bunga dengan nama latin Amorphophallus yang tubuh dalam fase vegetatif atau berbatang dan berdaun dengan berbagai ukuran.
Ada tiga jenis bunga bangkai yang ditanam Joni, yaitu Amorphophallus Titanum, Amorphophallus Tigas, dan Amorphophallus Prainii.
"Kalau bunga bangkai itu jauh lebih mudah, dari batang, biji, dan daun mereka bisa tumbuh. Tapi lama," imbuhnya.
Baca juga: Buaya yang Diduga Serang Manusia di Air Bangis Pasaman Barat Ditangkap, Diserahkan ke BKSDA Sumbar
Taman Konservasi
Pandemi Covid-19 yang melanda membuat Joni kehilangan pekerjaan utamanya, yaitu pemandu wisata di Cagar Alam Batang Palupuah.
"Saya biasanya memandu bule untuk melihat bunga. Karena Covid-19, penerbangan dari luar kan tutup, jadi selama ini tidak ada kunjungan," tutur Joni.
Menunggu pandemi berakhir, Joni pun mencari aktivitas lain dengan tanam konservasi khusus Raflesia Arnoldi dan kerabatnya serta bunga langka lainnya.
Ia sudah menyiapkan sebuah lahan baru yang bersebelahan dengan Cagar Alam Batang Palupuah untuk menumbuhkan banyak raflesia.
Lahan itu milik kerabatnya yang semula adalah kebun dan kini tidak lagi digunakan.
Beberapa bulan lalu, Joni telah menanam hingga 30 bibit akar tetrastigma di lahan seluas satu hektar tersebut.
Sebelumnya akar itu ia bibitkan di dalam polibag dan akan tumbuh besar enam tahun ke depan.
Joni bercinta-cita taman konservasi ini akan menjadi objek wisata alam baru di kampung halamannya dan taman edukasi bagi siapa saja.
"Tujuan utamanya saja membuat taman konservasi ini untuk menjaga kelestarian bunga raflesia bagi generasi berikutnya," ujar Joni.
"Kalau sudah jadi, nanti bisa menjadi tempat edukasi bagi anak-anak sekolah,” tandasnya. (*)